Transaksi Online, Tunggangi Becak Wisata untuk Mencari Bilik Cinta

Kegiatan esek-esek  di kawasan eks lokalisasi Dolly masih terjadi, meski dilakukan terselubung. Pria hidung belang biasanya mencari kamar diantar tukang becak, transaksi dilakukan via online. Tak lagi ditemukan PSK dijajar dalam bilik kaca wisma. [gegeh bagus]

Kegiatan esek-esek di kawasan eks lokalisasi Dolly masih terjadi, meski dilakukan terselubung. Pria hidung belang biasanya mencari kamar diantar tukang becak, transaksi dilakukan via online. Tak lagi ditemukan PSK dijajar dalam bilik kaca wisma. [gegeh bagus]

Melihat Gang Dolly setelah Jadi Kampung Wisata
Kota Surabaya, Bhirawa
Geliat eks lokalisasi Dolly dan Jarak masih kental terasa akan Pekerja Seks Komersial (PSK)-nya. Meski pasar birahi itu telah resmi ditutup oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada 18 Juni 2014 lalu. Sejak itu, secara bergelombang para pemuas lelaki hidung belang dipulangkan ke daerahnya masing-masing setelah diberikan pesangon.
Penelusuran Bhirawa, Selasa (22/3) kemarin di eks lokalisasi terbesar di Asia Tenggara ini terlihat beberapa orang tampak menawarkan PSK untuk memuaskan nafsu calon pelanggan. Beberapa eks wisma yang dulunya untuk memajang PSK saat ini tertutup rapat. Bahkan, beberapa di antaranya terlihat kumuh dan tak terurus.
Hanya gedung eks wisma Barbara saja yang terlihat masih ada aktivitas perajin yang diberdayakan oleh Pemkot Surabaya. Namun, kemarin terlihat tidak ada satupun aktivitas dalam pembuatan sepatu pantofel dan sandal serta produk UMKM lainnya. Padahal, sehari sebelumnya ada kunjungan rombongan Komisi VIII DPR RI yang telah disuguhi beberapa produk UMKM olahan warga terdampak lokalisasi.
Ketika Bhirawa berhenti di salah satu warung yang dulunya eks Wisma Aromanis 31 masih terlihat bilik-bilik kamar. Tampak depan, wisma ini tidak terlihat ada gelagat aktivitas prostitusi terselubung. Sebab, tak ada satupun PSK yang duduk di sofa di balik kaca layaknya akuarium. Hanya pemilik rumah yang setia menunggu pelanggan warungnya.
Dari kejauhan, terlihat sebuah transportasi roda tiga (becak) yang ditumpangi sepasang laki-laki dan perempuan. Maklum, Pemkot Surabaya telah mencanangkan Dolly  menjadi sebuah kampung wisata sejak 21 Februari lalu. Untuk mengantarkan para pengunjungnya, transportasi becak inilah yang siap mengantarkan wisatawan keliling Dolly.
Sayangnya, penumpang becak tersebut bukan wisatawan yang ingin melihat wajah Dolly. Namun, kedua pasangan tersebut turun dari becak dan menuju bilik kamar yang ada di eks Wisma Aromanis. Sang perempuan tersebut langsung membimbing laki-laki tersebut menuju kamar berukuran 3×4 meter persegi ini.
“Tante, lampunya kok mati, tolong dihidupkan ya. Masak ya harus remang-remang gini,” kata perempuan yang mengenakan baju biru ini kepada pemilik rumah yang beralamat di Jl Putat Jaya Lebar 31.
Sambil membayar sewa kamar sebesar Rp 30 ribu, perempuan langsung menuju kamar sambil menggandeng laki-laki yang diindikasi ingin dipuaskan nafsu birahinya. Sedangkan, pengemudi becak tersebut masih terlihat menunggu di pintu depan dengan mengalungkan handuk di lehernya.
“Saat ini transaksinya seperti ini, dengan menyewa becak sekaligus untuk memantau keadaan di luar apakah aman-aman saja. Ya, ini untuk mengelabui petugas, kalau ada motor terparkir di luar kan gawat,” ujar tukang becak yang enggan menyebutkan namanya ini kepada Bhirawa.
Selang beberapa lama, pasangan tersebut keluar dari bilik kamar yang telah disewanya ini. Perempuan tersebut dengan terburunya tampak merapikan rambut serta membersihkan bibirnya. “Makasih ya Tan (panggilan akrab Tante Anik pemilik eks Wisma Aromanis 31, red),” katanya sambil berjalan keluar menumpangi becak tersebut.
Prostitusi di eks Dolly masih dilakukan oleh para pencari dan pemuas syahwat, meski tidak secara terang-terangan. Ironisnya, keberadaan eks Wisma Aromanis ini persis di depan eks Wisma Barbara yang telah dibeli Pemkot Surabaya untuk dibuat pusat kerajinan ini.
Pemilik rumah Putat Jaya Lebar 31, Anik mengatakan jelas tidak cukup jika penghasilan hanya didapat dari hasil jualan warung. “Saya kan juga butuh pemasukan. Kalau mengandalkan dari hasil jualan saja nggak cukup lah,” katanya.
Perempuan paro baya ini mengaku, setiap harinya pasti ada pasangan yang menyewa bilik kamar untuk berindehoi. Namun, tidak pada malam hari lantaran ada suaminya yang telah pulang kerja. “Ya gini ini, bukanya pagi sampai sore saja. Kalau malam nggak berani soalnya ada suami saya,”katanya.
Memang, praktik prostitusi di Dolly dan Jarak pasca resmi diberangus Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, tidak lagi beroperasi seperti sebelumnya, yaitu memajang perempuan-perempuan berpakaian minim dan seksi di etalase kaca, tapi dengan cara online.
Para mucikari yang mangkal di warung-warung dan jalanan sekitar Dolly dan Jarak menawarkan perempuan-perempuan koleksinya melalui Blackberry maupun media sosial lainnya. Jika pelanggan butuh perempuan yang diinginkan, si mucikari langsung menghubungi PSK-nya yang berada di kos-kosan via telepon.
“Ya, dia sebelumnya SMS saya pagi tadi untuk menyewa kamarnya. Ya udah saya terima, toh dia juga sering kesini menyewa kamar,” ujar Anik yang pernah masuk bui selama tujuh bulan pasca penutupan Dolly dan Jarak. [Gegeh Bagus Setiadi]

Tags: