Transformasi Menuju Desa Berkarakter dan Berdaya Saing

Oleh :
Dr Nurul Badriyah, SE, MM
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan ; Staf Ahli Bidang Ekonomi Kreatif dan UMKM ; Dewan Pakar Dekopin.
Ekspektasi tertinggi dari program pemerintah terhadap pembangunan daerah pedesaan adalah menekan angka kemiskinan dan menjadikan kawasan pedesaan sebagai basis pengembangan perekonomian, artinya bagaimana masyarakat desa hidup sejahtera tidak kalah dengan di kota.
Di Indonesia, kedudukan desa berada dibawa kecamatan, dipimpinan oleh seorang kepala desa selaku penyelenggara pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama badan permusyawaratan Desa (BPD).
Kemajuan desa yang didukung dengan adanya perangkat desa yang terdiri dari sekretaris desa, kepala dusun dan anggota – anggotanya, kemudian Badan Permusyawaratan Desa yang berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Hubungan antara pemerintah Desa dengan BPD adalah Kepala Desa sebagai pucuk pimpinan pemerintah di tingkat desa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkannya kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya.
Dalam desa tidak hanya kelembagaan pemerintah desa dan Badan Perwakilan Desa saja yang ada, tapi ada dua lembaga lagi yaitu kelembagaan ekonomi dan kelembagaan sosial. Kelembagaan ekonomi terdiri dari kelompok – kelompok masyarakat yang berorientasi profit (keuntungan) dan dibentuk di desa berbasiskan pada pengelolaan sektor produksi dan distribusi.
Kelembagaan ekonomi yaitu koperasi, kelompok tani, kelompok pengrajin, perseroan terbatas yang ada di desa. Kelembagaan sosial meliputi pengelompokan sosial yang dibentuk oleh warga dan bersifat sukarela.Sementara kelembagaan sosial adalah karang taruna, arisan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat. Dengan demikian, dapat diartikan jika kelembagaan desa yang dimaksud adalah lembaga, pihak, atau institusi yang berada didesa yang berasal dari unsur Eksekutif, legistatif, dan masyarakat yang terlibat dalam penyusunan, pelaksanaan dan pengawasan APBDes, kelembagaan desa meliputi Pemerintahan desa,Badan permusyawaratan desa (BPD),Lembaga kemasyarakatan,Tokoh masyarakat, aktor, shareholder, atau person.
Dalam berhubungan keempat lembaga tersebut berinteraksi secara dinamis (bisa meregang maupun merapat) sesuai dan kekuatan dan posisi tawar yang dimiliki masing – masing lembaga. Pada waktu tertentu, dimungkinkan adanya satu lembaga yang lebih dominan dibandingkan dengan ketiga lembaga lainnya dalam interaksi sosial. Sebagai contoh dimana pada masa Orde baru, Pemerintah Desa lebih dominan dibandingkan dengan lembaga politik, masyarakat ekonomi dan masyarakat sipil.
Oleh karena itu, hubungan yang ideal dalam kehidupan ditingkat desa adalah ke empat lembaga tersebut dilibatkan dalam proses pembangunan desa, dengan kalimat lain perlu dibangun adanya partisipasi yang menyeluruh dan saling menguatkan antar lembaga – lembaga yang ada di desa.
Dalam bahasa akademis hubungan yang saling menguatkan tersebut dikenal dengan istilah tata pemerintahan yang baik (Good Governance).Tata pemerintahan yang baik (Good Governence) adalah suatu kesepakatan tentang penyelenggaraan pemerintahan yang diciptakan secara bersama oleh semua elemen yang ada di suatu wilayah. Jika di tingkat desa, tata pemerintahan yang baik (Good Governence) adalah sebuah kesepakatan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa yang ciptakan secara bersama oleh pemerintahan desa, kelembagaan politik desa, kelembagaan ekonomi desa dan kelembagaan sosial desa. Dengan kalimat lain, tata pemerintahan yang baik merujuk pada proses penciptaan hubungan kerjasama antara empat kelembagaan yang ada didesa untuk membuat pengaturan – pengaturan yang digunakan dalam menyelenggarakan pemerintah di desa.
Desa Berkarakter dan Berdaya Saing
Dekade saat ini desa menjadi tumpuhan pembangunan nasional dan keberhasilan desa, secara akumulatif akan mendorong kelangsungan ekonomi nasional, sehingga posisi desa menjadi pangkal pembangunan dapat dihubungkan dengan UU No 22 dan 25 tentang otonomi daerah, konsep dasar dari otonomi daerah adalah masyarakat lebih bisa mengambil inisiatif sendiri dalam pembangunan daerahnya, dan sebagian wilayah menganggapnya discretionary of power ( Koeswara, 2000) atau angin segar.
Keleluasaan mengelola daerahnya secara konsepsional pemimpin desa dapat menggunakan langkah strategi untuk mendongkrak kreativitas daerah dalam mensiasati pengembangan daya saing atau kinerja ekonomi masyarakat pedesaan. Diperlukan efforts yang lebih untuk mengembangkan desanya diantaranya kondisi lokal, ketersediaan infrastruktur yang ada, serta kecukupan resources yang ada, sebenarnya untuk membangun desa yang berkarakter dan memiliki daya saing. Tidak terbatas pada kecanggihan ICT (information comunication and technology) saja. Tapi mari kita lihat kapasitas masyarakatnya dan cara mereka berinteraksi, bagaimana menciptakan kesadaran diantara warga desa tentang pentingnya inovasi dalam berbagai hal. Memang ketika kita singgung tentang daya saing faktor utama membangun daerah adalah sumberdaya manusia (SDM) dan IPTEK berdasar wilayah, Sumberdaya manusia terbagi menjadi 2 kelompok yaitu Sumberdaya Manusia yang tinggal diperkotaan dan Sumberdaya Manusia di Pedesaan, masyarakat kota dinilai maju dalam berbagai hal, infrastruktur dan kemudahan mencari layanan pendidikan, sementara masyarakat desa sebaliknya pengusaan teknologi yang sederhana, infrastruktur jauh dari pemasaran. Namun demikian kata Thomas Alfa Edison pernah mengatakan ” Tidak ada jalan keluar yang dipakai untuk menghindarkan diri dari sesuatu, kecuali berfikir” Artinya bahwa setiap permasalahan harus dapat dipecahkan dengan menggunakan strategi yang tepat, sedapat mungkin dengan cara yang sederhana, dapat dijangkau dengan mudah, dapat dipertanggung jawabkan dan memiliki dimensi waktu yang jelas.
Menuju desa berdaya saing bukan berarti menghilangkan karakter desa, akan tetapi bagaimana mempersempit disparitas desa dengan kota dan tentunya harus meneropong kebutuhan masyarakat sebagai tujuan.
Ada beberapa hal yang minimal harus diperhatikan menuju daya saing antara lain Sumber Daya Manusia (SDM) Masyarakat, Soleha dan Anshori (2014) menetapkan masyarakat adalah elemen pertama yang mendapatkan perhatian serius sebagai obyek penerima program dan pengguna layanan.
Penetrasi peradapan, kebudayaan dan rural mayarakat menumbuhkan sikap, perilaku dan sifat cerminan wilayah mereka berkelompok. Masyarakat satu wilayah tentunya berbeda peradapan dengan masyarakat wilayah lainnya, sementara munculnya inovasi berasal dari kualitas sumber daya manusia (SDM), cerminan kualitas teradopsi dari pengetahuan, pengalaman dan wawasan. Oleh karena itu kenali kualitas sumberdaya manusia masyarakat desa sebagai obyek munculnya inovasi. Perlu diketahui pengetahuan tidak hanya bersumber dari lembaga pendidikan, akan tetapi dapat dari pelatihan dan lingkungan sekitar yang mampu mempengaruhi pembelajaran.
Kemudian Potensi Sumber Daya Alam (SDA), Pemahaman pembangunan dilakukan pada suatu wilayah (areal) tertentu, mengidentifikasikan bahwa tekstur geografis menentukan potensi sumber daya alam yang dihasilkan suatu wilayah. Gerakan alam yang berpotensi untuk peningkatan sosio ekonominya serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Teknologi informasi dapat dijadikan media bagi desa untuk mengekspos karakter, gagasan, dan praktek atau obyek yang dianggap perlu desanya. Disamping itu teknologi informasi juga mampu untuk mempermudah pelayanan kebutuhan masyarakat desa.
Pada ahir kesimpulan,Konfigurasi manajemen pedesaan merupakan satu tatanan yang dilaksanakan untuk mengelola pedesaan yang memiliki kultur peradaban dan karakter. Bagaimana sistem pengelolaan yang baku berdasarkan manajemen yaitu dengan perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengawasan secara holistik, sebagai leader pedesaan, kepala desa tidak dapat berdiri sendiri, kerjasama dari fungsi pedesaan melalui struktur yang dibuat berdasar kebutuhan dan partisipasi masyarakat desa.
Sebagai upaya menuju daya saing desa sudah selayaknya melihat aspek kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan aspek non fisik dan fisik. Guna mengenal dan mendalami permasalahan potensi pembangunan desa, sementara teknologi dan informasia dapat dijadikan media untuk memperkenalkan karakter dari desa tersebut.
——– *** ——–

Tags: