Transisi Pandemi Menuju Endemi

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Baru-baru ini Kementerian Kesehatan melalui Juru Bicara Siti Nadia Tarmizi dalam sebuah diskusi di televisi swasta mengisyaratkan bahwa lebaran tahun ini akan berbeda dengan dua tahun sebelumnya. Meski belum secara tegas menyatakan maksud “berbeda” tersebut namun banyak pihak meyakini bahwa akan diberikan kelonggaran terutama sinyal memperbolehkan mudik namun dengan sejumlah syarat dan asumsi mendasar. Diantaranya adalah tetap menjaga protokol kesehatan dan mendapat vaksinasi lengkap. Asumsi yang dibangun adalah tren jumlah kasus melandai atau setidaknya tidak terjadi lonjakan yang bermakna, kapasitas rumah sakit memadai, jumlah kematian menurun serta 3T (Testing, Tracing, Treatment) tetap gencar dilakukan. Semua lapisan masyarakat telah mengalami kejenuhan dan kelelahan dalam menghadapi pandemi yang tak kunjung berhenti. Lebih dari dua tahun pandemi Covid-19 melanda dunia, yang bermakna bahwa saat Indonesia masih belum keluar dari belenggu pandemi. Namun seiring dengan masifnya strategi dan upaya masif pemerintah terutama dalam akselerasi program vaksinasi di segala lini hingga didukung penuh oleh kekuatan TNI/Polri.

Saat ini bila dicermati, Indonesia belum juga mencapai target vaksinasi terhadap 208,3 juta penduduk. Vaksinasi dosis pertama tercatat 92,01 persen dari target, sedangkan vaksinasi dosis dua masih cukup jauh dari target, yakni baru sekitar 70,38 persen. Sedangkan vaksin booster masih sangat rendah sekitar 5,51 persen (Sumber KPCPEN, 4 Maret 2022). Akibatnya capaian vaksinasi itu memang berhasil membuat Indonesia terhindar dari tsunami kematian jilid ketiga akibat serbuan gelombang covid-19. Akan tetapi, ternyata tidak cukup kuat untuk mencegah angka kematian harian menembus angka 300-an jiwa. Kasus kematian (case fatality) masih cukup mengkawatirkan. Dewasa ini kasus positif di Indonesia telah melampui 5,7 juta orang yang terpapar virus asal Wuhan tersebut dengan kesembuhan 5,1 juta orang dengan jumlah kematian sudah lebih dari 150 ribu. Kondisi ini tentu tak boleh terus berlanjut mesti tak ada yang mampu memastikan ujung usainya.

Seakan perlombaan, capaian vaksinasi dengan penyebaran virus terus berkejaran. Ibarat penjahat dan polisi akan terus saling mengalahkan. Bagi penjahat akan berupaya membuat modus baru dan cara jitu untuk melancarkan aksinya, di sisi lain, polisi tentu mencari taktik dan cara untuk membendung laju kejahatan bahkan hingga meminimalisasi aksi kejahatan dengan segala bentuk, cara dan modusnya. Memang secara realita perkembangan pelaksanaan vaksinasi belum begitu menggembirakan. Laju pertambahan vaksinasi kini cenderung masih lambat. Bila sebelumnya vaksinasi menyentuh 1 juta dosis per hari, kini tidak sampai 5.000 suntikan per hari. Progres vaksinasi berkejaran dengan masa berlaku vaksin. Ada jutaan dosis vaksin saat ini dalam kondisi menjelang masa kadaluwarsa. Bukan hanya itu, program vaksinasi juga terancam penurunan drastis kekebalan penerima vaksin. Situasi laju perkembangan vaksinasi yang cenderung anjlok tidak bisa dipandang sepele untuk mengawal dan memenuhi target vaksinasi dalam rangka mengejar target minimal 70 persen agar terjadi kekebalan kelompok (herd immunity).

Dalam epidemiologi, penurunan signifikan angka kematian atau death rate dan CFR (case fatality rate) menjadi salah satu penanda pandemi akan memasuki tahapan deselerasi. Tahapan ini kemudian diikuti oleh upaya pengendalian kasus. Dengan kata lain, kasus terkontrol dan terkendali, virus tetap ada dan bersirkulasi, tetapi penyebarannya telah dapat dikontrol dan tidak lagi menimbulkan lonjakan kasus dan kematian. Dalam kondisi endemi dalam kajian epidemiologi menerangkan bahwa virus terutama yang telah menyebar luas seperti Covid-19, tidak bisa hilang begitu saja. Satu kasus infeksi disebut menjadi endemi ketika tetap pada tingkat yang relatif konstan di suatu wilayah geografis. Sederhananya, terjadi metamorfosis dari pandemi menjadi endemi tentu dibutuhkan percepatan dan terus menggenjot capaian program vaksinasi covid-19 yang saat ini terus berlangsung. Program ini bahkan dianggap “kontes” vaksinasi terbesar dalam sejarah peradaban manusia. Vaksin memang menjadi elemen krusial dalam upayab penanggulangan penyakit infeksi menular (communicable diseases) dimana secara empiris, semakin tinggi cakupan vaksinasi, semakin sedikit orang yang tertular infeksi dan yang mengalami pemberatan penyakit, atau bahkan berujung kematian.

Di sisi lain, saat ini manusia belajar menghadapi pandemi dengan multiple weapons atau beragam senjata pandemi, mulai 5M, 3T hingga pemerintah telah membuat berbagai istilah penanganan covid-19, sejak pandemi virus Corona mewabah di Indonesia mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), PPKM Darurat, PPKM Mikro hingga PPKM level 3 dan 4 atau PPKM Leveling. Selain itu dari sisi logistik yakni obat dan vaksin. Berbagai obat-obatan covid-19 telah banyak digunakan meski yang disetujui WHO baru beberapa hingga produksi vaksin secara massal dan universal. Dimana hingga kini negara-negara maju terus memborong vaksin untuk kepentingan penduduknya atau vaccine nationalism. Semua negara di dunia terus melakukan penyediaan stok dan menggenjot logistik vaksin agar dapat memberi dosis lengkap untuk semua penduduknya, pengulangan vaksin atau booster terutama bagi masyarakat rentan dan kelompok berisiko (komorbid), serta kaum lanjut usia serta. Mudah-mudahan dalam menghadapi bulan puasa, mudik dan lebaran dapat kembali memimpikan situasi dan kondisi normal seperti sediakala layaknya sebelum pandemi, semoga.

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: