Tren DB Surabaya Menurun, Putat Jaya Tetap Tertinggi

Petugas kesehatan Surabaya melakukan fogging di daerah rawan DB. [dna/bhirawa]

Petugas kesehatan Surabaya melakukan fogging di daerah rawan DB. [dna/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Kasus penyakit demam berdarah (DB) pada triwulan pertama di Surabaya mengalami penuruan. Dari data yang dihimpun menunjukkan jumlah penderita DB di Surabaya pada bulan Januari-Maret 2014 sebesar 146 pasien, sedangkan pada bulan yang sama tahun 2013 mencapai 526 pasien.
Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan Dinkes Kota Surabaya dr Mira Novia mengatakan peningkatan jumlah pasien DB di Surabaya memang tidak bisa diprediksi tergantung lingkungan dan cuaca.
Menurutnya, apabila, lingkungannya bersih maka DB akan menurun. Selain itu cuaca pancaroba juga menentukan perkembang biakan nyamuk aides aigepti. Jika cuaca tidak menentu, maka masyarakat perlu berhati-hati.  ”Jadi masyarakat harus berhati-hari pada musin pancaroba apalagi musim penghujan,” jelasnya.
Dalam perbangbiakan nyamuk Aedes aegipty, kata Mira yang lebih diperhatikan yakni kondisi lingkungan. Lingkungan yang tidak bersih dan kepadatan penduduk bisa menyebabkan perkembangbiakan nyamuk.
Fakta ini terlihat dari rata-rata lima kelurahan yang selalu masuk daftar pasien terbanyak DB. Pada Januari hingga maret ini, jumlah pasien DB di  Putat Jaya mencapai 11 orang, sedangkan Banyuurip ada 6 orang, Kandangan berjumlah 5 orang, Bangkingan 4 pasien terakhir Kusumo berjumlah 4 pasien.
Melihat DB menjadi momok penyakit tahunan, Mira berharap masyarakat bisa melakukan upaya menghilangkan jentik dan nyamuk dewasa. Salah satu caranya yakni dengan menyemprot nyamuk baik pagi dan sore hari. “Jangan hanya malam saja yang disemprot karena kita tidak tahu waktu perkembangan nyamuk,” kata dia.
Menanggapi pernyataan di atas, Kepala Dinas Kesehatan Jatim, dr Harsono menyatakan, berdasarkan data pantauan Dinas kesehatan, Kota Surabaya masih menjadi wilayah rawan DB terburuk di Jatim. Kenaikan angka penderita DB naik 100 persen , pada tahun 2013 mencapai 2.213 orang sementara tahun 2012 sebanyak  1.091 orang.
Data tersebut, lanjut Harsono, juga menunjuk jumlah penderita meninggal akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti di Surabaya setiap tahunnya mengalami penambahan yaitu tahun 2012 sebesar 6 orang meningkat di tahun 2013 sebesar 15 orang. “Kenaikan penderita dan kematian di atas 100 persen hal ini harus segera diselesaikan oleh Surabaya,” ujarnya.
Harsono juga menyayangkan kondisi yang dialami Surabaya ini. Menurutnya  sebagai kota terbesar di Jatim Surabaya harus memberikan contoh bagi kota/kabupaten lain dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, tapi pada kenyataannya justru dinyatakan sebagai daerah yang tertinggi dalam kasus DB. [dna]

Tags: