Trotoar Nganjuk Jadi Ajang Berdagang PKL

PKL di trotoarNganjuk, Bhirawa
Pertumbuhan pedagang kaki lima (PKL) di Kabupaten Nganjuk sejak tiga tahun terakhir meningkat tajam sehingga tidak mampu lagi ditampung  empat lokasi yang disediakan oleh Pemkab Nganjuk. Akibatnya, sejumlah trotoar di Jl Supriyadi, Jl Dr Soetomo dan Jl Diponegoro kini dijubeli oleh PKL.
Empat lokasi PKL yang disediakan oleh Pemkab Nganjuk di Stadion Anjuk Ladang, halaman Gedung Juang 45, halaman Balai Budaya dan areal bekas terminal lama telah penuh. Namun demikian pertumbuhan para PKL tidak sebanding dengan areal yang telah disediakan.
Bahkan Jl Pramuka dan sekitar Alun-alun Nganjuk yang awalnya steril dari PKL semakin lama juga semakin padat oleh PKL. Lebih parah lagi, trotoar depan Kantor KPU lama di Jl Supriyadi semakin tidak dapat dilalui pejalan kaki.
Tepat diatas trotoar melintang tenda penjual soto ayam, penjual minuman bahkan pedagang pulsa juga ikut memadati trotoar. “Saya sebenarnya kesal jika trotoar digunakan untuk berdagang, karena saat saya berjalan menuju Alun Alun dari kantor, saya harus turun ke badan jalan yang ramai lalu lintasnya,” ujar Andrie Wijaya, warga Kelurahan Kartoharjo.
Keluhan masyarakat soal PKL yang mulai tidak tertata juga banyak dikeluhkan warga lain, karena trotoar yang seharusnya digunakan untuk pejalan kaki berubah fungsi menjadi tempat dagang. Kondisi tersebut memaksa pejalan kaki mengalah dengan resiko terserempat kendaraan yang lalu lalang.
Kasatpol PP Suhariyono, mengaku kini pihaknya terus melakukan penataan terhadap PKL, jika ada yang berjualan di luar area yang telah ditentukan akan dipaksa pindah ke lokasi yang telah ditentukan. Langkah Satpol PP ternyata tidak main-main, begitu ada laporan dari warga terkait PKL yang berdagang di luar area Kasatpol PP langsung memerintahkan anggotanya untuk melakukan penertiban. “Satpol PP akan langsung menindaklanjuti laporan warga, paling lama 3 x 24 jam,” tegas Suhariyono saat ditemui Bhirawa di ruang kerjanya.
Selain melakukan penertiban, Satpol PP dijelaskan Suhariyono, juga melakukan pembinaan terhadap PKL di sekitar Alun Alun Nganjuk. Sekitar 120 PKL yang dibina Satpol PP untuk menjaga ketertiban dan kebersihan areal berdagang.
Hal tersebut diakui oleh Sarvasius Agustinus, Ketua Paguyuban PKL Lancar Jaya yang mengaku kini penataan PKL jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Paguyuban yang didirikan sejak Agustus 2014 silam itu kini beranggotakan 120 PKL.
Dikatakan Agustinus, paguyuban PKL Alun Alun Nganjuk kini diwajibkan mengenakan seragam dan ada iuran rutin Rp 60 ribu/bulan. Dana yang terkumpul digunakan PKL untuk dana kesehatan bagi anggotanya yang sakit. Kemudian untuk dana kebersihan dan PKL Alun Alun Nganjuk juga merencanakan melakukan studi banding ke Solo dan ke Bali.
Lebih lanjut Agus juga menjelaskan bahwa dana paguyuban PKL dimanfaatkan untuk PKL sendiri dan tidak ada sepeserpun untuk oknum maupun kepala Satpol PP. “Kami memang melakukan koordinasi dengan Satpol PP, ya kami niatnya mencari nafkah agar tidak diusir-usir terus. Kami tidak menyetor uang kepada Satpol PP,” aku Agustinus yang berdagang bakso bakar di utara Alun Alun Nganjuk.
Sementara itu Bhirawa yang sempat mewawancarai Yuli, pedagang sate ayam asal Bangkalan Madura ini mengaku jika dirinya baru sehari berjualan di trotoar . Hal itu terpaksa dilakukan Yuli karena jika berdagang di lokasi PKL, dagangannya sepi. Karena itu dia nekat memasang tenda diatas trotoar  tanpa menghiraukan fungsi trotoar yang sebenarnya. Namun, Yuli yang telah diperingatkan oleh anggota Satpol PP berjanji tidak akan berjualan lagi di trotoar. [ris]

Tags: