Trump Ancam RI Perang Dagang?

Oleh :
Novi Puji Lestari
Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang 

Dunia ekonomi global dagang tanah air saat ini, bisa dibilang cukup mencengangkan. Pasalnya, beredar informasi yang terungkap dari Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi, bawasannya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan warning buat Indonesia. Trump berencana mencabut perlakuan khusus terhadap Indonesia di bidang perdagangan. Itu artinya, negeri ini haruslah berhati-hati terkait hubungan dagang antar kedua negara. Lalu apakah warning yang diberikan Trump akan membahayakan ekonomi Indonesia?. Melalui tulisan ini, penulis ingin mengkaji lebih mendalam.
Seperti dapat kita simak bersama bahwa ekonomi AS memang sedang berjaya. Karenanya dia bisa membuat kebijakan dagang dengan luar negeri semaunya. AS pertama kali yang meluncurkan perang dagang pada Jumat (6/7/2018) dengan mengenakan tarif dengan nilai tahunan US$ 34 miliar ke 818 kategori produk China. Kemudian, China merespons dengan mengenakan tarif ke produk-produk AS.
Ancaman perang dagang
Perang dagang bisa semakin memanas jika Presiden AS Donald Trump benar-benar mengenakan tarif tambahan US$ 500 miliar terhadap produk China. Sekarang, kita tinggal menunggu keputusan Trump selanjutnya.Ancaman perang dagang sebenarnya menjadi warning bagi Indonesia. Apalagi, dengan kecenderungan gejala perang dagang sebagai upaya konsolidasi kekuatan aliansi ekonomi global seperti kelonggaran kebijakan tarif Trump untuk negara-negara aliansi dengan AS, maka Indonesia dengan posisi politik bebas aktif tidak akan masuk dalam skenario “negara pengecualian”.
Kondisi yang demikian tentu saja tidak menguntungkan baik bagi ekonomi global maupun ekonomi Indonesia. Bagi ekonomi global, di tengah gejala tak menentu yang serbaambigu dan kompleks serta kecenderungan global mengalami stagnasi sekuler (secular stagnation ), perang dagang jelas bukan kabar baik bagi perbaikan ekonomi global. Bagi Indonesia, kabar perang dagang meski secara langsung tidak mempunyai pengaruh, tetapi itu membawa kekhawatiran bahwa barang yang tidak lagi bisa masuk ke pasar AS akan membanjiri pasar di negara-negara berkembang.
Di sisi lain, perang dagang juga akan memengaruhi ekspor Indonesia di mana pasar ekspor Indonesia masih tetap menggantungkan diri pada pasar tradisional yang sebagian besar merupakan negara maju. Adapun negara yang berpotensi perang dagang, misalnya saja, Taiwan, Korea Selatan, serta negara di Asia Tenggara seperti Singapura dan Malaysia adalah negara-negara yang bergantung pada ekspor. Ketika perdagangan global dalam ancaman, maka ekonomi mereka akan sangat rentan. Tidak ada jeda apa pun untuk Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan dalam skenario yang berisiko berkelanjutan.
Pertumbuhan ekonomi Singapura bisa terpangkas 0,8 persen apabila terjadi perang dagang. Hal ini jika ada tarif 15 persen – 25 persen pada semua produk yang diperdagangkan AS dan China. Adapun pertumbuhan di Singapura diperkirakan tumbuh 3 persen pada tahun ini. Sementara itu, pertumbuhan di Taiwan dan Malaysia diperkirakan masing-masing 2,8 persen dan 5 persen , atau turun 0,6 persen. Korea Selatan sendiri dapat kehilangan angka pertumbuhan ekonomi 0,4 persen dari perkiraan 2,9 persen.
Melihat situasi yang demikian, tentu saja tidak menguntungkan baik bagi ekonomi global maupun ekonomi Indonesia. Bagi ekonomi global, di tengah gejala tak menentu yang serba ambigu dan kompleks serta kecenderungan global mengalami stagnasi sekuler (secular stagnation ), perang dagang jelas bukan kabar baik bagi perbaikan ekonomi global.
Langkah protektif pemerintah
Bagi Indonesia, kabar perang dagang meski secara langsung tidak mempunyai pengaruh, tetapi Indonesia dalam perang dagang sekiranya harus tetap hati-hati. Sehingga, tidak ada salahnya pemerintah memperkuat strategi guna memperkuat aliansi dalam perang dagang. Apalagi Trump berencana mencabut perlakuan khusus terhadap Indonesia di bidang perdagangan. Tentu saja, wacana itu membawa kekhawatiran bahwa barang yang tidak lagi bisa masuk ke pasar AS akan membanjiri pasar di negara-negara berkembang. Di sisi lain, perang dagang juga akan memengaruhi ekspor Indonesia di mana pasar ekspor Indonesia masih tetap menggantungkan diri pada pasar tradisional yang sebagian besar merupakan negara maju. Negara yang berpotensi perang dagang.
Wajar adanya, jika akhirnya pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku melakukan simulasi beberapa produk yang berprospek terkena dampak dari sinyal perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia. Begitupun, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, ada dua sampai tiga komoditas ekspor yang disimulasikan.
Penulis, menyakini bahwa apapun langkah yang dilakukan pemerintah merupakan suatu langkah guna memperkecil risiko dan berusaha mendapatkan berkah dari perang dagang dapat ditempuh Indonesia dengan fokus pada perluasan pasar. Diplomasi ekonomi Indonesia harus memiliki roadmap yang jelas. Tidak lagi seperti sekarang perdagangan ke Trinidad and Tobago relatif besar, namun pasar Asia Selatan yang mulai mencatatkan kinerja ekonomi relatif bagus justru tidak tergarap secara serius.
Kepentingan dalam negeri memang harus diutamakan meski tidak bisa mengabaikan sisi penting komunikasi dengan mitra karena sejatinya dalam ritme global ada interaksi pada jalinan bilateral dan multilateral sehingga ancaman kassu perang dagang memang tidak bisa diterima karena sejatinya tidak ada yang diuntungkan dari perang dagang dan kasus antara AS-China harus menjadi pelajaran kedepannya.
Kemungkinan situasi dampak yang berprospek teralami oleh Indonesia akibat peang dagang antara AS-China tersebut sedikit banyak jelas memberikan kerugian bagi semuanya dan karenanya beralasan jika perang dagang harus secepatnya direduksi dan dicarikan titik temu kepentingannya sehingga menguntungkan semua pihak. Memang ini tidak mudah karena tentu ada aspek ego ekonomi-politik yang harus juga dicermati.
Selain itu tidak ada salahnya, jika belajar bijak dari sejarah perang dagang maka Indonesia haruslah cermat menyikapi perang dagang antara AS – China agar produk ekspor kita tidak terkena imbas secara langsung. Oleh sebab itu, situasi yang demikian, besar harapan, Indonesia tidak boleh tinggal diam. Sebab, jika kita tinggal diam, dikhawatirkan bisa mempengaruhi target pertumbuhan global.
Paling tidak dari perang dagang AS – China akan mereduksi target pertumbuhan global, sementara pertumbuhan ekonomi China tentu diharapkan menstimulus geliat ekonomi terutama dikaitkan dengan pangsa pasarnya dan potensi ekspor dari kemitraan dengan sejumlah negara termasuk Indonesia. InsyaAllah dengan begitu, ancaman perang dagang yang ditujukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada negeri ini bisa kita antisipasi.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: