Tuang Sisi Lain Prancis dalam Buku

Mohammad Qoimam Bilqisthi Zulfikar

Surabaya, Bhirawa
Mempunyai hoby menulis sejak SMA mendorong Mohammad Qoimam Bilqisthi Zulfikar membuat buku pengalaman pribadinya. Salah satunya tentang perjalanan mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) ini selama mengikuti pertukaran pelajar di Prancis.
Saat menjadi perwakilan Indonesia dalam Pertukaran Pemuda AMICIF 2017, Festival Film Promosi Kesehatan Mahasiswa Internasional FINPRET 2018 bersama Tim Avicenna Unusa di Universitas Sorbonne Paris dan mewakili Indonesia dalam Pekan Talenta Ilmiah Muda Frankofoni 2018 yang diadakan Universcience Paris.
Dalam buku berjudul It’s Not Just Eiffel yang dilaunching Jumat, (22/1), Qoimam membahas bagaimana dia menjalani kehidupannya sebagai kaum minoritas muslim di Prancis. Tak melulu soal Menara Eiffel, lebih dalam buku yang membahas tentang Pertukaran Pemuda, Prancis, Toleransi dan Islam itu akan membuka mata siapa saja yang membacanya.
Dalam buku ini, Qoimam menuliskan, bagaimana masyarakat muslim bisa beribadah dengan leluasa. Bahkan di stasiun kereta bawah tanah, banyak orang – orang muslim yang membaca Alquran dengan bebas, keluarga muslim bebas menikmati keindahan taman kota.
“Negara ini cukup menghargai waktu ibadah salat yang akan dilakukan masyarakat muslim,” jelasnya.
Toleransi beragama pun, dikatakan Qoimam sangat dijunjung. Itu terlihat saat dia harus menumpang di salah satu keluarga Katolik di Prancis. Keluarga tersebut menghargainya sebagai seorang muslim yang tidak boleh mengonsumsi makanan haram.
“Jadi, saya disiapkan makanan yang halal, bahkan saya juga dipersilahkan untuk menjalankan ibadah sesuai agama saya tanpa diganggu. Sungguh sangat berbeda dengan pandangan orang – orang selama ini tentang negara itu (jika Prancis rasis),” jelasnya.
Tak hanya terkait toleransi beragama, Qoimam melihat Negara Perancis juga sangat ramah terhadap penyandang disabilitas. Terbukti, Prancis memberikan banyak fasilitas terbaiknya bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
“Itu saya rasakan karena ketika saya pertama kali ikut pertukaran pelajar, saya harus menggunakan kursi roda karena habis kecelakaan. Tapi selama di Prancis saya tidak merasakan ada hambatan, justru semua dimudahkan karena fasilitas umum untuk disabilitas tersedia dengan baik. Bahkan, ada anjing yang sudah dilatih untuk mendampingi para tunanetra,” jelasnya.
Dalam menyelesaikan buku dengan 422 halaman itu, setidaknya Qoimam dapat menyelesaikannya dalam setahun. Hal ini dilakukan sambil ia menjalani koass di RS. ”Karena pandemi Covid 19 ini dialihkan ke online sehingga tiap hari berada di rumah jadi saya manfaatkan buat menulis perjalanan saya ini,” kata pemuda 24 tahun ini.
Pria yang saat ini semester III Program Profesi Dokter ini menuturkan melalui bukunya, ia bisa menyalurkan ilmu yang di dapat kepada pembaca muda dengan pembawaan buku lebih ringan untuk dibaca oleh anak muda. Ia juga menambahkan bagi masyarakat yang ingin membeli buku It’s not just Eiffel bisa dibeli melalui market place. [ina]

Rate this article!
Tags: