Tugas MUI Makin Berat, Anggaran Operasional Dikepras

MUI saat berdialog dengan pimpinan DPRD Kota Batu di Gedung DPRD Kota Batu, Selasa (7/4).

MUI saat berdialog dengan pimpinan DPRD Kota Batu di Gedung DPRD Kota Batu, Selasa (7/4).

Batu, Bhirawa
Kuatnya pengaruh wisata di Kota Batu ternyata telah memberikan efek domino. Kondisi ini telah menimbulkan sifat hedonisme masyarakat yang cenderung menjadi orang matre yang lebih akrab dengan kafe daripada tempat ibadah. Hal ini membuat tugas dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batu menjadi berat. Ironisnya, untuk melaksanakan tugas berat tersebut, Pemkot Batu hanya menyediakan anggaran operasional Rp 25 juta setahun untuk MUI.
Anggaran ini dinilai tidak sebanding dengan tugas-tugas MUI yang sangat berat. Tidak hanya berdakwah namun juga melindungi umat dari berbagai ancaman. Hal ini pula  yang mendasari MUI melakukan hearing dengan pimpinan DPRD Kota Batu. “Ekses negatif wisata membuat tugas kita semakin berat. Seperti bertanggungjawab melindungi umat dari paham terlarang dan makanan haram,” ujar Ketua MUI Kota Batu, KH Nur Yasin, Selasa (7/4).
Ia tak menutupi jika kinerja MUI selama ini terbentur dengan tersedianya dana. Untuk itulah mereka mengajak Pemkot Batu dan DPRD Kota Batu untuk selalu menjalin kerjasama agar MUI bisa tetap eksis melaksanakan tugas dan kewajibannya. “Dana yang  kami terima sangat kecil. Setiap tahun MUI hanya menerima anggaran operasional Rp 25 juta saja,”keluh Yasin.
Ditambahkan salah satu pengurus MUI Batu, Nurbani Yusuf dalam mengkoordinir ormas Keagamaan yang ada di Kota Batu, ternyata MUI belum punya kantor. “Kami rapat keliling dari rumah pengurus yang satu ke pengurus yang lain, bahkan seringkali kita urunan untuk foto kopi, seperti untuk menyosialisasikan peraturan untuk Ramadan,” ujar Nurbani Yusuf.
Para pengurus MUI ini berharap anggota DPRD bisa mendorong penambahan anggaran untuk MUI melalui PAK (Perubahan Anggaran Keuangan). Pasalnya persoalan di Kota Batu semakin besar dan berat.
Nurbani menyebutkan bahwa pada 2000 tercatat hanya ada 11 kafe di Kota Batu, pada 2014 jumlah tersebut melonjak menjadi 180 kafe. Selain itu menjamurnya homestay dan rumah kos tidak terkontrol, hingga memunculkan permasalahan sosial yang mengarah pada gesekan antara pendatang dengan warga asli.
MUI Batu juga sudah melakukan penelitian yang menyebutkan anak SD kelas 5 dan 3 di Kota Batu sudah mengenal rokok dan miras. Dalam satu kelas tercatat 27 murid, dari jumlah tersebut 19 dari 20 anak sudah merokok. Dan 15 dari 20 anak sudah mengenal miras.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kota Batu Cahyo Edi Purnomo mengatakan bahwa DPRD mendukung eksistensi MUI untuk menjaga nilai moral, spiritual dan keberagaman. Selain itu dewan juga akan mempertimbangkan untuk membuat peraturan daerah yang mengatur mengenai pendatang baru, pengelolaan homestay serta rumah kos.
“Soal kantor dan anggaran akan kita upayakan ada penambahan melalui mekanisme PAK tahun ini. Di samping itu juga kita upayakan ada penambahan pada penganggaran pada 2016,” ujar Cahyo. [nas]

Tags: