Tujuh Komisioner KPP Tiga Bulan Tak Gajian

Komisioner KPP Jatim menunjukkan tagihan listrik yang belum dibayar hingga saat ini, Selasa (22/3).

Komisioner KPP Jatim menunjukkan tagihan listrik yang belum dibayar hingga saat ini, Selasa (22/3).

Pemprov, Bhirawa
Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah ibarat kondisi tujuh komisioner Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jatim masa jabatan 2012-2016 saat ini. Setelah ada kepastian KPP dibubarkan per 27 Maret, para komisionernya kini juga tengah menanggung banyak beban akibat belum cairnya anggaran operasional triwulan pertama 2016.
Menurut salah seorang komisioner KPP Jatim, Nuning Rodiyah, dirinya mengaku belum menerima gaji sejak 2016, karena belum cairnya anggaran. Kondisi yang sama juga dialami 8 staf KPP. “Memang KPP sudah tidak diperpanjang, tapi sebelum masa jabatan berakhir pada Maret ini, seharusnya anggaran tetap berjalan agar tak mengganggu kinerja,” katanya, Selasa (22/3).
Tidak itu saja, lanjutnya, untuk penanganan pengaduan dan dinas luar dalam rangka sosialisasi, para komisioner menggunakan anggaran serta fasilitas pribadi dan angkutan umum. “Meski anggaran tidak ada, kami harus tetap bekerja karena masa jabatan kami belum habis sebelum 27 Maret 2016,” katanya.
Hal sama juga disampaikan komisioner KPP Jatim lainnya Immanuel Yosua. Menurut dia, belum cairnya anggaran 2016 untuk KPP sangat mengganggu pelayanan kepada masyarakat. “Hingga hari ini (kemarin) anggaran KPP untuk triwulan pertama belum dicairkan. Padahal hari efektif kerja sebelum masa berakhir tugas 27 Maret 2016,” ujarnya.
Akibatnya, kata dia, biaya operasional kantor seperti listrik, telepon, air, internet dan lainnya ditanggung bersama oleh para komisioner KPP agar pelayanan tetap berjalan. “Bahkan, listrik sempat mendapat peringatan dari PLN untuk diputus jika tidak melunasi selama tiga bulan terakhir karena belum terbayar. Terpaksa kami urunan membayar tunggakan rekening listrik yang mencapai Rp 9.503.171,” ucapnya.
Menanggapi keluhan komisioner KPP Jatim ini, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menegaskan, periodesasi kali ini menjadi yang terakhir bagi keberadaan KPP. Karena DPRD Jatim telah menyetujui pembubaran dan tak ada perpanjangan bagi lembaga independen tersebut.
“Berdasarkan pendapat Komisi A DPRD Jatim dan ahli beberapa waktu lalu, tugasnya tumpang tindih dengan Ombudsman RI,” kata Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo ditemui di Gedung Negara Grahadi Surabaya kemarin.
Terkait belum keluarnya anggaran operasional, kata dia, karena tidak teranggarkan dalam belanja daerah 2016 sehingga harus menunggu Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun ini. “Pembayarannya nanti dilakukan oleh pemprov dan menunggu PAK,” katanya.
Sementara itu, selama periode 2012-2016 KPP Jatim menerima sebanyak 2.116 aduan. Rinciannya, 207 aduan pada 2012, 802 aduan pada 2013, 684 aduan pada 2014, 423 aduan pada 2015. Sedangkan pada 2016 masih diinventarisir melalui pleno.
Komisioner KPP Jatim Immanuel Yosua mengatakan, sebagian besar aduan yang dilaporkan adalah layanan pemerintahan di bidang pertanahan, kemudian BPJS Kesehatan, dan pendidikan. “Kalau daerah terbanyak mengadu adalah Kota Surabaya karena menjadi pusat instansi vertikal, baik Pemprov Jatim maupun Pemkot,” ucapnya.
Ia menjelaskan, banyaknya aduan yang masuk selama ini telah ditindaklanjuti dan ditangani adalah wujud mengawal pelaksanaan pelayanan publik sebagai implementasi dari Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Publik. “Ini amanat Perda dan KPP melaksanakan tugasnya sebagai pengawas eksternal dengan mengawasi dalam bentuk monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan publik,” katanya.
Terpisah, Kabiro Hukum Setdaprov Jatim Himawan Estu Bagijo menambahkan bahwa reorganisasi SKPD dan lembaga di lingkungan Pemprov Jatim adalah konsekuensi dari UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu amanatnya memerintahkan agar pemerintah daerah tidak membuat lembaga yang mirip dengan lembaga bentukan pusat yang bersifat vertikal.
“Di pusat sudah ada lembaga Ombudsman sehingga KPP Jatim yang tupoksinya hampir mirip tidak diperkenankan lagi keberadaannya. Pencabutan Perda Pelayanan Publik itu soal teknis, yang jelas KPP tidak akan diperpanjang karena DPRD Jatim juga sudah merekomendasikan seperti itu,” pungkas Himawan. [iib,cty]

Tags: