Tukang Becak Tagih Janji, Ojek Online Kab.Nganjuk Bakal Dizonasi

Aksi ratusan tukang becak di DPRD menagih janji soal kejelasan nasibnya karena membanjirnya ojek online.(ristika/bhirawa)

Nganjuk, Bhirawa
Kembali, ratusan tukang becak mendatangi Kantor DPRD Nganjuk di Jl. Gatot Subroto menagih janji para wakil rakyat yang menyanggupi penyelesaian masalah ojek online. Hasilnya, DPRD memberikan rekomendasi kepada Pemkab Nganjuk untuk menerbitkan semacam surat edaran tentang zonasi bagi ojek online.
“Untuk melindungi masyarakat khususnya tukang becak dan tidak mematikan lahan bagi ojek online, DPRD akan menerbitkan rekomendasi kepada Pemkab Nganjuk untuk melakukan zonasi bagi bagi ojek online,” terang Sumardi SH, salah satu pimpinan DPRD Nganjuk.
Dipihak lain, Dinas Perhubungan yang diwakili oleh Kabid Angkutan, Nur Banra mengatakan fenomena ojek online merupakan fenomena nasional. Sehingga tidak dapat dituntaskan hanya di tingkat daerah.
Permasalahan lainnya adalah, dikatakan Nur Banra, ojek online hingga saat ini belum memiliki payung hukum. Sedari awal, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memang tidak mengakui ojek sebagai angkutan umum. “Pertimbangan ojek tidak masuk dalam kategori angkutan umum karena kendaraan roda dua memiliki potensi bahaya yang cukup tinggi.” Kata Nur Banra.
Padahal, lanjut Nur Banra, saat masuk kategori angkutan umum maka pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan pembinaan kepada angkutan umum dan juga ada asuransi-asuransi yang harus ditanggung dalam kecelakaan yang terjadi pada angkutan umum.
Namun demikian jika melihat fakta yang terjadi di lapangan saat ini, pengaturan tentang ojek online mupun angkutan online lainnya memang diperlukan. Karena dalam kenyataannya pertumbuhan ojek ini semakin banyak dan tidak terkendali.
Lebih dari sekadar melindungi moda angkutan umum konvensional, aturan juga diperlukan untuk melindungi angkutan umum lain yang dibebani kewajiban membayar pajak. Fenomena ojek online ini tidak hanya melemahkan angkutan umum lainnya seperti MPU dan taksi pun semakin sepi bahkan tak berpenumpang.
“Dengan alasan lebih murah dan mungkin juga lebih nyaman dari angkot, masyarakat beralih ke ojek sebagai solusi transportasi,” kataNur Banra.
Sementara sekitar seratus tukang becak yang berunjuk rasa menolak keberadaan transportasi ojek online mengaku pendapatannya merosot drastis. Bahkan ada tukang becak yang dalam sehari tidak narik penumpang sama sekali. Sebab, penumpang langganannya banyak yang beralih naik ojek online.
Selain itu, ojek online memasang tarif yang lebih murah dari tarif tukang becak dan bahkan banyak driver ojek online yang bukan warga Nganjuk. “Kami sering melihat ojek online mengambil penumpang di tempat mangkal becak,” ungkap Taro’ib, salah satu perwakilan tukang becak Nganjuk.
Dalam sehari, penghasilan tukang becak yang mangkal di sekitaran Alun Alun Nganjuk hanya sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu. Namun sejak ada ojek online, diakui Taro’ib pendapatan mereka tidak lebih dari Rp 10 ribu sehari. (ris)

Tags: