Tumbuhkan Micropreneur, GO-JEK Beri Kesempatan Mitra Go Food Bergabung

VP Marketing Transport GO-JEK, Monita Moerdani (kedua dari kiri), VP Corporate Affairs GO-JEK, Michael Say (kedua dari kanan) didampingi Psikolog Klinis dari Universitas Indonesia, Dessy Ilsanty dan Dimas Danang, Public figure sekaligus pengguna setia GO-JEK dalam acara peluncuran kampanye #UdahWaktunya di House of Sampoerna Surabaya, Jumat (19/10) lalu. [achmad tauriq/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Hasil survei internal yang dilakukan GO-JEK lebih dari 1.000 responden di 8 kota besar di Indonesia menyatakan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia memanfaatkan kendaraan pribadi habiskan waktu hingga 4 jam per hari di jalan akibat kemacetan.
Dengan hal ini eksistensi transportasi online di Indonesia makin dibutuhkan, sehingga hasil survei ini mendasari GO-JEK sebagai pelopor penyedia layanan ride-hailing di Indonesia meluncurkan kampanye #UdahWaktunya.
VP Corporate Affairs GO-JEK, Michael Say saat dikonfirmasi Bhirawa Minggu (21/10) kemarin mengungkapkan GO-JEK akan terus mengembangkan produk dan layanan sekaligus memecahkan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat juga akan mengembangkan Micropreneur. “GO-JEK konsisten mengembangkan Micropreneur dengan memberi kesempatan sebanyak mungkin mitra Go Food. Mereka tidak perlu buka warung seperti biasanya, melainkan di rumah juga bisa,” terangnya.
Michael menambahkan saat ini mitra driver GO-JEK mencapai lebih dari satu juta, mitra Go Food sekitar 250 ribu tenant, dimana 80 persen diantaranya pengusaha mikro atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Adapun semua layanan GO-JEK bertujuan supaya hidup konsumen jadi semakin mudah, mau bepergian tinggal pilih tanpa repot GO-RIDE atau GO-CAR, ingin pesan makan ada GO-FOOD, mau pijat ada GO-MASSAGE.
“Udah waktunya juga konsumen lebih produktif dan bebas stress, tidak perlu takut pesan GO-CAR dan GO-RIDE karena kami memberikan pelatihan safety driving untuk para mitra. Sehingga mereka mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi konsumen saat sedang berkendara di jalan,” ujar Michael.
VP Marketing Transport GO-JEK, Monita Moerdani mengatakan lamanya waktu yang dihabiskan di jalan akibat menyetir dan menggunakan kendaraan pribadi bisa menyebabkan masyarakat tidak produktif. “Waktu tersebut seharusnya bisa dimanfaatkan untuk bersama keluarga, teman, beristirahat atau melakukan hobi. Bila masyarakat menggunakan layanan ride-hailing mereka bisa hemat waktu sehingga masyarakat Surabaya bisa hemat 45% waktu perjalanan bila memanfaatkan GO-RIDE,” jelasnya.
Menurut Monita, banyak konsumen atau pengguna kendaraan pribadi tidak memperhitungkan waktu macet dan cari parkir dalam rencana perjalanan mereka. “Dari hasil survei kami, kedua aktivitas ini lumayan menghabiskan waktu perjalanan. Apalagi, bila konsumen membawa kendaraan pribadi. Dengan kampanye #UdahWaktunya, kami mengajak masyarakat untuk berpindah dari kendaraan pribadi ke layanan ride-hailing dari GO-JEK, karena ini udah waktunya masyarakat tidak terhambat macet,” katanya.
Sedangkan menurut Psikolog Klinis dari Universitas Indonesia, Dessy Ilsanty mengungkapkan masyarakat urban usia produktif yang biasa membawa kendaraan pribadi dan terjebak macet, memiliki tekanan dari lingkungan misalnya harus berada di suatu tempat pada waktu yang ditentukan.
“Sedangkan dia masih berada di tempat yang kurang lebih sama akibat macet, sehingga memunculkan persepsi bahwa kondisi dirinya tidak dapat memenuhi tuntutan yang ada yakni tidak bisa tiba di waktu yang diharapkan. Hal ini lah yang akan memunculkan stress,” pungkas Dessy.
Sebagai contoh pada pekerja kantoran, terjadinya stress ini akan berpengaruh pada kinerjanya dalam menjalankan pekerjaan. “Nantinya seseorang yang terlalu lama menyetir dalam kemacetan akan mengalami gejala psikis negatif seperti mudah lupa, sulit berkonsentrasi, serta mudah terdistraksi,” ujar Dessy. [riq]

Tags: