Tutup Content Terorisme

foto ilustrasi

Penyusupan aplikasi (web) propaganda terorisme, ditutup pemerintah. Ini menunjukkan Indonesia gigih mencegah radikalisme. Termasuk pengaruh yang datang dari luar negeri, melalui aplikasi teknologi informasi. Berbagai cara “elegan” pencegahan ekstremisme juga dilakukan lebih sistemik. Melalui perbaikan undang-undang, serta teknologi legal berbasis media sosial (medsos).
Pencegahan terhadap ancaman terorisme, merupakan domain sekaligus kewajiban pemerintah. Sebagai penyelenggara negara wajib melindungi seluruh rakyat. Seperti di-amanat-kan konstitusi. Muqadiman UUD alenia ke-empat, menyatakan, “membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia….” Maka perlindungan rakyat, merupakan tujuan negara yang wajib dilakukan pemerintah.
Berdasar catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, telah terdapat 17 ribu posting yang dapat dikategori tindakan radikal. Bahkan ada yang terang-terangan mengajak berjihad melawan negara, melalui tindakan terorisme. Karena itu pemerintah menutup aplikasi web “Telegram.” Penutupan dilakukan melalui prosedur, berupa peringatan beberapa kali, sejak triwulan akhir tahun 2016. Namun tidak memperoleh respons.
Pimpinan web yang bermarkas di Rusia, mengakui telah menerima kontak dari pemerintah Indonesia. Namun (diakui) diabaikan, karena model pelaporan staf “Telegram” tidak memadai. Karena penutupan tersebut, pemilik web medsos, merugi puluhan milyar rupiah dalam setahun. Sedangkan pengguna warga negara Indonesia dapat mengalihkan ke aplikasi web lainnya.
Beberapa aplikasi web (facebook, instagram, Whatsapp, twitter, serta TelegramI, dan lainnya) memiliki pangsa pasar sangat luas di Indonesia. Indonesia telah menjadi pengguna telepon selular berbasis internet terbesar ketiga di dunia. Ditaksir lebih dari 133 juta masyarakat Indonesia telah terhubung internet. Angka itu telah lebih dari separuh jumlah penduduk Indonesia (256 juta jiwa). Namun akses internet masih banyak di-salah guna-kan. Termasuk untuk kejahatan.
Berdasarkan berbagai survei, sangat banyak akses internet digunakan secara tidak bijak. Antaralain, separuh dari akses internet digunakan untuk membukan konten porno. Selain itu, berjuta-juta pernyataan penistaan dan berita bohong (hoax) bertebaran di medsos. Bagai “perang” terbuka tanpa batas. Berbagai penyiaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, telah dimanfaatkan untuk propaganda radikalisme (kiri maupun kanan).
Berbagai hoax (dan fitnah) tanpa batas kebebasan menyatakan pendapat, nyata-nyata telah menyebabkan kegaduhan sosial. Bisa mengancam persatuan dan ketahanan nasional. Piranti teknologi komunikasi, menyebabkan dunia terasa di genggaman. Begitu pula kejahatan hoax (dan fitnah), dapat segera disebar, seketika ke seluruh dunia. Karena itu diperlukan kebijakan penggunaan media sosial. Terutama menjadi tanggungjawab pemerintah (negara) me-minimalisir terorisme cyber-crime.
Ini bagai “ekses simalakama” konstitusi yang menjamin kebebasan informasi dan menyatakan pendapat. UUD pasal 28F, menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi …, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Pemerintah seolah-olah baru tergugah untuk mengamankan dan me-nyaman-kan media sosial. Terutama sebagai wadah rekrutmen aksi terorisme individual (kini disebut lone wolf terorism). Seperti diakui pemilik aplikasi “Telegram,” bahwa channel terorisme terus bermunculan. Walau sudah dilakukan penghapusan. Channel terorisme, niscaya merugikan setiap negara (rakyat-nya) pengguna aplikasi.
Tetapi pemerintah cukup memiliki bekal wewenang yang diberikan konstitusi untuk menjamin tata-informasi. UUD pasal 28-I ayat (5), menyatakan: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.” Amanat UUD mendasari terbitnya UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Konstitusi juga memberi kewenangan pemerintah untuk meng-gebuk setiap modus dan media terorisme.

                                                                                                                      ———   000   ———

Rate this article!
Tutup Content Terorisme,5 / 5 ( 1votes )
Tags: