Tutup Tahun 2019, Kinerja Positif Aset Bank Sampoerna Meningkat 17 Persen

Kota Malang, Bhirawa
Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) menunjukkan konsistensi Bank dalam  menunjang pertumbuhan bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tercatat pada akhir tahun 2019 Bank berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp7,8 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 8% dibandingkan dengan posisi pada akhir tahun 2018. Sekitar 62% dari total pinjaman yang disalurkan per akhir tahun 2019 atau sebesar Rp 4,9 triliun diberikan pada UMKM.  
Ali Rukmijah, Direktur Utama Bank Sampoerna, kepada Bhirawa menuturkan, peningkatan penyaluran pinjaman, Bank Sampoerna mencatatkan pendapatan bunga sebesar Rp1,3 triliun sepanjang tahun 2019. Angka ini meningkat 17% dari jumlah yang dicatatkan pada tahun 2018. 
Menurut dia, peningkatan kredit juga berkorelasi langsung dengan aset Bank Sampoerna. Total Aset per 31 Desember 2019 tercatat sebesar Rp 11,5 triliun, atau meningkat 17% dibandingkan jumlah yang dicatat pada tahun sebelumnya. 
Mengantisipasi ketidakpastian kondisi ekonomi global tahun 2020 yang per akhir 2019 diisyaratkan dengan tingginya tensi hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina, Bank Sampoerna menghimpun Dana Pihak Ketiga sedemikian hingga meningkat sebesar 23% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya menjadi Rp 9,7 triliun. 
Pencapaian ini terutama ditopang oleh peningkatan dana murah (giro dan tabungan) sebesar 75% dibandingan raihan pada tahun sebelumnnya. Hal ini menjadikan CASA ratio Bank Sampoerna naik ke level 23%.  
“Meskipun sepanjang tahun 2019 kondisi perekonomian di Indonesia belum stabil termasuk banyaknya agenda politik yang terjadi sepanjang 2019 lalu, Bank Sampoerna tetap menunjukkan kinerja yang baik dalam peran menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman. Pemberdayaan UMKM tetap menjadi fokus utama Bank Sahabat Sampoerna”,tutur Ali Rukmijah.
Ia menyebut sepanjang tahun 2019 Bank Sampoerna meningkatkan pencadangan kredit sehingga rasio pencadangan kredit terhadap non-performing loan (NPL/ kredit bermasalah) pada akhir 2019 menjadi 68.6% dari sebelumnya 56,8% di akhir tahun 2018. Dengan demikian laba Bank Sampoerna ditutup sebesar Rp 19 miliar di tahun 2019. 
Sementara itu, Henky Suryaputra, CFO Bank Sampoerna, menambahkan, awal tahun 2020 ini, Bank Sampoerna mulai menerapkan PSAK 71 di awal tahun 2020. Secara umum, total penyisihan dinilai sudah memadai. 
Dengan demikian Manajemen berkeyakinan bahwa peningkatan penyisihan penurunan nilai kredit yang menyebabkan penurunan laba di tahun 2019 tidak akan terjadi lagi di tahun 2020 ini.  
Dari sisi rasio keuangan, per akhir tahun 2019, rasio kecukupan modal (CAR/ Capital Adequacy Ratio) Bank Sampoerna berada pada tingkat 21,08%, jauh lebih tinggi daripada yang dipersyaratkan oleh regulator sebesar 10,0%. CAR per akhir 2019 juga lebih tinggi daripada angka per akhir 2018 yang berada pada tingkat 19,51%. Hal ini tentunya tak dapat dipisahkan dari tambahan modal dari pemegang saham yang berjumlah Rp 265 miliar sepanjang tahun 2019. 
Terkait dengan rencana OJK untuk menaikkan modal inti minimum Bank menjadi Rp 3 triliun, Bank Sampoerna mengapresiasi maksud baik OJK untuk memperkuat bank-bank di Indonesia. Bank juga mengapresiasi OJK yang tentunya memperhatikan kepentingan setiap pihak yang terlibat termasuk di dalamnya nasabah dan bank. 
Modal inti Bank Sampoerna sendiri per akhir 2019 adalah Rp1,6 triliun. Dibandingkan dengan modal inti Bank Sampoerna 5 tahun lalu yang kurang dari Rp 600 miliar, telah terjadi peningkatan lebih dari 1 ½ kali lipat. Peningkatan modal inti selain berasal laba ditahan, juga berasal dari tambahan modal disetor.
Pemegang saham tetap memegang komitmen untuk mendukung pertumbuhan Bank Sampoerna termasuk untuk  menyediakan tambahan modal inti yang diperlukan. Dengan dukungan pemegang saham, Bank Sampoerna akan terus melayani dan melayani dengan lebih baik UMKM di Indonesia. (mut)

Tags: