Uang Baru, Tetap waspada

uang-baruBank Indonesia telah menerbitkan uang (rupiah) baru, dengan desain indah khas “ke-Indonesia-an.” Ini bagai kado akhir tahun. Namun perlu diwaspadai, karena jumlah uang beredar semakin banyak. Niscaya, nilai rupiah semakin merosot. Hingga kini, nilai uang Indonesia (rupiah) masih menempati posisi terendah keempat di dunia. Konsekuensinya, pemerintah harus menggenjot ekspor dan mengurangi impor. Agar defisit tidak semakin membengkak.
Sebanyak tujuh jenis mata uang kertas rupiah baru diluncurkan. Yakni meliputi pecahan Rp 100 ribu, Rp 50 ribu, Rp 20 ribu, Rp 10 ribu, Rp 5.000,- Rp 2.000,- dan Rp 1.000,-. Warna dasar ketujuh uang kertas tidak berubah, tetapi gambarnya makin cantik. Itu yang menyebabkan uang rupiah baru banyak diminati masyarakat. Bahkan pengamat mata uang meng-apresiasi bentuk rupiah sebagai yang terindah di dunia. Memuat ragam kearifan lokal yang sangat kaya budaya.
Selain bergambar pahlawan nasional (pada sisi depan), sisi belakang dilengkapi ke-aneka ragaman hayati. Misalnya uang pecahan Rp 100 ribu, tetap bergambar Soekarno, dan Hatta. Tetapi sisi baliknya kini dominan bergambar penari topeng Betawi (semula gedung MPR-RI). Juga terdapat gambar bunga anggrek bulan di sisi kanan penari. Hebatnya, manakala dipandang pada sudut yang berbeda, maka gambar anggrek bisa berubah warna.
Seluruh mata uang (rupiah) baru, berkarakter khas Indonesia. Keindahan uang, diharapkan memicu kecintaan terhadap rupiah. Semua orang ingin memiliki uang rupiah. Sehingga mata uang selain rupiah, terutama dolar Amerika (US$) akan mengalami empaty negatif, bagai tidak laku. Di ujungnya, kecintaan terhadap rupiah akan menjadi kendali kurs. Walau daya katrolnya tidak cukup besar dibanding nilai transaksi neraca berjalan (ekspor dengan impor).
Selain indah, rupiah baru, konon sangat sulit dipalsukan. Diantaranya karena menggunakan teknologi rectoverso. Yakni, logo BI hanya bisa dilihat secara utuh jika diterawang. Dengan lat pengaman itu pecahan uang kertas rupiah yang baru tidak bisa di-scan maupun difotokopi. Karena logo uang tidak nampak utuh. Rupiah juga sulit dipalsukan, karena bahan pembuatannya sangat langka, olahan serat kapas. Bahan ini juga menjadi keunggulan rupiah, lebih lentur dan awet.
Selain itu, untuk kalangan difabel tunatetra, terdapat cara mudah untuk mengenali nilai nominal rupiah. Yakni, blind-code berupa pasangan strip. Untuk Rp 100 ribu terdapat satu pasang strip, yang bisa diraba. Jumlah pasang strip makin banyak sesuai nominal uang. Rp 50 ribu terdapat dua pasang, serta Rp 20 ribu tiga pasang. Uang Rp 1.000,- memiliki tujuh pasang strip.
Sesuai prosedur pencetakan uang baru, maka uang lama akan di-tukar ganti selama lima tahun. Serta toleransi dua kali lima tahun, sampai uang lama benar-benar bisa dinyatakan tidak berlaku (sampai tahun 2031). Mirisnya, selama lima tahun pertama, jumlah rupiah beredar akan semakin banyak. Bisa menjadi pemicu melemahnya kurs. Indonesia telah beberapa kali mengalami trauma degradasi nilai rupiah. Termasuk dialami rezim pendudukan Jepang, tahun 1942.
Dampaknya sangat merugikan perekonomian nasional, sekaligus menurunkan daya beli masyarakat. Krisis moneter terakhir 1997 – 1998, pemerintah menanggung likuiditas perbankan sampai Rp 700 trilyun. Potensi merosotnya nilai tukar rupiah, seyogianya tetap menjadi kewaspadaan nasional. Dampkanya secara langsung mempengaruhi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) , serta seluruh APBD (daerah) se-Indonesia.
Seluruh pagu anggaran diliputi lost value (kehilangan). APBN dan APBD akan nampak lebih kecil, tidak cukup untuk membiayai program pemerintahan. Gaji pegawai dan upah buruh tidak mencukupi kebutuhan rumahtangga. Rakyat menjadi miskin walau tidak paceklik.

                                                                                                             ——— 000 ———

Rate this article!
Uang Baru, Tetap waspada,5 / 5 ( 1votes )
Tags: