Uji Klinis Vaksin Covid-19, Import Harus Sesuai Persyaratan WHO

Jakarta, Bhirawa.
Dr Hermawan Saputra dari Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Indonesia(IKMI) menyatakan: Uji klinis Vaksin Covid-19 dari China, seharusnya, penyelidikan dan proses penelitiannya, bersifat “silent” saja, bukan di umumkan. Sebab, ketika diumumkan, salah meng-komunikasikan di ruang publik, akan menjadi bumerang.

“Dulu, ketika Avigan atau Favipiravir, dipercaya pemerintah bisa mengatasi secara cepat Covid-19. Ternyata sekarang tidak terpakai semuanya. Para klinisi, para pakar, praktisi kesehatan terlalu gegabah mengumum kan bahwa klorokuin dan Avigan adalah powerful,” kilah dokter Hermawan dlam dialektika demokrasi ber tema “Vaksin Covid-19 Masalah atau Solusi”, Kamis sore (23/7). Nara sumber lain, anggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi (PAN), anggota Komisi XI DPR Anis Byarawati (PKS) dan anggota DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena.

Hermawan minta, uji klinis Vaksin import ini natural saja, karena berkaitan dengan proses ilmiah, clinical trial. Maka ada tahap-tahap yang dilakukan, tahap awal pasti penyelidikan tentang substansi dari virus Corona. Kaitan dengan reaksi terhadap antigen , antibodi dan uji klinis di laboratorium. Tahapan berikutnya dilakukan uji pada komoditas, tetapi pada sebaran yang terbatas pada daerah asalnya. 

” Terutama kalau datang dari China, maka disana seharusnya sudah dilakukan terlebih dulu. Lalu tahapan berikutnya dilakukan secara global, terkait geografi, struktur, demografi dan aspek kewilayahan. Inilah yang kita hadapi sekarang,  yang disebut tahap ketiga, clinical trials,” papar dokter Hermawan.

Intan Fauzi menyarankan; uji klinis Vaksin Covid ini harus efisien dan sesuai standar WHO. Yaitu 70% sampai 80% harus terlaksana. Untuk vaksin Covid-19 ini, KemenKes pada 2021 butuh anggaran sekitar Rp21 triliun. Dari hasil uji klinis ini yang terpenting adalah akses masyarakat. Pemerintah harus betul-betul siap, masyarakat mendapat akses untuk itu.

Anis Byarawati menyebutkan: sudah 3 kali mengubah proyeksi kebutuhan biaya penanganan Covid-19, dalamkurun waktu kurang dari 3 bulan. Anggaran penanganan virus Corona, telah menambah bengkaknya belanja pemerintah tahun 2020 ini. Alhasil defisit APBN juga melebar dari target sebelumnya. Terakhir Menkeu memproteksi, peNanganan Covid-19 dapat melonjak hingga Rp905,1 triliun. Pembengkakan anggaran ini membuat utang naik dari Rp701,8 triliun menjadi Rp1.647,1 triliun.

Emanuel Laka Lena berharap, setiap negara layak bekerjasama, karena pandemi Covid-19 adalah persoalan kemanusiaan global yang bukan sekedar hanya menjadi problem salah satu negara saja. Kerjasama Indonesia dengan siapa saja, negara mana saja, harus dibuka, untuk menemukan vaksin yang tepat. 

“Uji klinis yang dilakukan Biofarma harus betul betul sesuai aturan WHO. Dan vaksin yang telah di uji klinis itu harus bermanfaat dan efek samping harus terdata dengan baik. Antara memanfaatkan dan efek samping, harus di uraian ke publik,” pesan Laka Lena. [ira]

Tags: