Uji Materi Soal BBM Setelah UU Terdaftar

Jakarta, Bhirawa
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan, MK baru memproses permohonan uji materi pasal 7 ayat 6a UU APBN Perubahan 2012, setelah UU tersebut didaftarkan pada lembaran negara dan memiliki nomor undang-undang.
“Untuk terdaftar pada lembaran negara dan memiliki nomor UU jika telah ditandatangani presiden atau telah melampaui waktu 30 hari, meskipun belum ditandatangani presiden,” kata Mahfud MD ketika diwawancara sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, permohonan uji materi yang didaftarkan oleh Yusril Ihma Mahendra baru sekadar didaftarkan dan baru mendapat nomor pendaftaran, tapi belum mendapatkan nomor perkara.
Untuk mendaftarkan pada pendaftaran perkara dan menerbitkan nomor pendaftaran perkaran, menurut dia, MK harus menunggu UU APBN Perubahan 2012 mendapatkan nomor undang-undang setetelah terdaftar di lembaran negara.
“Karena itu, pemohon uji materi harus menunggu sampai UU APBN Perubahan 2012 mendapatkan nomor UU,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Mahfud MD juga menegaskan, MK adalah lembaga negara yang independen yang tidak terkoopkasi oleh kekuatan tertentu.
Menurut dia, MK akan memproses permohonan uji materi berdasarkan argumentasi hukum, apakah bertentangan atau tidak dengan aturan perundangan di atasnya atau konstitus.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, dirinya sudah mendaftarkan permohonan uji materi pasal 7 ayat 6a UU APBN Perubahan ke MK di Jakarta, Senin (2/4).
UU APBN Perubahan 2012 baru saja disahkan pada rapat paripurna di DPR RI yang berakhir pada Sabtu (31/3) dini hari.
Menurut Yusril, dirinya mengajukan permohonan uji materi pasal 7 ayat 6a UU APBN Perubahan 2012, karena adanya inkonsistensi antara satu ayat dengan ayat lainnya pada pasal 7 UU APBN Perubahan 2012.
Mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan ini juga menilai, dimasukkannnya ayat 6a pada pasal 7 UU tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang akan berdampak luas kepada masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia yang menggunakan BBM bersubsidi.
Ia menjelaskan, ayat 6a pada pasal 7 tersebut memberikan kewenangan pada pemerintah dengan tanpa persetujuan DPR untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi, jika ada kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dari harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) selama enam bulan.
“Berapa akan dinaikkan, kenapa dinaikkan, kapan dinaikkan, kapan diturunkan itu tidak pasti. Akibatnya setiap pengguna BBM bersubsidi, (seperti) tukang ojek, sopir angkot, taksi, tukang gorengan, dan pemilik warung, termasuk ibu rumah tangga, sekarang berada di dalam ketidakpastian,” katanya usai mendaftarkan permohonan uji materi ke kantor MK.
Menurut dia, ketidakpastian hukum ini bertentangan dengan pasal 28d ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, yang berisi hak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum bagi semua warga negara.
Ia menambahkan, meskipun penambahan ayat 6a pada pasal 7 ini akan diimbangi dengan pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) yang baru akan dianggarkan, tapi harga barang di pasaran terlanjur naik.
“Hal ini berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat karena BLSM belum turun. Ini juga bertentangan dengan pasal 28h ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin,” paparnya.
Karena itu, menurut dia, ketentuan ayat 6a berpotensi bisa dibatalkan MK karena menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat.
Yusril juga menilai, secara materiil, pasal 7 ayat 6a bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945, yang merujuk pada penafsiran MK tahun 2003 ketika menguji pasal 28 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
“Ada multitafsir jika dikaitkan dengan dua UU tersebut,” ujarnya, menegaskan.
Yuzril menyatakan, minyak dan gas merupakan sumber kekayaan alam yang dikuasai negara dan harus dimanfaatkan sebesarnya untuk kemakmuran rakyat.
Jadi, selamanya harus ada kontrol terhadap harga migas yang tidak boleh diserahkan ke mekanisme pasar seperti dalam ayat 6a. [@.HBO]