Ujian Berat Masyarakat Nahdliyin

Surabaya, Bhirawa
Ujian berat bagi masyarakat Nahdliyin dalam pemilihan Gubernur (Pilgub) Jatim tahun 2018 tak dapat dipungkiri. Dua kader terbaik Nahdlatul Ulama (NU) kini mulai bersaing memperebutkan dukungan yang sama-sama memiliki kedekatan kultural. Di satu sisi, warga Nahdliyin juga dituntut untuk selektif dan obyektif dalam memilih di era demokrasi terkini.
Hal ini diungkapkan Antropolog Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga, Linggar Rama Dian Putra, MA kepada Bhirawa, Selasa (13/2) kemarin. Menurutnya, secara kultural penetapan dua calon ini menjadi ‘ujian’ masyarakat Nahdliyin dalam menunjukkan kematangan dan kedewasaannya dalam berpolitik. “Ini menjadi ‘ujian’ bagi masyarakat Nahdliyin karena dua kader terbaik NU telah bersaing,” katanya.
Politik, kata Linggar, tidak hanya meraih kekuasaan. Melainkan juga menjadi alat untuk mencapai kesehahteraan bersama melalui proses yang sistematis. “Di mana, memungkinkan seseorang pemimpin peduli dan pro terhadap kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Bahkan, Linggar mengakui bahwa potensi konflik pasti ada hingga saat ini. Pasalnya, posisi Jatim masih menarik bagi kalangan elit, baik elit politik maupun ekonomi. “Tingginya jumlah penduduk dan kayanya sumber daya alam Jatim adalah faktor yg menyebabkan tingginya kepentingan di Jawa Timur, baik kepentingan lokal, nasional, bahkan juga global,” paparnya.
Meski demikian, pihaknya meminta kepada masyarakat Jatim tidak perlu cemas dan jangan mudah terpancing. Sebab, kata Linggar, dalam situasi estafet politik dibutuhkan kejelian membaca situasi dan informasi yg berkembang. “Dengan cara itu masyarakat tidak mudah terpecah-pecah,” imbuhnya.
Namun, ia mengkhawatirkan bahwa masyarakat mengalami kejenuhan terhadap dinamika politik di negeri ini. Mengingat dalam kurun waktu lima tahun, tiga tahunnya digunakan untuk pemilu, baik Pileg, Pilpres, Pilkada Provinsi dan Pilkada Kabupaten/Kota. “Dalam semuanya ini belum menunjukkan adanya perubahan yang signifikan di masyarakat. Belum lagi kasus yang menjerat elit atau pejabat terpilih makin marak. sehingga masyarakat kita ini sebenarnya jenuh,” ungkapnya.
Jika pola pendekatannya masih sama seperti sebelumnya, Linggar mengakui anemo masyarakat untuk partisipasi dalam pilkada akan tetap atau bahkan menurun karena pemilu tidak memiliki dampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat.
“Jadi, dibutuhkan pendekatan yang baru dan sesuai dengan perkembangan zaman. Paslon harus berani menunjukkan keberpihakan mereka terhadap rakyat melalui program dan janji kampanye yg terukur dan realistis dalam melaksanakannya,” pungkasnya. (geh)

Rate this article!
Tags: