Ujian Nasional, Antara Kelulusan dan Kejujuran

Syarifah ItsnainiOleh : Syarifah Itsnaini
Pekerjaan  : Mahasiswi Jurusan Syari’ah UMM, Anggota Forum Studi Islam dan Kepenulisan FAI UMM

Pada tanggal 4 mei 2015 kemarin, Ujian Nasional (UN) mulai dilaksanakan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) seluruh Indonesia. Bersamaan dengan itu, Menteri Pendidikan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengecek pelaksanaan Ujian Nasional SMP di Kota Solo. Dalam kegiatan tersebut, Mendikbud melarang para guru membocorkan soal dan kunci jawaban UN SMP kepada anak didiknya.
Memang seperti sudah menjadi rahasia umum, bahwa terkadang ada beberapa guru yang sengaja memberikan soal dan kunci jawaban terhadap para anak didiknya yang sedang melaksanakan UN. Bukan saja di tingkat SMP, praktik yang menyelipkan pelajaran mengenai ketidakjujuran ini bisa ditemui bahkan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat.
Berkaca pada kondisi di atas, terkadang kita sering tidak menyadari bahwa praktik tidak terpuji seperti memberikan jawaban atau contekan yang sebagian besar dilakukan oleh para guru secara tidak langsung dapat memberikan pelajaran kepada para peserta didik. Hal semacam ini akan melekat erat dalam ingatan mereka dan mereka akan terlatih menganggapnya sebagai hal yang biasa dan sah-sah saja untuk dilakukan. Tentu hal ini akan berimbas kepada seluruh perilaku mereka secara otomatis, praktik ketidakjujuran ketika ujian khususnya akan sering mereka lakukan. Bisa jadi, ketika suatu saat nanti mereka menjadi pendidik, mereka akan menerapkan hal yang sama dengan yang pernah diterapkan kepada mereka ketika UN. Tidak salah kemudian jika Anies Baswedan memberikan larangan keras terhadap sikap yang akan berdampak buruk bagi para tunas Bangsa Indonesia tersebut.
Begitu besarnya dampak yang ditimbulkan oleh tindakan yang dilakukan para pendidik bagi murid-muridnya, lebih besar dari pengajaran secara teori saja. Tidak salah kemudian jika ada pepatah menyatakan “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”  yang mana artinya kurang lebih guru hendaknya memberi contoh yang baik supaya muridnya baik pula.
Kembali pada pelaksaanaan UN, Anies memaparkan, bagi pengawas UN, ada tiga pos utama yang harus benar-benar diperhatikan para guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas sekaligus pendidik. Ketiga hal itu adalah pos dengan detail, disiplin menjalankannya dengan baik, serta aktif melakukan komunikasi ke panitia lokal dan kalau perlu sampai panitia nasional jika menemukan kendala ketika UN berlangsung.
Menurut penulis, kita bangsa Indonesia patut bersyukur dengan kemajuan yang terjadi dalam pelaksanaan UN saat ini. Karena berbeda dengan tahun 2008 dulu ketika penulis menjalani UN SMP, saat itu UN benar-benar menjadi taruhan bagi sebuah istilah kelulusan, sehingga tak pelak lagi kecurangan sering terjadi demi agar bisa lulus SMP. Kemajuan UN saat ini adalah sebagaimana disampaikan Anies ketika mengecek pelaksanaan UN SMP di Kota Solo, bahwa target UN tak lagi lulus seratus persen pesertanya akan tetapi seratus persen lulus kejujurannya. Dan hal ini harus dibekali pada para siswa. Harapannya, ke depan menjadi pribadi jujur bukan lagi merupakan hal yang hebat melainkan merupakan hal yang normal bagi para pendidik di Indonesia. Kepada para pengawas, Anies lagi-lagi mengingatkan, meskipun UN sudah tidak lagi sebagai penentu kelulusan, para guru tidak boleh coba-coba berbuat curang dengan membocorkan soal ujian kepada para siswa.
Pernyataan yang disampaikan oleh Mendikbud, Anies Baswedan di atas merupakan bukti bahwa selama tahun-tahun terakhir, praktik ketdakjujuran dalam UN masih sangat sering terjadi. Hal berharga yang bernama kejujuran masih sangat langka di Negeri ini, sehingga jika ada orang yang berani berbuat jujur maka predikatnya adalah hebat. Karena mayoritas orang masih enggan membiasakan jujur dalam praktik kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu, dalam pelaksaanaan UN SMP  tahun ini pada khususnya, kejujuran benar-benar ditekankan. Apalah gunanya hasil UN tinggi jika hal itu didapatkan dari hasil menyontek atau mendapat kunci jawaban dari pihak eksternal, begitu kira-kira pesan Anies Baswedan kepada kita semua.
Harus diakui, bahwa memang para guru pasti merasa khawatir dengan ketidaklulusan para peserta didiknya yang mengikuti UN. Akan tetapi hendaklah sebisa mungkin pemberian contekan soal jawaban dihindari. Alangkah baiknya jika perbuatan tidak terpuji semacam itu diganti dengan hal lain yang lebih baik semacam penguatan karakter terhadap anak didik, misalnya diajarkan untuk lebih percaya pada diri sendiri. Tentunya bimbingan belajar sebelum UN tidak luput dilakukan secara intensif. Pada akhirnya, jika timbul kemungkinan terburuk seperti terdapat peserta didik yang tidak lulus UN, para pendidik haruslah dapat berbesar hati dan menguatkan peserta didik yang tidak lulus tersebut. Seperti diungkapkan Anies Baswedan di atas, tidak mengapa gagal lulus ujiannya, karena yang paling penting adalah lulus kejujurannya.   Sungguh, betapa mahal makna sebuah kejujuran. Terakhir penulis mengucapkan sukses dan semoga peserta UN tingkat SMP tahun  2015 khususnya, dapat lulus dengan hasil dan nilai terbaik, terbaik dalam pandangan manusia begitu pula dalam pandangan Tuhan.

                                                                                                ————————– *** ————————-

Tags: