Umar Bakri Masa Kini

nur-kholis-huda(Refleksi Hari Guru Nasional 25 November)

Oleh :
Nur Kholis Huda, MPd
Guru SDN Jetis III Lamongan

Profesi guru merupakan profesi mulia. Tak heran, banyak puisi dan lagu yang menggambarkan betapa mulianya profesi ini. Meskipun pada kenyataannya, di era tahun 2.000 ke belakang, profesi ini seakan “terbuang”. Yang merupakan opsi terakhir seseorang dalam memilih sebuah pekerjaan. Bagaimana tidak, gaji guru pada saat itu jauh dari kata layak, bahkan sangat memprihatinkan. Ibarat untuk makan saja pas-pasan, apalagi untuk kebutuhan yang lainnya.
Dengan minimnya penghasilan guru tersebut, sampai tercipta lagu “Oemar Bakri” yang dinyanyikan Iwan Fals. Lagu ini menggambarkan sosok guru yang identik dengan sepeda kumbang, melewati jalan berlubang dan mengenakan tas hitam dari kulit buaya. Namun justru dengan sosok yang sederhana dan bijaksana tersebut, guru seakan sebagai dewa penolong yang dengan tulus ikhlas mendidik dan mentransfer ilmunya kepada para peserta didik.
Dari sekian banyak siswa, apalagi siswa yang berkompeten dalam akademik, mereka tidak pernah memilih profesi guru sebagai cita-cita utama. Mereka cenderung lebih memilih menjadi dokter, pilot, pejabat, atau profesi-profesi lainnya. Sehingga dapat kita simpulkan, dengan kondisi yang demikian, bagaimana bisa pendidik di Indonesia menjadi pendidik yang hebat. Keengganan menjadi guru karena penghasilan yang minim, menjadikan profesi guru sebagai profesi dengan input Sumber Daya Manusia (SDM) yang minim.
Pergeseran Sosok
Dengan berjalannya tahun, profesi guru semakin menemukan masa kejayaan. Terutama, pada era Gus Dur menjadi Presiden RI, gaji PNS termasuk guru, naik hingga dua ratus persen dan dilanjutkan secara bertahap setiap tahun. Kondisi ini memberikan angin segar bagi guru se-Indonesia. Terlebih, pada tahun 2007, dengan munculnya tunjangan profesi guru yang diberikan senilai dengan gaji bulanan yang diterimakan setiap 3 bulan sekali. Profesi guru pun menjadi profesi yang banyak diincar di masa kini.
Semakin lama makin nampak perubahan gaya hidup guru pada zaman dahulu dengan zaman sekarang. Jika dulu guru identik dengan kesederhanaan, kini seakan pandangan tersebut mulai tergeser. Memang tidak ada larangan untuk memenuhi kebutuhan, termasuk kebutuhan akan barang mewah. Akan tetapi, alangkah baiknya jika perbaikan pendapatan tersebut bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk peningkatan kualitas. Sehingga tidak memunculkan opini masyarakat, bahwa tunjangan sertifikasi salah sasaran. Yang diindikasikan dengan banyak pemanfaatan dana tunjangan di luar kebutuhan peningkatan mutu pendidikan.
Ijazah yang Dipaksakan
Semakin meningkatnya minat masyarakat untuk menjadi guru, sayangnya tidak dibarengi dengan fasilitas pendidikan yang berkualitas. Banyak bermunculan perkuliahan-perkuliahan yang bisa dikategorikan setengah-setengah alakadarnya. Yang memberikan peluang banyak guru-guru baru dengan proses pencapaian pendidikan yang kurang optimal.
Pendidikan tinggi keguruan yang dulu diselenggarakan oleh IKIP atau Universitas Negeri Kependidikan di berbagai kota besar, sekarang tersaingi dengan berdirinya universitas-universitas swasta lokal yang membuka jurusan keguruan. Ketika terjun dalam dunia kerja, sudah barang tentu perbedaan kualitas juga dirasa. Perkuliahan keguruan di universitas negeri yang ditempuh hampir 5 hari dalam seminggu, pastinya memiliki kualitas yang berbeda dengan universitas swasta lokal yang dilaksanakan di daerah-daerah sekadar pada akhir pekan.
Apalagi, dalam perekrutan tenaga honorer (Guru Tidak Tetap atau GTT) di sekolah-sekolah negeri, masih ada guru yang memiliki ijazah berbeda dari apa yang diampuhnya. Suatu contoh, jurusan pendidikan ekonomi mengajar sebagai guru kelas SD, atau lulusan kejuruan pendidikan bahasa Inggris yang dipaksakan mengajar sebagai guru kelas SD. Bahkan yang paling ironis, seorang dengan jurusan teknik, pertanian, atau non-kependidikan lainnya, mengajar sebagai guru kelas SD. Dan itu benar terjadi adanya di Indonesia, apalagi sampai masuk dalam pendataan GTT K1 dan kemudian diangkat menjadi PNS sebagai guru kelas. Menyedihkan, bukan?
Persyaratan Minimal
Suatu masalah haruslah dicarikan solusinya oleh orang-orang yang mempunyai keahlian di bidang tersebut. Kalau tidak, maka masalah itu akan malah tambah rumit. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 58. Yaitu, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya, Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.
Peningkatan mutu pendidikan harus berjalan seimbang dengan faktor-faktor pendukungnya. Termasuk, pelonjakan kualitas guru sebagai pendidik. Harapan di masa depan tentang aturan pendidikan adalah penyelenggaraan pendidikan tinggi keguruan hendaknya memiliki standar yang berkualitas dan memadai. Sebagai contoh, bisa dilakukan dengan seleksi dalam jalur penerimaan, menentukan nilai minimal dalam indeks prestasi, atau menentukan akreditasi minimal universitas sebagai persyaratan awal seorang calon guru sebelum terjun dalam dunia kerja.
Selanjutnya, dalam status kepegawaian, pemerintah hendaknya melakukan verifikasi data kepegawaian tenaga pendidik atas kesesuaian ijazah dengan mata pelajaran yang diampuh. Sehingga pemerintah tidak salah dalam memilih atau mengangkat guru PNS. Dengan kata lain, pemerintah tidak salah sasaran. Bentuk keprofesionalan guru ini yang nantinya diharapkan dapat mewujudkan terciptanya pendidikan yang bermutu. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

                                                                                                        ———— *** ————-

Rate this article!
Umar Bakri Masa Kini,5 / 5 ( 3votes )
Tags: