Umat Muslim Suku Tengger Desa Ngadas Gelar Tradisi Sadranan

Warga Suku Tengger Desa Ngadas, Kec Poncokusumo, Kab Malang saat berziarah ke makam leluhur sebelum dilakukan upacara tradisi Sadranan.

Toleransi dan Budaya Membuat Gunung Bromo Semakin Eksotik
Kabupaten Malang, Bhirawa
Pesona alam Gunung Bromo yang posisinya dikelilingi empat  wilayah kabupaten, yakni Malang, Pasuruan, Probolinggi, dan Lumajang, sejak dulu sudah dikenal yang tidak hanya masyarakat Indonesia saja, tapi juga tersohor di seluruh dunia.  Dan Gunung Bromo tidak hanya memiliki pesona alamnya saja, namun masyarakat di sekitar gunung tersebut juga memiliki budaya yang sangat kuat.
Alam yang dimiliki Gunung Bromo juga dibalut dengan kehidupan budaya penduduk asli Suku Tengger. Sedangkan Suku Tengger telah memiliki tolenrasi yang sangat kuat dalam kehidupan sosial. Sehingga dengan kekuatan tradisi itu, maka masyarakat Suku Tengger memiliki rasa saling menghormati diantara tetangga, meski berbeda agama atau berbeda kepercayaa.
Seperti masyarakat Suku Tengger yang ada di wilayah Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, yang letak desanya tidak jauh dari Wisata Alam Gunung Bromo, memiliki budaya yang saling dihormati. Meskipun masyarakat Desa Ngadas beragama Hindu, namun memiliki toleransi beragama cukup tinggi terhadap masyarakat muslim yang minoritas.
Sedangkan Suku Tengger sendiri kaya dengan tradisi, selain tradisi Suku Tengger memiliki tradisi yakni upacara adat Kasodo atau sebagai makna penghormatan terhadap asal usul Suku Tengger. Dan Suku Tengger yang berada di wilayah Desa Ngadas juga memiliki tradisi yaitu upacara sadranan, yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang memeluk agama Islam.
“Tradisi atau budaya sadranan merupakan bentuk ritual berupa sedekah panggonan, yang sebelum diarak terlebih dahulu ditempatkan di rumah kepala adat. Dan budaya Sadranan setiap tahun dilakukan upacara ritual, agar masyarakat Suku Tengger selalu mendapatkan berkah dari sang pencipta langit dan bumi, kata Kepala Adat Suku Temgger di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang Ki Dukun Sinetram, Selasa (12/9), kepada wartawan.
Menurutnya, Suku Tengger yang ada di Desa Ngadas ini, telah memiliki toleransi kemasyarakatan dan beragama. Sehingga di Desa Ngadas tidak pernah ada ketersinggungan diantara warga. Karena warga disini baik yang memeluk agama Hindu dan Islam sangat harmonis dan saling menghormati. Dan dengan kuatnya budaya yang kita miliki ini, maka penduduk disini telah memegang kuat tradisi yang ditinggalkan nenek moyang kita.
Sinetram menjelaskan, berdasarkan legenda Suku Tengger, kata Tengger berasal dari keturunan Roro Anteng dan Joko Seger, sehingga disingkat Tengger. Sehingga dengan adanya budaya yang diajarkan Roro Anteng dan Joko Seger, maka hingga kini Suku Tengger memegang kuat tradisi dan budaya dalam menjani kehidupan. “Tradisi atau upacara sadranan  akan dilakukan pada hari Rabu 13 September 2017,” terangnya.
Sebelum rangkaian upacara sadranan, lanjut dia, terlebih dahulu dilakukan ritual sedekah panggonan di rumah kepala adat, yang di mulai sejak pukul 06.00-07.00 WIB.
Selanjutnya, masyarakat Desa Ngadas baik yang muslim maupun yang memeluk agama Hindu bersama-sama untuk mengikuti upacara ritual. Dan setelah upacara ritual Sadranan, pada sore harinya dilanjutkan tradisi ujung-ujung atau masyarakat muslim melakukan silaturahmi kepada sanak saudara dan tetangga, seperti Hari Raya Idul Fitri. [cahyono]

Tags: