UMK Disesuaikan Kondisi Perekonomian di Jatim

Elemen buruh Surabaya saat berunjukrasa di depan Gedung Negara Grahadi untuk menuntut UMK Surabaya Rp 3 juta, Kamis (20/11). Gubernur Jatim akhirnya memutuskan UMK Surabaya Rp 2.710.000 per bulan atau lebih tinggi dari UMP Jakarta.

Elemen buruh Surabaya saat berunjukrasa di depan Gedung Negara Grahadi untuk menuntut UMK Surabaya Rp 3 juta, Kamis (20/11). Gubernur Jatim akhirnya memutuskan UMK Surabaya Rp 2.710.000 per bulan atau lebih tinggi dari UMP Jakarta.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Pemprov Jatim meminta agar pengubahan upah minimum kab/kota (UMK), bisa menyesuaikan dengan kondisi perekonomian yang saat ini masih melemah. Pemprov juga menyatakan sampai saat ini masih menunggu Peraturan Pemerintah terkait UMK dari pemerintah pusat.
Kepala Disnakertransduk Jatim, Drs Sukardo MSi mengatakan, Jatim saat ini justru masih menunggu pemerintah pusat untuk hasil dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) khusus UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) buruh.
“Kapan dari hasil RPP itu, kami masih belum mengetahuinya. Harapannya jika RPP itu ada, maka ada kebijakan regulasi ditentukan pusat. Rutinitas kenaikannya bisa ditentukan, sehingga daerah tidak ada keributan,” katanya, Minggu (11/10).
Di sisi lain, lanjut Sukardo, pihaknya juga telah bertemu dengan serikat pekerja/buruh dan pengusaha. Dari hasil pertemuan, kedua belah pihak sama-sama bisa menyikapi adanya perekonomian yang lemah saat ini.
“Jika memang UMK ada kenaikan juga sama-sama menyesuaikannya. Sebab UMK 2015 saja, banyak perusahaan yang mengajukan penangguhan. Bahkan ada perusahaan yang bekerjasama dengan pekerja/buruhnya dengan tetap berproduksi meskipun pendapatan dibawah UMK,” katanya.
Memang untuk penentuan UMK dihitung dari KHL (Kebutuhan Hidup Layak) ditambah inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi. Saat ini, pemkab/kota melalui dewan pengupahan masih melangsungkan proses penghitungan KHL, yang selanjutnya pada pertengah atau akhir Oktober akan dibicarakan bersama dewan pengupahan provinsi.
Sebelumnya, buruh yang berada di kawasan industri atau ring I Jatim (Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, danMojokerto)  menuntut adanya kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) tahun 2016 sebanyak 22 persen ataunaik menjadi Rp 3,2 juta dari sebelumnya  Rp 2,7 juta.
Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim, Djazuli menilai tuntutankenaikan UMK sebesar itu sudah cukup wajar. Mengingat harga kebutuhan sehari-hari terus meningkat dan jugadisesuaikan adanya inflasi.
“Kenaikan sebesar 20 hingga 22 persen  itu masuk akal karena disesuaikan dengan kondisi yang sekarang ini.  Danpara pengusaha  harus memahami tuntutan buruh,” ujarnya.
Dia menuturkan, sekarang ini di beberapa daerah sudah selesai melakukan survey KHL (kebutuhan hidup layak).Hanya saja hingga sekarang masing-masing daerah belum menentukan  UMK yang bakal diajukan ke DewanPengupahan Jatim karena masih menunggu peraturan gubernur.
Sementara itu, Asosiasi pengusaha di Jawa Timur menolak kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun2016. Mereka tetap memberlakukan besaran upah bagi pekerja sebesar Rp 2,7 juta/bulan di ring I (Kota Surabaya,Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kab. Pasuruan, dan Kab.Mojokerto) yang mengacu ketentuan tahun 2015. Hal itu dilakukan menyusul kian lesunya ekonomi.
Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur, Isdarmawan Asrikan mengatakan, kenaikan UMK2016 sebesar 22 persen adalah tidak realistis sebab akan memberatkan pengusaha.
“Kondisi dunia usaha saat ini cukup berat. Pengusaha dan pekerja harus satu visi guna menjaga keberlangsungankegiatan industri, agar pabrik tetap bisa beroperasi guna menyediakan lapangan kerja dan pendapatan pasti kepadapekerja,” ujarnya.
Untuk industri berorientasi ekspor, katanya, saat ini sedang mengalami kelesuan permintaan order, dan buyers di sejumlah negara minta penurunan harga produk asal Indonesia seiring meningkatnya nilai kurs mata uang dolar ASterhadap rupiah. [rac]

Tags: