UMK Terlalu Tinggi, Industri Tekstil Jatim Tertinggal

Kegiatan disalah satu pabrik tekstil Jatim.

Surabaya, Bhirawa
Pertumbuhan industri tekstil, tepatnya garmen di Jatim masih kalah bila dibandingkan dengan  Jabar dan  Jateng.
Menurut Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jatim, Sherlina Kawilarang. Banyak hal yang jadi penyebab, diantaranya adalah tingginya nilai Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) namun tidak diimbangi oleh Sumber Daya Manusia (SDM).
“Akibatnya tidak sedikit pengusaha yang berniat memindahkan pabriknya keluar Jatim, diantaranya ada yang sudah pindah ke Pekalongan,”ungkapnya saat ditemui disela sela acara halal bi halal yang digelar Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jatim akhir pekan lalu di hotel Wyldham Surabaya.
Lebih jauh dijelaskan, buruh terus menerus menuntut kenaikan UMK, tapi SDM mereka stagnan, akibatnya mutu merosot sementara gaji yang dikeluarkan pengusaha untuk mereka cukup tinggi, makanya tidak bisa disalahkan kalau beberapa pengusaha tekstil berniat memindahkan pabriknya keluar dari Jatim. Katakanlah misalnya ke Jabar atau Jateng, yang UMK nya tidak terlalu tinggi, namun SDM para pekerjanya cukup baik.
Ditegaskan Sherly, sapaan akrab Sherlina Kawilarang. Bahwa jangkauan pola pikir pengusaha kalau ingin lebih sukses bukan hanya berkutat dengan persoalan di dalam negeri, tapi jangkauan ekstrimnya adalah bagaimana bisa bersaing ekspor ke luar negeri. Sebab kalau hanya di dalam negeri tidak memadai dan tidak bisa berkembang, “Apakah tidak kepingin produk tekstil Indoneaia selain jagoan di kandang sendiri. Juga harus di luar negeri, biar Indonesia bisa bangga dan unjuk gigi,”tandasnya.
Bicara soal pertekstilan di Jatim ungkap Sherly lebih lanjut, kalau kondisinya masih tetap seperti sekarang ini, susah untuk bisa berkembang lebih jauh, selain UMK nya mahal jasa transportasinya juga tidak murah, padahal tidak semua bahan baku tekstil semuanya tersedia di dalam negeri tapi harus impor dari luar negeri.
Sementara di Jateng dan Jabar selain UMK tidak terlalu mencekik, SDM nya baik dan transportasinya juga bagus, jadi otomatis para pengusahanya tidak berat. Jadi kalau Jatim dunia pertekstilan dan garmen ingin maju pesat maka sebaiknya seperti yang dilakukan Jabar dan Jateng.
Berangkat dari kenyataan yang ada inilah menurut Sherly, selain sudah ada pabrik tekstil yang pindah ke Pekalongan, menyusul juga ada tiga pabrik tekstil gulung tikar atau tutup, jadi mereka sudah tidak sanggup lagi hidup di Jatim, “Makanya kalau dunia pertekstilan di Jatim masih ingin terus hidup dan eksis, maka harus ada tindakan reformasi yang nyata dalam bidang industri ini ,”pungkas,  Direktur Utama PT Ramagloria Sakti Tekstile Industri tersebut. [ma]

Tags: