UMKM Butuh Politik Hukum Integratif

30-umkmJakarta, Bhirawa
Memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pemerintah perlu membuat kebijakan yang mendukung pertumbuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Agar UMKM  memiliki daya saing, ditengah liberalisasi ekonomi dewasa ini. Mengingat UMKM Indonesia masih banyak terken dala oleh rendahnya mutu, skill, daya saing, modal, dan teknologi.
“UMKM adalah sektor penting dalam perekonomian nasional, sangat fleksibel dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun pertumbuhan UMKM ini belum mendapat perhatian yang semestinya. Padahal sektor ini kontribusinya terhadap PDB Nasional pada 2013 mencapai 57% per tahun,” ungkap polítisi Golkar Ade Komarudin dalam diskusi dan launching bukunya berjudul “Politik Hukum Integratif UMKM” di pressroom DPR RI. Hadir Ketua Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad.
Ade Komarudin menekankan, perlunya penanganan secara serius berbagai permasalahan yang masih mendera UMKM. Melalui kebijakan politik hukum yang mampu mengatur, melindungi dan mengembangkan UMKM. Dibutuhkan politik hukum integratif UMKM, agar bisa membuat mereka tetap leading di kancah ekonomi global yang liberal ini.
“Politik hukum UMKM adalah kebijakan mendasar dalam mengatur    dan mengelola sektor usaha kecil menengah, agar berkembang. Sejalan dengan sila ke 5 Pancasila   Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” cetus Ade.
Disebutkan, sejak Orde Lama, Orde Baru hingga Reformasi, telah banyak peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan untuk pembinaan UMKM.  Namun kenyataannya masih terkendala. Sebab peraturan perundangan tidak terintegrasi dan masih sektoral. Selain tidak adnya lembaga yang mampu melakukan integrasi program dan koordinasi kebijakan. Sehingga tidak efektif dalam pengembangan daya saing.
Sebagai contoh, lanjut Ade, aturan yang menyangkut pembiayaan atau permodalan bagi UMKM, tersebar di UU Koperasi, UU BUMN, dan UU PT. Aturan tersebut saling tumpang tindih dan kerap bertentangan. Ironisnya, masing masing memiliki binaan UMKM sendiri sendiri. BUMN misalnya, diberi kewenangan mengucurkan bantuan dana ke sektornya. Kementerian Koperasi juga memiliki binaan sendiri. Peraturan perundangan yang menyebar dan sektoral, mengakibat kan pembinaan UMKM menjadi parsial. Tidak terarah dengan baik, bahkan sebagian menjadi penghambat daya saing UMKM.
“Pemerintah dan DPR harus melakukan evaluasi dan pengkajian ulang terhadap seluruh peraturan perunda ngan yang ada. Peraturan daerah dan pusat yang berkaitan dengan UMKM harus diperbaiki. Eksekutif dan legisla tif harus mengkritisi semua aturan yang ada, agar bisa mengajukan amandemen atau revisi UU tersebut. Serta melakukan inisiatif terhadap RUU yang diperkirakan akan memban tu pengembangan daya saing UMKM, ” tandas Ade.
Kedepan, Indonesia harus punya sebuah arsitektur politik hukum UMKM Nasional yang terintegrasi dan tidak tumpang tindih, seru Ade. Ini penting sebagai peraturan induk (umbrella legislation) bagi peraturan perundangan. Ataupun peraturan pusat dan daerah. Badan Pembina Hukum Nasio nal (BPHN) berperan penting, untuk mengarahkan politik hukum bagi UMKM yang sesuai dengan kebutuhan.
“Perlu ada lembaga yang mampu mengkoordinasikan semua kebijakan dan implementasi aturan di lapangan yang melibatkan semua kementerian, ” papar Ade. [ira]

Keterangan Foto : Menteri Koperasi/UKM, Syarif Hasan (kedua kanan) menerima buku “Politik Hukum Integratif UMKM” karya Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR Ade Komaruddin (kanan) saat peluncurannya di Jakarta, Senin (29/9).

Rate this article!
Tags: