UN PBT Tak Bisa Jadi Dasar Pemetaan Pendidikan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Dindik Jatim, Bhirawa
Kebocoran soal Ujian Nasional (UN) yang diunggah melalui Google Drive membuat panik sejumlah daerah. Tak terkecuali panitia ujian di tingkat provinsi. Bahkan Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim sudah siap melayangkan protes jika ada ketidakseimbangan pada hasil pemetaan pendidikan nasional.
Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman menegaskan, hasil UN Paper Based Test (PBT) tidak dapat dijadikan dasar pemetaan pendidikan jika kebocoran terjadi untuk seluruh paket yang berlaku di semua provinsi. “Kalau bocor semua, itu tidak bisa jadi pemetaan pendidikan,” tegas Saiful ditemui di Kantor Dindik Jatim Jl Gentengkali 33 Surabaya, Kamis (16/4).
Menurut Saiful, jika pusat bijaksana, hasil UN PBT ini tidak perlu dijadikan pemetaan pendidikan. Meskipun tidak bocor untuk seluruh provinsi, itu tetap bisa memengaruhi rata-rata tingkat kualitas pendidikan antar provinsi. Dia mencontohkan, karena Jatim sudah melaksanakan UN dengan jujur sehingga hasil pemetaan pendidikannya lebih buruk dari provinsi lain yang ternyata terjadi kebocoran soal. “Kalau hasil pemetaannya Jatim lebih buruk dari provinsi lain yang terindikasi kebocoran, saya yang akan protes ke Mendikbud,” tegas mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini.
Saiful menegaskan, sejauh ini panitia baik di provinsi maupun kabupaten/kota telah melaksanakan seluruh tahapan UN baik PBT maupun CBT sesuai Prosedur Operasional Standar (POS) yang berlaku. Dia pun menjamin tidak ada kebocoran selama proses itu berlangsung. “Kalau ada kebocoran, itu bukan dari kita. Pasti dari luar,” kata dia.
Mantan Kepala SMKN 4 Malang ini juga menegaskan, UNĀ  tidak mungkin akan dilaksanakan ulang. Dari sisi pembiayaan, UN khusus SMA/MA/SMK saja sudah menghabiskan lebih dari Rp 18 miliar. Kalau ini sampai diulang, berarti anggaran sebelumnya sia-sia dan bisa masuk kategori kerugian negara. “Di samping itu, suasana ujian juga sudah berubah. Siswa juga yang menjadi korban,” tutur dia.
Hal ini diakuinya bisa menjadi pelajaran pemerintah pusat pada tahun mendatang. Menurut Saiful, jika fungsi UN hanya digunakan untuk pemetaan pendidikan, maka itu dapat dilakukan menggunakan sampel. Tidak harus serentak diikuti seluruh siswa dan menghabiskan banyak anggaran.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Martadi. Menurutnya, jika benar-benar kebocoran soal sampai merata di seluruh Indonesia dan diakses terbukti diunduh oleh banyak pihak, maka tentu tidak bisa dijadikan ukuran pemetaan.
“Membuktikan banyak diunduh saja tidak cukup. Karena satu file yang sudah diunduh bisa disebar lagi meskipun sekarang Google Drive sudah diblokir,” kata dia. Belum lagi jika penyebarannya melalui offline sudah dalam bentuk kunci jawaban.
Terpisah, Ketua Ombudsman RI perwakilan Jatim Agus Widyarta sejak awal telah menduga adanya bocoran kunci jawaban. Hal ini terjadi di sejumlah daerah di Jatim. “Dari tim yang memantau di daerah, temuan kita ada di Lamongan dan Ngawi,” tutur dia.
Agus menjelaskan, temuannya tersebut diduga melibatkan oknum guru yang sengaja membagikan kunci jawaban ke siswa. Modusnya sama, baik di Lamongan maupun Ngawi. “Kita memiliki rekaman untuk membuktikannya. Tapi sekarang belum kita putuskan apakah itu benar-benar kebocoran atau bukan,” tutur Agus. [tam]

Tags: