Unair Gelar Simposium Decoding the Labyrinch of Conflict

Forum Simposium PIH Unair dan AISSR, University Amsterda, Belanda bahas Gerakan Maiyah Nusantara dalam Resolusi Konflik.

Menyingkap Gerakan Maiyah Nusantara dalam Resolusi Konflik
Surabaya, Bhirawa
Menjalankan alternatif “peran” yang menyentuh aspek pengamanan dan pencegahan konflik, Gerakan Maiyah Nusantara dinilai mampu meredam gejolak yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.
Oleh karena itu, untuk mengkaji lebih dalam persoalan tersebut, Pusat Informasi dan Humas (PIH) Universitas Airlangga (Unair) gelar simposisum dengan Amsterdam Institute of Social Scince Research (AISSR) University Amsterdam, Kamis (29/11).
Dalam konteks ini, Pakar Komunikasi Politik Unair, Dr Suko Widodo mengatakan istilah Maiyah belum banyak mendapatkan sorotan dan kajian mendalam pada khazanah pergerakan sosial di Indonesia. Padahal, gerakan tersebut merupakan khazanah keilmuan baru yang laik dielaborasi lebih jauh dan mendetail sebagai sebuah tawaran resolusi konflik dengan prinsip pencegahan konflik sebagai upaya preventif.
“Corak utama aktivitisme Maiyah menawarkan adanya shifting orientasi dalam menciptakan harmoni sosial. Hal ini yang justru luput dari pihak akademisi, jurnalis hingga penentu kebijakan publik,” kata dia. Apalagi, sambung Suko Widodo, di tengah maraknya eksploitasi politik dalam narasi yang dominan saat ini manjemen atas identitas-identitas baik dari sebuah kelompok, komunitas bahkan bangsa juga berlaku di dalam Gerakan Maiyah Nusantara yang menjadi kiat urgensinya.
“Upaya resolusi konflik dengan prinsip preventif semacam ini adalah upaya yang sepi dari glorifikasi, kepahlawanan. Namun juga wajib melakukannya,” kata Suko. Sebab, kerugian material atau immaterial dari sebuah konflik terbuka memiliki harga yang sangat mahal.
Suko Widodo menjelaskan melalui simposium terbuka “Decoding the Labyrinch of Conflict menggali pembelajaran resolusi konflik pasca reformasi dari gerakan Maiyah” pihaknya bisa lebih mendalam dan membuka diri dari segi karakterisik emergence dan self-organized society.
“Maiyah sebagai ruang publik baru, mengisi dengan narasi penyeimbang pada narasi dominan yang cenderung segregatif, konstelasi meta politics dengan dekonstruksi maiyah, narasi keberagaman yang mengamankan,” pungkas dia. [ina]

Tags: