Unair Tambah Tiga Guru Besar Baru

Tiga guru besar Unair dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik akan dikukuhkan Sabtu (28/4). [adit hananta utama/bhirawa]

Tiga guru besar Unair dari Fakultas Kedokteran, Fakultas Psikologi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik akan dikukuhkan Sabtu (28/4). [adit hananta utama/bhirawa]

(Pengurusan Profesor Hanya Seminggu)
Surabaya, Bhirawa
Universitas Airlangga Surabaya akan mengukuhkan tiga guru besar, pada besok sabtu (30/4. Tiga guru besar yang akan dikukuhkan, antara lain Prof Ari Sutjahjo bidang Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran, Prof Cholichul Hadi bidang Psikologi Industri dan Organisasi
Fakultas Psikologi serta Prof Henri Subiakto bidang Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Pengkuhan guru besar ini menjadi sangat istimewa. Sebab, janji Kementrian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti) bahwa kepengurusan guru besar lebih mudah benar-benar ditepati.  Prof Ari berhasil membuktikannya. Hanya seminggu  pengajuan guru besar,
Prof Ari langsung disetujui oleh kemenristek dikti.
“Ini pertama kalinya yang berhasil membuktikan kalau kepengurusan guru besar itu mudah. Dulu memang butuh waktu lima sampai empat tahunan tanpa kejelasan yang pasti. Sekarang sudah terbukti nyata. Dalam seminggu langsung di ACC,” kata Ketua Pusat Indormasi dan  Humas Unair Suko Widodo saat mendampingi persiapan pengukuhan tiga guru besar kemarin, Kamis (28/4).
Dengan dikukuhkan tiga gubes tersebut, sejak 1954 sudah ada sebanyak 449 gubes. Sampai saat ini,  Unair memiliki guru besar aktif sebanyak 161 orang. Sedangkan guru besar purnabakti yang masih aktif membantu kegiatan perkuliahan berjumlah 15 orang. Pada saat pengukuhan nanti,
ketiga guru besar masing-masing akan menyampaikan orasi ilmiahnya.
Profesor Ari Sutjahjo akan menyampaikan orasi ilmiah yang berjudul Pengelolaan Nodul Tiroid yang dapat Diterapkan pada Keterbatasan Sarana. Ari yang lulus cumlaude Program Doktor Unair mengatakan,
“Saya merasa tidak punya karya besar,” kata Prof Ari dengan mata sembab.  Ari mengatakan, dia telah meneliti banyak yang menerapi pasien dengan gejala nudul tiroid dengan salah.
Menurutnya, tidak semua pasien dengan nudul tiroid harus dioperasi. “Hampir semua bila diagnosa menunjukkan adanya benjolan dibedah. Padahal keganasannya hanya lima persen. Tidak semua harus dioperasi. Hanya dengan obat semuanya bisa sembuh,” kata
dia. Sebanarnya, Prof Ali tidak pernah berniat mengajukan guru besar ke kemenristek dikti. Di usianya yang sudah mencapai 65 tahun, pria asli Kediri itu sudah memutuskan akan
mengambil masa pensiun dan fokus mengobati pasien di rumahnya Akan tetapi, ketika ada kabar bahwa kepengurusan gubes bisa sangat cepat. Seluruh keluarga memintanya untuk mengajukannya. Apalagi, sudah ribuan karya jurnal yang dihasilkan. Terakhir, dia sudah mendapatkan 1080 cum atau nilai total karya. Jumlah itu terbilang cukup besar dibadingkan
dengan syarat gubes yang hanya 850  cum atau nilai.
“Ini keberuntungan,” kata Profesor yang disebut dengan profesor tirodi tersebut.
Selain Prof Ari, Profesor Cholicul Hadi akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul ,Mengelola Inovasi dan Kreativitas di Organisasi dengan Menggunakan Pendekatan Interdependensi yang Berbasis Budaya Lokal’. Pada penelitiannya, Hadi mengembangkan penerapan budaya organisasi interdependensi. Yakni penerapan kembali budaya dan nilai-nilai local organisasi.
“Perubahan zaman yang cepat menuntut organisasi kembali kepada nilai-nilai lokal seperti gotong-royong dan lain sebagainya. Sebab sejak masa sentralisasi, nilai-nilai lokal ini telah diupayakan hilang,” jelas dia.
Sementara itu, Prof Henri di bidang komunikasi akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘Transformasi Teknologi Komunikasi Digital terhadap Perubahan Sosial sebagai Persoalan Aktual’.Menurut Henry, penelitiannya pada realitas teknologi informasi dan komunikasi yang
melahirkan over the top (OTT) yang menguasai bisnis komunikasi.
“OTT yang saat ini menjadi pemain bisnis komunikasi. Ada WhatsApp, Line, Skype dan sebagainya. OTT kedua adalah media sosial, facebook, twitter dan sebagainya,” katanya. Rata-rata yang menjadi OTT adalah para digital native yang lahir di tengah derasnya perkembangan
teknologi informasi dan telekomunikasi.
“Sementara kita dan pemerintah saat ini termasuk digital imigran (mereka yang lahir sebelum derasnya perkembangan teknologi informasi). Kalau tidak ada manajemen atau peraturan untuk konsep digital imigran ini maka kita akan diberdaya teknologi,” pungkas dia.[tam]

Rate this article!
Tags: