Unas sudah Berlalu

UnasMurid sekolah dasar (SD) kelas VI, baru saja menyelesaikan EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir). Menjadi kelompok terakhir peserta ujian nasional yang dibawahkan oleh Kementerian Pendidikan. Bersykur, suasananya lebih nyaman dibanding Unas tingkat SLTP dan SLTA. Karena Unas SD telah menjadi Usek (ujian sekolah), terasa lebih menenteramkan. Diantaranya disebabkan materi soal Usek dibuat oleh tim lokal tingkat kabupaten dan kota.
Dulu, Unas SD paling heboh. Karena banyak orangtua (dan guru), tidak tega, bahwa pendidikan anak baru gede itu “dieksekusi” oleh pemerintah. Seluruh materi soal Unas dibuat oleh pemerintah pusat. Ironisnya, hampir seluruh materi soal menggunakan bahasa “planet lain.” Tidak sama dengan bahasa pengajaran guru di sekolah. Berbelit-belit, sulit dipahami sampai bersifat menjebak. Bisa dipastikan, materi soal Unas SD, dulu, bukan dibuat oleh guru-guru SD.
Masih ingat kasus menyontek masal di Surabaya dan Jakarta (tahun 2011)? Seolah-olah memperhadapkan antara kejujuran dengan kelulusan. Ironisnya, kejujuran (akhlak mulia) dikalahkan. Seorang murid kelas VI di Surabaya (Alif Ahmad Maulana), beserta keluarganya, menjadi korban. Harus pindah rumah karena diusir oleh warga sekampung. Penyebabnya, orangtua Alif, melaporkan kejadian menyontek masal di sekolahnya.
Alif memang murid nomor 1, juara kelas. Terbukti hasil Unas-nya mencapai 27,95 (berarti rata-ratanya 9,32). Kecerdasan itu harus dibagikan kepada peserta Unas SD lainnya secara berantai. Jawaban soal Unas (hasil pemikiran Alif) harus dibagikan. Tujuannya, agar seluruh temannya memperoleh hasil Unas tinggi pula. Tetapi ibunya menolak ketidakjujuran itu, dan melaporkan ke Dinas Pendidikan.
Hal yang sama juga terjadi di SD kawasan Pesanggrahan, Jakarta. Dan diduga terjadi di seluruh Indonesia. Hal itu terbukti dari testimoni yang dilaporkan berbagai forum aliansi guru, di Bandung, Lampung, dan Medan. Tetapi seluruh guru pelapor ketidakjujuran Unas, malah memperoleh nasib buruk. Memperoleh sanksi dari sekolah, sampai dipecat!
Dunia pendidikan bagai tersambar petir! Ke-tidak jujur-an, dimenangkan secara sosial dan sistemik. Padahal UUD meng-amanat-kan pembentukan akhlak mulia sebagai tujuan pendidikan. UUD pasal 31 ayat (3) menyatakan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa … .”
Tetapi menyontek masal yang dikehendaki bersama (oleh orangtua murid guru, sekolah, dan Pemerintah Daerah), hanyalah ekses. Penyebab utamanya, adalah karena hasil Unas dijadikan eksekusi oleh pemerintah. Dan diselenggarakan terpusat oleh pemerintah (Kementerian). Juga, dijadikan “tiket” berburu kursi di SMP favorit. Sehingga segala cara ditempuh memperoleh hasil Unas setinggi-tingginya, tak terkecuali mengubur dalam-dalam kejujuran.
Padahal tidak terdapat undang-undang yang memerintahkan pemerintah melaksanakan Unas. Payung hukum Unas hanya tersirat samar-samar pada PP (Peraturan Pemerintah). Diantaranya diberikan tugas kepada Kemendiknas untuk menyelenggarakan sistem pendidikan yang standar. Namun mandat PP (standarisasi), sebenarnya sangat sulit diwujudkan. Walau wajib diupayakan. Perbedaan mutu pendidikan merupakan keniscayaan.
UU Sisdiknas pasal 58 ayat (1) dinyatakan, “Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.”  Maka Unas ataupun evaluasi belajar menjadi domain (hak) sekolah, bukan domain pemerintah. Masih banyak pekerjaan, selain Unas, yang lebih urgen dituntaskan Kementerian Pendidikan.
Dua tahun ini pemerintah telah menyadari kelemahan posisinya sebagai penyelenggara Unas. Sebagaimana telah dilakukan untuk Unas SD, dikembalikan kepada sekolah. Unas SD kini diselenggarakan sebagai Usek, dengan supervisi Pemda. Jika diserahi, maka Pemda (Dinas Pendidikan Propinsi maupun Kabupaten dan Kota) akan dengan senang hati menyelenggarakan Unas SMP.

                                                                                                               ———- 000 ———–

Rate this article!
Unas sudah Berlalu,5 / 5 ( 1votes )
Tags: