Unesa Kukuhkan Suyatno Sebagai Profesor Pramuka

Sejumlah anggota pramuka ikut memberi selamat dan berselfie usai pengukuhan guru besar Prof Suyatno. [adit hananta utama/bhirawa]

Sejumlah anggota pramuka ikut memberi selamat dan berselfie usai pengukuhan guru besar Prof Suyatno. [adit hananta utama/bhirawa]

(Rombak Total Kurikulum Pelajaran Bahasa Indonesia)
Surabaya, Bhirawa
Ada fakta menarik setiap kali hasil Ujian Nasional (UN) diumumkan, yakni nilai Bahasa Indonesia selalu lebih buruk diantara mata pelajaran lainnya. Bahkan jika dibandingkan dengan mapel Bahasa Inggris sekalipun. Fakta ini yang juga menarik perhatian Prof Suyatno dalam orasi ilmiahnya yang tema Melejitkan Potensi Menulis Karya Sastra bagi Anak.
Menurut Suyatno, kurikulum pembelajaran Bahasa Indonesia di SD harus dirombak total. Sebab, pada saat anak usia 7 sampai 12 tahun tidak bisa mengawali dari pengenalan kalimat, tidak bisa berawal dari pengenalan kosakata subjek, predikat, objek. “Seharusnya langsung ke penciptaan,” jelasnya.
Namun Suyatno menjelaskan, anak usia 7 tahun justru sudah bisa menciptakan karya sastra jika metodenya tepat. “Saya sudah uji coba beberapa kali, kalau metodenya tepat, anak itu tidak perlu diajari apa itu kalimat, apa itu paragraf, tapi bisa langsung membuat kalimat berparagaraf-paragraf,” tutur profesor yang juga Wakil Ketua Kwarda Jatim itu di sela pengukuhan jabatan guru besarnya di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Selasa (23/8).
Menurut Suyanto,  metode pembelajaran yang harus bertumpu kepada siswa sebagai subjek. Selama ini guru itu merasa tahu semuanya dan murid tidak tahu apa-apa. Sehingga guru pun mendikte murid, dan seolah-olah pikiran guru itu pikiran yang benar dan anak tidak punya pikiran. “Anak di usia 7 sampi 12 tahun itu sudah memiliki bekal 10 ribu kosakata. Itu yang harus didorong agar anak mengkreasikannya menjadi cerita-cerita anak atau karya-karya lain,” terangnya. 10 ribu kosakata tersebut, lanjut dia, diperoleh sejak anak lahir, diterima dari ibunya, dari teman, dan diterima dari lingkungan.
Selain Suyatno, dalam kesempatan tersebut Unesa juga mengukuhkan tiga guru besar lainnya yakni  Prof Aisyah Endah Palupi, Prof Dewie Tri Wijayati Wardoyo dan Prof Sari Edi Cahyaningrum. Empat profesor baru ini sekaligus menambah jumlah guru besar di Unesa menjadi 59 orang.
Rektor Unesa Prof Warsono mengatakan, dalam beberapa tahun belakangan ini untuk meraih gubes cukup sulit. Sebab, ada kriteria penerbitan jurnal ilmiah terakreditasi scopus. Hal tersebut menjadi kendala para doktor untuk mengajukan gubes. “Kalau dari sisi karya ilmiah, sebenarnya kita cukup banyak, tapi ketika karya ilmiah itu harus terbit di jurnal ilmiah terindeks scopus, jadi kendala,” katanya.
Untuk bisa masuk jurnal terindeks scopus, lanjut Warsono, antrinya hampir setahun. Bahkan tak jarang lebih dari satu tahun, karena naskah sudah menumpuk. Jadi harus berurutan. “Ini salah satu kendala kenapa kita banyak doktor yang masih belum bisa mengajukan guru besar meski menyandang gelar doktor cukup lama,” tuturnya.
Saat ini Unesa punya 132 doktor. Mereka terus didorong agar melakukan riset ilmiah. Kampus pun mendukung dengan memberi bantuan dana riset antara Rp 25 juta – Rp 50 juta untuk menghasilkan karya yang layak masuk jurnal internasional. Total anggaran yang disediakan tahun ini mencapai Rp 20 miliar. Menurut Warsono, idealnya Unesa memiliki 450 guru besar atau sekitar 50 persen dari total dosen. “Di indonesia belum ada. Rata-rata sekitar masih sekitar 15-25 persen. Ini hanya persoalan tradisi ilmiah yang perlu dibangun,” pungkasnya. [tam]

Tags: