Uniknya Aksesoris dari Butiran Biji Kopi dari Wonosalam

Nuri Nuryati dengan asesoris berbahan baku biji kopi yang diproduksinya. [arif yulianto]

Bermula dari Iseng, Diubah jadi Tasbih hingga Kalung dan Sudah Dipasarkan Lewat Online
Kab Jombang, Bhirawa
Ada saja kreatifitas yang menghasilkan rupiah bisa dimunculkan di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Contohnya yang dilakukan Nuri Nuryati, pemilik gerai aksesoris Koca (Kopi Cantik) dan Almira Batik yang berada di Dusun Kejambon, Desa Dapur Kejambon, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang.
Di tangan Nuri, butiran-butiran biji kopi dari Wonosalam inipun disulap menjadi berbagai aksesoris, mulai dari gelang, tasbih, anting, bros, hingga kalung. Sebelum di rangkai menjadi ronce, biji-biji kopi ini terlebih dahulu harus melewati proses rosting, pengeboran, dan lain-lain.
Perempuan kelahiran Wonosalam 38 tahun silam itu mengaku tertarik memulai usaha membuat asesoris berbahan baku biji kopi berawal dari rasa isengnya. Sebelumnya, di rumahnya, ibu 2 orang anak ini memang sudah memiliki usaha mengolah biji kopi Wonosalam menjadi bubuk kopi.
“Kan awalnya produksi bubuk kopi, terus melihat biji kopi kok unik, mencoba di bor, ternyata keras, berarti ini bisa di ronce. Ternyata setelah dironce kok cantik, tambah hari kok mengeras, berarti ini kan awet,” ujar Nuri di sela kegiatan meronce biji kopi.
Selain itu lanjut Nuri, aroma biji kopi yang dibuat aksesoris ini awet. Jika sering dipakai, aksesoris berbahan biji kopi ini sebut dia, malah awet dari segi aromanya.
“Lebih kuat aromanya, di samping itu manfaatnya juga banyak sih. Jadi aroma kopi itu kan aroma terapi, jadi ini bisa untuk aroma terapi, menenangkan. Jadi orang yang nggak ngopi, aroma terapi bisa pakai gelang, bisa pakai kalung,” ungkap Nuri.
Di samping itu kata dia, biji kopi di daerah Wonosalam, Jombang tempat kelahirannya, sangat melimpah, dan selama ini hanya sekadar diproduksi untuk bubuk kopi saja.
“Untuk mengangkat perekonomian juga. Ibu-ibu rumah tangga di sana kan banyak yang nganggur. Jadi ada keterampilan, bisa dipasarkan. Selama ini kan nggak ada aksosoris dari biji kopi (di Wonosalam),” ungkap dia.
Sejauh ini setelah memulai usaha membuat asesoris dari biji kopi 2 minggu yang lalu, Nuri sudah mampu membuat berbagai model. Dari asosoris untuk wanita maupun pria. “Kalung untuk cewek, aksesoris untuk cowok juga ada. Gelang, kalung untuk cowok juga ada. Biasanya kalau cowok itu liontinnya keris (kecil), gambar wayang, gitu,” jelas Nuri.
Untuk asoseris bagi cewek, Nuri mengaku harus menambahkan bahan-bahan lain seperti dari kayu yang juga merupakan bahan alami seperti halnya biji kopi. “Gandengannya yang alami juga, dari bahan alami, kayak ukiran kayu, ukiran bambu,” tutur Nuri.
Menurut Nuri, untuk proses pembuatan aksosoris ini sendiri, menggunakan kopi jenis Robusta dan Arabica asli Wonosalam, Jombang. Proses ‘rosting’ kopi inilah yang menentukan kualitas biji kopi yang akan dirangkai menjadi berbagai macam asesoris.
“Kita rosting, jadi nggak terlalu mentah juga nggak terlalu matang. Tengah-tengah, yang penting aromanya sudah keluar. Proses sulitnya dirosting juga,” beber dia.
Dari sekian jenis aksesoris berbahan baku biji kopi ini, jenis gelang untuk wanita dan pria, dan beberapa asosesoris wanita serta tasbih merupakan aksesoris yang banyak permintaan dari pembeli. “Pemasarannya lewat online, ternyata banyak peminatnya,” ucap Nuri.
Untuk harganya jualnya, Nuri mematok harga mulai dari Rp20 ribu hingga Rp80 ribu. Tergantung tingkat kesulitan pembuatan dan juga tergantunh banyaknya kopi dironce. Meski baru 2 minggu memulai usaha produksi asosoris berbahan baku biji kopi ini, namun saat ini kata dia, pemesannya sudah mulai banyak. Selain sudah dipasarkan lewat sistem online, aksesoris ini juga sudah mulai dikenalkan ke publik lewat sejumlah duta wisata jombang.
Nuri berharap, k dari biji kopi dari Wonosalam, Jombang yang diprodiksinya ini bisa menjadi salah satu produk ciri khas dari Kabupaten Jombang. “Juga bisa mengangkat perekonomian, terutama bagi masyarakat Wonosalam yang merupakan daerah penghasil kopi,” pungkas Nuri Nuryati. [arif yulianto]

Tags: