Universitas Brawijaya Gencar Bangun Laboratorium Komersial

Foto: ilustrasi

Malang, Bhirawa
Universitas Brawijaya (UB) Malang saat ini hingga beberapa tahun ke depan gencar membangun sejumlah laboratorium untuk mendukung usaha komersial kampus tersebut.
Rektor UB Malang Prof Muhammad Bisri, di Malang, Rabu, mengakui pembangunan yang cukup pesat di lingkungan kampus tersebut, salah satunya banyak diarahkan pada pembangunan laboritorium.
“Sekarang kami orientasinya memang ke laboratorium,” kata Bisri.
Salah satu laboratorium yang sedang dalam proses pembangunan adalah untuk Rumah Sakit (RS) Gigi dan Mulut. Tahun ini sudah dalam proses pembangunan dan diperkirakan tiga tahun ke depan tuntas serta bisa dioperasikan. Selain RS Gigi dan Mulut, katanya, UB juga fokus membangun laboratorium berbasis ecogreen untuk pengembangan tambak udang vanamei yang berlokasi di Probolinggo.
“Kami juga sedang mengkaji pembangunan laboratorium untuk grup industri kreatif di kawasan Dieng serta solar cell. Negara ini kan harus punya aset dan kami ingin menambah aset negara berupa pengembangan laboratorium ,” ujarnya lagi.
Menyinggung sumber daya manusia (SDM) yang bakal ditempatkan untuk mengelola sejumlah laboratorium tersebut, Bisri mengaku sudah siap, bahkan sangat mumpuni di bidangnya.
“Kalau untuk SDM kami tidak khawatir yang terpenting pembangunan fasilitas sarananya segera selesai dan dapat difungsikan,” katanya pula.
Selain fokus membangun sejumlah laboratorium, UB juga berupaya menjadi rujukan akselerasi hilirisasi riset melalui lembaga yang baru saja diresmikan oleh Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (Senin, 4/12), yakni Jusuf Kalla Innovation and Entrepreneurship Centre (JKIEC).
JKIEC, lanjutnya, akan menjadi pusat akselerasi hilirisasi riset ketika inovator butuh inkubasi. UB juga sudah memiliki badan inkubator untuk uji coba produk. Melalui JKIEC, para inovator akan dipandu mengakselerasi implementasi risetnya dan mempertemukan dengan perusahaan.
“JKIEC nantinya fokus menjembatani antara inovator dan perusahaan. Contohnya, Martha Tilaar yang tertarik dengan produk atsiri dari Institut Atsiri UB, namun masih kebingungan untuk menentukan produk yang sesuai,” katanya pula.
Saat ini, UB memiliki sekitar 200 produk paten, namun baru 20 persen yang menjadi produk konkret. “Target kami setiap tahun ada 10 persen yang bisa menjadi produk. Kesulitan kami adalah pada proses, seperti izin BPPOM yang membutuhkan waktu 2 tahun,” ujarnya pula. [ant]

Tags: