Upacara HSN di Kota Probolinggo Gunakan Tiga Bahasa

Upacara HSN di Pondok Pesantren Riyadlus Sholihin.

Kota Probolinggo, Bhirawa
Ribuan santri dan santriwati di Probolinggo melakukan upacara, tidak terkecuali di Pondok Pesantren Riyadlus Sholihin, Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo memperingati Hari Santri Nasional (HSN) dengan menggelar upacara, dengan memakai tiga bahasa. Para santri tidak hanya mengenakan sarung dan baju koko tetapi juga gamis ala Timur Tengah. Bahkan tak hanya pesertanya, tetapi juga petugas upacara dan tamu undangan diwajibkan mengenakan kostum ala santri tersebut.
Namun ada yang menarik dalam pelaksanaan upacara ini. Petugas upacara menggunakan tiga bahasa dalam upacara, yaitu perpaduan antara bahasa Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Seperti pada pembacaan proklamasi kemerdekaan menggunakan bahasa Inggris. Dilanjutkan dengan pembacaan proklamasi dalam bahasa Arab.
Petugas dan para santri menutupnya dengan membacakan teks proklamasi menggunakan bahasa Indonesia seperti pada umumnya. Selain pembacaan undang-undang dan pancasila, di upacara hari santri juga dibacakan ikrar jihad, resolusi jihad dan ikrar santri yang konon sudah ada sejak jaman ulama-ulama terdahulu berjuang membela tanah air.
Penggunaan tiga bahasa dalam upacara peringatan Hari Santri Nasional di ponpes ini sudah dilakukan sejak tahun 2017 yang lalu. Untuk membuktikan bahwa santri juga mampu bersaing di dunia pendidikan, dalam membangun bangsa dan Negara, hal ini diungkapkan Habib Hadi Zainal Abidin pengasuk pondok pesantren Riyadlus Sholihin.
Poin terpenting atas keluarnya RUU Pesantren maka keberadaan pondok pesantren dan Madrasah Diniyah juga akan diakui. “Kami ingin pemerintah bisa turut andil membangun generasi muda, khususnya di bidang keagamaan. Kita tahu selama ini dunia pendidikan keagamaan yakni Madrasah Diniyah berjuang secara mandiri,” harapnya.
Peringatan HSN tahun ini mengangkat isu perdamaian sebagai respon atas kondisi bangsa Indonesia yang sedang menghadapi berbagai persoalan. “Hari Santri tahun ini merupakan momentum untuk mempertegas peran santri sebagai pionir perdamaian yang berorientasi pada spirit moderasi Islam tak hanya di Indonesia namun juga internasional,” tandasnya.
Santri, kata Habib Hadi, juga ambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh karenanya ia berharap santri menjadi lambang perjuangan dalam menegakkan kebenaran, tandasnya.
Mustasyar PCNU Kabupaten Probolinggo H. Hasan Aminuddin, santri harus mengimplementasikan tema yang ada dengan mengamalkan ilmu dan budaya santri saat pulang ke halaman masing-masing. “Tetaplah menjadi seorang santri tatkala sudah selesai menimba ilmu dan pulang ke rumah masing-masing. Jadilah manusia yang mampu membuat tersenyum kedua orang tuamu,” katanya.
Hasan mengajak para santri dan segenap elemen masyarakat untuk bersyukur karena pada momentum 22 Oktober 2018 yang merupakan Hari Santri Nasional (HSN) masih diberi nikmat berupa sehat dan luang waktu sehingga bisa memberikan penghargaan kepada NU berupa HSN yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
“Semoga penghargaan ini mampu kita syiarkan kepada seluruh rakyat Indonesia sehingga bisa mewujudkan negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang bisa mencakup seluruh kebaikan perilaku penduduknya sehingga mendatangkan ampunan Allah),” harapnya.
Lebih lanjut Hasan menambahkan di dalam NKRI santri harus terus mengamalkan aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah (Aswaja) yang digariskan NU. “Maknai Resolusi Jihad itu bagian dari hubbul wathon minal iman sebagaimana KH Hasyim Asy’ari memfatwakan. Fatwa itu keluar dari ulama tatkala NKRI merdeka dan terancam masuknya kembali penjajah,” tambahnya.
Menurut Hasan, santri itu seperti paku yang dipukul sampai tidak terlihat. Begitu dia tampak dipukul lagi sehingga tidak kelihatan. Padahal paku ini adalah bagian terkuat dari sebuah bangunan. “Itulah santri yang meskipun tidak terlihat tetapi menjadi sebuah kekuatan yang besar. Inilah makna pengamalan dari akhlaqul karimah yang harus ada dalam setiap diri santri,” terangnya.
Bagi NU jelas Hasan, mempertahankan NKRI sebagai santri wajib hukumnya. “Semoga santri di Kabupaten Probolinggo diberi sehat walafiat, ilmunya manfaat dan barokah serta menjadi anak soleh dan solehah dan mampu meneruskan cita-cita kedua orang tuanya,” tambahnya.(Wap)

Tags: