Upadate Data Gakin

Angka jumlah penduduk miskin menurun, sehingga tanggungan PBI (Penerima Bantuan Iuran) BPJS juga menurun. Pe-mutakhir-an data dilakukan oleh Kementerian Sosial, berkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Serta realisasi aksi pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Di Jawa Timur, berkurangnya penduduk miskin bisa mengurangi PBI BPJS sampai sebanyak 2,3 juta peserta. Bisa mengurangi beban APBN, dan sokongan APBD.
Jaminan sosial merupakan amanat konstitusi. UUD pada pasal 34 ayat (2), memerintahkan: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Bahkan UUD di-breakdown dengan beberapa undang-udang. Diantaranya UU Nomor 40 tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
UU Sistem Jamsosnas bukan hanya jaminan kesehatan, melainkan juga memperoleh tunjangan hidup berupa biaya hidup, semacam pensiunan. Juga masih terdapat UU Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, sebagai pengejawentahan UUD pasal 34 ayat (1). Berdasar sigi Badan Pusat Statistik (BPS), per-Maret 2019, masih terdapat sekitar 9,41% rakyat miskin (lebih 25 juta jiwa) dari total penduduk sebanyak 260 juta jiwa.
Masih banyak mandatory, terutama mencegah keparahan kemiskinan. Maka mengurangi subsidi BPJS jalur PBI, bukan hal mudah. Harus dilakukan validasi, terutama tentang kriteria fakir miskin. Bukan sekedar menghitung kalori, dan keadaan bangunan rumah. Seseorang bisa menjadi miskin secara tak terduga. Misalnya, karena bencana alam. Serta, yang paling umum, disebabkan korban PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), karena perusahaan bangkrut.
Pencabutan hak-hak fakir miskin bisa mengguncang perekonomian rumahtangga. Sekaligus memperdalam ke-miskin-an. UU Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, juga meng-antisipasi “potensi khusus” penyebab kemiskinan. Pada pasal 8 yat (6), dinyatakan, “Verifikasi dan validasi … dikecualikan apabila terjadi situasi dan kondisi tertentu yang baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi seseorang menjadi fakir miskin.”
Penghapusan status miskin pada Basis Data Terpadu (BDT) Kementerian Sosial, niscaya memerlukan verifikasi dan validasi. Berdasar UU Penanganan Fakir Miskin, pasal 8 ayat (5), di-amanat-kan dilakukan setidaknya dua tahun sekali. Pada ayat (7), dinyatakan, verifikasi dan validasi dilaksanakan oleh potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan, kelurahan atau desa. Hasilnya dilaporkan kepada Bupati dan Walikota. Selanjutnya disampaikan kepada Gubernur yang meneruskan hasil validasi hingga ke Kementerian.
Ironisnya, masih terdapat 10 kabupaten dan kota tidak meng-update data PBI untuk BPJS. Serta 28 daerah lainnya juga belum melakukan pe-mutakhiran. Padahal sejak awal, pendataan gakin diduga tidak valid. Sehingga data Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS tidak tepat sasaran. Padahal selain PBI sekeluarga, gakin juga menerima KIP (Kartu Indonesia Pintar) sebagai beasiswa anak sekolah. Serta bantuan jadup (jaminan hidup) Program Keluarga Harapan (PKH).
Jawa Timur memiliki program tetap “Jatim Amanah,” yang mem-prioritaskan jaminan sosial. Berupa bantuan secara by name by address per-keluarga miskin (gakin), berpadu dengan program nasional Sistem Jaminan Sosial. Juga program pencegahan keparahan kemiskinan melalui Bantuan Keuangan Desa (BK-Desa). Pada tahun 2019, BK-Desa yang disalurkan sebesar Rp 45,64 milyar. Diberikan kepada 247 unit pemerintahan desa yang tersebar di 23 kabupaten.
Pemerintah Kabupaten dan Kota, seyogianya meng-update data keluarga miskin, untuk memperoleh hak-haknya yang dijamin konstitusi. Sistem jaminan sosial diamanatkan dalam UUD pasal 28H ayat (3). Serta diulang lagi pada pasal 34 ayat (2), sebagai pemberdayaan masyarakat. Ironis, manakala pemerintah daerah abai terhadap konstitusi.
——— 000 ———

Rate this article!
Upadate Data Gakin,5 / 5 ( 1votes )
Tags: