Upah Akhir Pandemi

foto ilustrasi

Kalkulasi upah buruh tahun 2022 akan menggunakan cara baru sesuai arahan PP 36 Tahun 2021 (turunan UU Cipta Kerja). Diperkirakan terjadi kenaikan, walau tidak besar. Perekonomian nasional sedang menggeliat seiring tren penurunan drastis pandemi. Kinerja sektor industri dan berbagai jasa mulai bangkit, layak menjadi pengharapan kesejahteraan perburuhan. Tetapi menghitung kelayakan upah pada masa pandemi, bagai menghadapi buah simalakama.

Sesuai realita perekonomian, upah buruh bisa dikalkulasi merosot. Karena pertumbuhan ekonomi merosot, dan laju inflasi sangat landai. Tetapi mem-pagu rendah upah buruh juga semakin menyusutkan daya beli. Upah buruh yang memadai diharapkan bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Terutama sektor konsumsi, dan ritel. Juga bisa menjadi “pendinginan” sosial dampak resesi global.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan, akan menjadi “panduan” pengupahan. PP mengamanatkan kebijakan penetapan upah minimum merupakan salahsatu program strategis nasional. Selanjutnya akan disusul peraturan tentang pagu upah minimum propinsi, serta UMK (Upah Minimum Kabupaten dan Kota) pada masa pandemi CoViD-19. Penggunaan PP baru menggantikan Upah buruh perlu panduan, karena bisa menjadi komoditas isu sosial.

Prinsipnya, upah buruh seyogianya tidak lebih rendah dibanding tahun 2021. Walau sebenarnya perekonomian nasional (dan daerah) dalam himpitan pertumbuhan, tergradasi resesi global. Kenaikan upah selalu ditimbang berdasar pertumbuhan ekonomi, dan laju inflasi. Berdasar data BPS (Badan Pusat Statistik), kontraksi perekonomian terjadi di seluruh Indonesia. Tetapi terdapat tiga propinsi yang tetap mencatatkan pertumbuhan positif. Juga terdapat tiga propinsi dengan penyusutan perekonomian.

Khusus Bali, sampai sekarang (2021) masih bertambah minus 2,9%. Sedangkan NTB sudah positif 5,3%. Seluruh Jawa juga telah tumbuh positif. Jawa Timur 4%, Jawa Tengah 2,56%, Jakarta 2,43%, dan Jawa Barat 0,72%. Kelima propinsi di Jawa tahun lalu “berani” menaikkan UMP (Upah Minimum Propinsi). Kenaikan upah tertinggi terjadi di Jawa Timur 5,65%, atau setara Rp 100 ribu. Sehingga UMK (Upah Minimum Kabupaten dan Kota) terendah tahun 2021 di Jawa Timur mencapai Rp 2 juta lebih.

Berdasar data BPS sampai Oktober 2021, secara nasional terjadi pertumbuhan ekonomi positif sebesar 5,29%, serta laju inflasi sebesar 1,44%. Maka dipastkan terjadi kenaikan upah buruh 2022. Walau rata-rata nasional hanya diancar-ancar sekitar 1,9% sesuai kondisi makro ekonomi nasional. Berdasar PP Nomor 36 Tahun 2021, tidak berlaku lagi pertimbangan upah berdasar sektoral. Hal itu sebagai upaya mencegah kesenjangan upah.

Selanjutnya Pengupahan akan berdasar kondisi makro ekonomi daerah, dan beban kinerja. Sehingga bisa jadi satu daerah berdekatan (misalnya Jakarta dengan kota Depok) berbeda mencolok nominal upahnya. Karena kondisi makro ekonomi yan sangat berbeda. Nilai upah minimum propinsi (UMP), dan upah minimum kabupaten dan kota (UMK), merupakan gaji pokok pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan. Sedangkan pekerja dengan masa kerja lebi dari satu tahun, wajib menyesuaikan dengan peraturan perusahaan.

Berdasar catatan Kementerian Ketenaga Kerjaan, upah terendah berlaku di Jawa Tengah, senilai Rp 1.813.011,-. UMP Jawa Tengah hanya naik sangat tipis (0,78%), di bawah ancar-ancar kenaikan nasional. Sedangkan upah tertinggi berlaku di Jakarta, senilai Rp 4.453.724,- (naik 0,85%, jauh di bawah ancar-ancar nasional). Banyak buruh (dan karyawan) di berbagai tempat kerja lebih memilih “mengalah,” asal masih bisa bekerja.

Pekerjaan profesi, tenaga kesehatan, dan guru tergolong paling terbelakang. Padahal berijazah sarjana. Pada masa pandemi, masih bisa bekerja lebih baik dibanding menjadi pengangguran.

——— 000 ———

Rate this article!
Upah Akhir Pandemi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: