Upah Buruh Pelabuhan Rp200JutaMacetdiKoperasi

Koperasi Tenaga Kerja Bongkar MuatSurabaya, Bhirawa
Perpecahan di tubuh organisasi buruh/pekerja Pelabuhan Tanjung Perak kian memanas. Selain pengesahan upah buruh yang dinilai hanya melibatkan kesepakatan satu kubu, kini dana sharing/bagi hasil selama empat bulan senilai Rp 200 juta yang terkumpul dari iuran buruh disoal keberadaannya.
“Uang itu memang kami tahan dan masih aman sesuai nominalnya,” jelas Ketua Umum Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Tanjung Perak Surabaya, Agus Riyanto, Jumat (18/3).
Diungkapkan, iuran 1% untuk kas yang dibebankan dari penghasilan buruh tiap bulan itu nilainya mencapai Rp 50 juta/bulan. Dengan kalkulasi tersebut, jatah sharing selama empat bulan terkumpul sebanyak Rp 200 juta yang masih ditandon Koperasi TKBM Tanjung Perak.
“Aturan perundang-undangan yang mengatur bagi hasil untuk dua serikat pekerja tidak ada. Makanya, kami menahan uang bagi hasil itu daripada berisiko. Jadi, sepanjang persoalan belum selesai, selama itu pula dana sharing 1 persen dari kas serikat pekerja pelabuhan tidak akan dikeluarkan,” tandas Agus sembari menunjukkan besaran upah hasil kesepakatan buruh yang sudah disahkan penetapannya.
Terkait polemik bagi hasil tersebut, Koperasi TKBM Pelabuhan Tanjung Perak telah meminta bantuan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Pemkot Surabaya. Permintaan tersebut untuk menyelesaikan perseteruan dua serikat pekerja di Pelabuhan Tanjung Perak. “Kami sudah melaporkan masalah bagi hasil yang tertahan ini ke Disnaker Surabaya. Katanya, sana (Disnaker, red) yang menghandle masalah ini,” kilah Agus.
Sebelumnya, lanjut Agus, dana sharing tersebut selalu terbagi sesuai nilai dengan prosentase bagi hasil yang sudah ditentukan hitungan dan peruntukannya. Seiring perjalanan, uang bagi hasil yang sudah 4 bulan dan distop pengucurannya sejak November 2015 itu tidak pernah lagi diterima buruh.
“Kalau dulu kan cuma ada satu (serikat pekerja, red). Jadi, masuknya sharing 1 persen juga ke satu serikat pekerja. Kalau sekarang ada dua, terpaksa kami tahan sampai nanti ada aturan jelas yang melandasi pembagian dua serikat pekerja,” ulas Agus.
Desakan bagi hasil pun terus dilancarkan seiring tawaran Koperasi TKBM untuk membagi dua dari 1% dana bagi hasil tersebut. Sayangnya, solusi itu belum juga menjadi kesepakatan bersama yang dikehendaki tanpa harus terbagi dua. “Tapi, usulan kami ini ditentang kedua belah pihak yang saling mengklaim memiliki banyak anggota dan berhak atas sharing. SPTI pun menyoal kami. Tapi, saya bilang uang itu masih ada,” aku Agus.
Persoalan sharing sebesar 1% muncul sejak dihentikan penyalurannya, November 2015 lalu. Namun, terhitung mulai Agustus, September dan Oktober 2015, dana bagi hasil tersebut hanya diterimakan kepada SPTI dengan besaran Rp 169 juta dari total Rp 338 juta seperti yang dituduhkan SPTI atas laporan dugaan penggelapan ke Polisi.
Sebagaimana diketahui, perpecahan buruh itu memunculkan saling klaim paling banyak anggota dari dua kubu serikat pekerja yang berseteru, yaitu Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (SPTI) dan Serikat Pekerja Maritim Indonesia (SPMI). Dari total 4.126 buruh yang terdata di Koperasi TKBM, SPTI mengaku, mempunyai 500 anggota yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan, SPMI mengklaim memiliki 3.000 anggota dengan legalitas dari Disnaker. “Ternyata, SPTI hanya punya 26 anggota yang terdaftar di Disnaker Surabaya,” ingat Agus. [ma]

Tags: