Upayakan Subsidi Energi Tepat Sasaran

foto ilustrasi

Marak dan melambungnya harga pangan belakangan ini, tentu menjadi suatu pekerjaan rumah (PR) yang tidak mudah bagi pemerintah dalam menyuguhkan stabilitas harga pangan termasuk harga energi akibat melonjaknya harga minyak dunia. Sehingga, mau tidak mau pemerintah harus menyiapkan kebijakan dan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) guna memenuhi pasokan minyak.

Dalam setiap kebijakan, terkait harga bahan bakar minyak memang ada suatu tantangan yang harus dihadapi karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Di sisi lain, efisiensi penting ditengah tantangan situasi global. Salah satunya, pemerintah mengambil kebijakan menahan harga energi seperti bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL), dan elpiji 3 kg. Subsidi BBM dan LPG 3 kg memang memiliki dampak positif terhadap konsumsi rumah tangga khususnya kelompok 40% pengeluaran terbawah. Sebagai gantinya, alokasi anggaran subsidi energi melonjak tajam dari Rp152,2 triliun menjadi Rp502,4 triliun, (Kontan, 29/6/2022).

Langkah pemerintah mengalokasikan dana Rp 500-an triliun untuk subsidi energi dan dana kompensasi tersebut, jelas tidak percuma. Dana tersebut, tentu sangat membantu percepatan pemulihan konsumsi rumah tangga dan menjaga stabilitas inflasi. Bayangkan kalau harga Pertalite naik menjadi harga keekonomian di Rp 14.000 per liter yang pusing bukan hanya pemilik kendaraan bermotor tapi guncangan inflasi bisa melemahkan kurs rupiah dan membuat aliran modal keluar. Dan, Indonesia bisa terjun ke resesi ekonomi.

Itu artinya, subsidi BBM memiliki fungsi yang sangat efektif ditengah ketidakpastian global, pasalnya subsidi sangat membantu konsumsi BBM sebesar 20-30 persen terhadap kelompok pendapatan menengah ke bawah. Selain itu, subsidi BBM dapat menahan laju inflasi yang dapat memberikan bantuan terhadap kebijakan pembiayaan sehingga Bank Indonesia (BI) tidak meningkatkan suku bunga. Oleh sebab itu, perbaikan data dan pendistribusian subsidi energi haruslah tepat sasaran menjadi PR yang harus diselesaikan pemerintah. Semua reformasi subsidi dengan mempertimbangkan aspek ekonomi sosial serta keberlanjutan fiskal perlu dilakukan pada momentum yang tepat.

Asri Kusuma Dewanti
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.

Rate this article!
Tags: