Upgrade Kualitas Guru Adaptif SMK

Mendikbud Muhadjir Effendy menemui awak media saat mendatangi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Rabu (7/9). [adit hananta utama]

Mendikbud Muhadjir Effendy menemui awak media saat mendatangi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Rabu (7/9). [adit hananta utama]

Surabaya, Bhirawa
Tingginya jumlah guru adaptif di SMK mendapat perhatian khusus dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Salah satunya melalui program peningkatan mutu untuk meng-upgrade kualitas guru yang jumlahnya mencapai 40 persen itu.
“Di samping dia menguasai bidang studi utama, dia juga mampu menguasai mata pelajaran lain yang bisa sesuai sehingga menjadi produktif,” tuturnya saat ditemui di sela-sela Rapat Pleno dan Konsolidasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Rabu (7/9).
Menurutnya guru adapatif SMK selama ini memiliki pengecualian agar memenuhi jam ajar. Karena setiap guru tersertifikasi memiliki beban ajar 24 jam seminggu. Dan jika tidak terpenuhi, maka uang Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak cair. “Kewajiban mengajar 24 jam itu kan undang-undang, ketika di lapangan kita pantau. Ternyata ada masalah karena banyak sekolah yang gurunya kekurangan jam, sehingga cari jam di luar. Itu tidak bagus untuk sekolah, maka perlu diadakan perubahan,” katanya.
Solusi hingga saat ini dilakukan dengan guru yang mencari jam mengajar di luar sekolah asal menyebabkan perkembangan sekolah menjadi tidak sehat. Peningkatan kualitas dengan upgrading ini merupakan upaya pihaknya untuk menyiasati agar guru tetap mengajar di satu sekolah.
“Nanti akan kami upgrade, disekolahkan lagi untuk mata pelajaran yang memang produktif sesuai keahlian yang dibutuhkan seperti guru mata pelajaran fisika bisa diupgrade untuk ambil keahlian di bidang mesin,”lanjutnya.
Dia menjelaskan, pemenuhan jam mengajar bisa didapat dari kegiatan pembimbingan, kegiatan ko-kurikuler, serta program penguatan karakter. Di dalam penguatan karakter tersebut, guru menjadi pembina. Isinya seputar aktivitas-aktivitas penguatan karakter. “Untuk linier masih tetap dipakai,” jelasnya.
Sementara itu, MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMK negeri Surabaya Bahrun mengungkapkan guru adaptif yang merupakan guru mata pelajaran terapan seperti Matematika, Kimia, Fisika jumlahnya tidak terlalu mendominasi di sekolah. Hanya saja memang guru-guru ini harus ditingkatkan kemampuannya agar bisa menjadi guru produktif yang berperan dalam praktik siswa. “Biasanya ada pelatihan yang dilakukan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Saya sebagai pembina juga memantau pengembangan pembelajaran yang dilakukan,”ujar pria yang menjabat sebagai Kepala SMKN 1 Surabaya ini.
Kesulitan guru adaptif di SMK di antaranya dalam pemenuhan 24 jam mengajar. Untuk memenuhinya guru juga harus mengajar di sekolah lain.  Dengan persyaratan mengajar di sekolah induk selama 6 jam. “Kalau seperti saya pengajar yang jurusannya sudah nggak ada ya ngajar pelajaran yang belum ada gurunya. Seperti kesenian dan kebudayaan,”ungkapnya.
Kelebihan guru adaptif juga diakui Kabid Pendidikan Kejuruan Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Hudiyono. Menurutnya hal ini berdampak pada kurangnya tenaga produktif. Sehingga kebanyakan sekolah membayar guru honorer. Padahal gaji guru honorer di kota kecil bisa hanya Rp 350.000.
“Biasanya sekolah dengan siswa kurang dari 100 anak yang pakai honorer, karena guru produktif dari profesional seperti industri biasanya mahal,”terangnya. [tam]

Rate this article!
Tags: