Ups, Awas Misintepretasi Nilai Raport

Oleh :
Abu Amar, S.Pd
Guru SMAN 1 Cerme Kabupaten Gresik, Jawa Timur

Masa akhir semester kedua/ genap persekolahan telah berakhir. Sabtu (25/6) momen mendebarkan bagi siswa terkait dengan hasil akhir dari belajarnya selama satu semester yang merupakan bagian penting dan menentukan dari hasil pembelajaran selama satu tahun pelajaran. Tentu, pertanyaan yang jamak terlontar dari siswa adalah “Apakah saya naik kelas?”, “Saya ranking berapa?”
Sebenarnya, esensi raport bukan hanya berhenti untuk menjawab 2 pertanyaan di atas. Raport punya fungsi yang sangat penting, baik bagi siswa, orang tua, guru maupun wali kelas. Raport itu sendiri merupakan salah satu pertanggungjawaban sekolah terhadap masyarakat tentang kemampuan yang telah dimiliki siswa yang berupa sekumpulan hasil penilaian.
Kegiatan penilaian dilakukan melalui pengukuran atau pengujian terhadap siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dalam suatu unit tertentu. Untuk memperoleh informasi yang akurat penilaian harus dilakukan secara sistematik dengan menggunakan prinsip penilaian.
Tercantum pada pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan).
Ketika guru membagikan raport saat itulah … teringat Ki Hajar Dewantara, tokoh dan pelopor pendidikan yang telah mendirikan sekolah Taman Siswa pada tahun 1922. Semboyan “Tut wuri handayani”, atau aslinya: ing ngarso sun tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Arti dari semboyan ini adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madyo mangun karso (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarso sun tulodo (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik).

Urgensi Raport
Raport memiliki urgensi yang tinggi bagi siswa, orang tua, guru, maupun wali kelas. Bagi siswa: untuk mengetahui kemajuan hasil belajar diri, konsep-kosep atau teori-teori yang belum dikuasai, memotivasi diri untuk belajar lebih baik, memperbaiki strategi belajar. Sayang sekali selalu masih ada orang tua yang abai untuk mengambil raport anaknya. Wali kelas tentu akan mengecek ke anak, kenapa orang tuanya tidak hadir. Dapat dibayangkan perasaan anak, jika orang tuanya tidak pernah datang mengambilkan raportnya. Jadi datang mengambilkan raport merupakan bentuk perhatian orangtua kepada pendidikan anaknya.
Bagi orang tua: Mengetahui perkembangan anaknya sehingga orang tua dapat membantu anaknya belajar, memotivasi untuk meningkatkan hasil belajar dan melengkapi fasilitas belajar di rumah. Suatu hal yang keliru jika orangtua merasa selesai dengan menitipkan anaknya ke sekolah kemudian tidak pernah datang ke sekolah untuk anaknya. Orangtua perlu silaturahim dengan guru dan sekolah, mengenal guru yang telah berjasa dengan mengajar anaknya.
Apa salahnya bertanya kabar, sedikit mengenal tentang guru, terutama wali kelas. Guru atau wali kelas akan senang sekali dengan kedatangan orang tua ke sekolah. Pada gilirannya akan timbul jalinan komunikasi untuk kemajuan anaknya. Menerima raport di sekolah bisa dijadikan momen Mengetahui kondisi anak di sekolah.
Ini merupakan hal penting orang tua mengetahui informasi tentang anaknya di sekolah, apakah sesuai perilaku anak di rumah dengan di sekolah. Karena ada anak yang sopan di rumah, menunjukkan sikap patuh di rumah, namun bisa berbeda ketika di sekolah. Jadi orang tua dapat informasi utuh dan sebenarnya, tentang anak ketika di sekolah, langsung dari pihak sekolah atau guru/wali kelasnya. Bukan hanya informasi dari teman atau orang lain yang mungkin hanya tahu sepotong-sepotong.
Urgensi nilai raport bagi guru: sebagai feedback juga penilaian digunakan guru untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan siswa dalam satu kelas. Hasil penilaian harus dapat mendorong guru agar mengajar lebih baik, dan membantu guru untuk menentukan strategi mengajar yang lebih tepat. Karena sejatinya guru berkewajiban memberi layanan pendidikan dan oengajaran yang baik bagi seganap siswa yang lengkap dengan diferensiasi potensi dan kemampuannya.
Sedangkan bagi wali kelas, melalui raport wali kelas dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan siswa dalam kelas yang diampunya wali kelas dapat menentukan strategi dalam pengelolaan kelas yang menjadi tanggung jawabnya misalnya dengan menata ulang pengaturan tempat duduk, pembagian anggota kelompok belajar dan langkah strategis lainnya untuk membantu siswa meningkatkan kompetensi siswa atau membantu mengatasi kesulitan blajar siswa yang lemah.

Hindari Misintepretasi
Yang patut menjadi pemahaman bersama adalah nilai bukanlah mengukur kemampuan penguasaan materi, akan tetapi hanya mengukur seberapa kompetitif seseorang di dalam kelompok. Tidak bisa mengukur pemahaman siswa hanya dilihat dari nilainya saja. Jika nilai bagus belum tentu anak tersebut memahami materi pembelajaran. Jika nilai anak tidak bagus belum tentu pula anak tersebut tidak menguasai materi pembelajaran. Misalnya, kita lihat saja situasi yang sering terjadi ketika ujian. Ada anak yang pandai di dalam kelas akan tetapi ketika ujian ia sedang sakit dan mendapat nilai akhir yang kurang baik.
Dalam kasus yang lain, ada anak yang tidak begitu pandai di dalam kelas, ketika ujian ia memberoleh kesempatan mencontek dan mendapatkan nilai yang baik. Lalu apakah nilai ini dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman materi pada anak. Yang patut menjadi kekhawatiran penulis adalah salah kaprah orang tua atau siswa tentang misintepretasi nilai raport. Sebenarnya, nilai atau ranking (kalau ada) dapat menyebabkan deskriminasi pada anak.
Mengapa demikian? Ketika anak mendapat nilai baik, maka pasti anak tersebut akan disebut sebagai anak yang pandai. Sebaliknya jika anak mendapat nilai yang tidak baik, maka ia akan disebut sebagai anak yang bodoh. Hal ini yang sejatinya membawa dampak pada psikologis anak. Anak sudah disebut atau diberi label pintar atau bodoh tentunya akan medapatkan perlakuan yang berbeda. Terkadang ada anak yang diberi label bodoh tadi bisa menjadi bodoh dengan arti yang sesungguhnya, hanya karena ia sudah dilabeli bodoh sehingga secara tidak langsung hal ini akan tertanam pada diri anak tersebut.
Yang jelas, nilai raport bukanlah segalanya. Yang terpenting ialah anak dapat menguasai dan memahami materi. Anak dapat menerapkan ilmu yang ia dapatkan dalam kehidupan sehari-hari yang akan membawa manfaat di masa depan yang lebih baik. Jadi, jangan pernah memberi label pintar atau bodoh pada anak hanya berdasarkan nilai raport. Sesungguhnya, anak memiliki karakteristik yang unik dengan segala kelebihan yang ia miliki.

——– *** ———

Rate this article!
Tags: