UPT Pasar Kota Batu Beri Alasan Retribusi Tinggi

Para petani buah masih suka membawa hasil panen mereka ke Pasar Besar Batu

Kota Batu, Bhirawa
Dari pendataan yang dilakukan UPT Pasar Besar Batu, ada pedagang yang tidak membayar retribusi mulai 2002 sampai sekarang. Hal ini yang mengakibatkan tagihan retribusi menjadi tinggi. Alasan ini yang diberikan UPT Pasar Besar Batu menyusul adanya keresahan dan protes pedagang pasar atas adanya retribusi bernilai jutaan Rupiah.
“Sejak tahun 2002, mereka (pedagang) tak pernah bayar retribusi. Hal inilah yang mengakibatkan jumlah retribusi yang ditagihkan menjadi banyak,” ujar Kepala UPT Pasar Besar Batu, Sri Kuntariati saat dikonfirmasi, Minggu (26/2).
Namun beberapa pedagang sayur di Kota Batu sempat dikagetkan adanya penarikan uang yang mencapai Rp 7 juta. Tarikan itu adalah piutang retribusi dari pedagang sayur Pasar Besar Batu karena tidak membayar retribusi.
Beberapa pedagang mendapat tagihan itu karena tidak berdagang dalam waktu lama. Jadi, pedagang tidak membayar retribusi setiap bulan. Padahal sesuai Perda 16 tahun 2010, setiap pedagang wajib membayar retribusi pasar .
Ada sekitar 150 pedagang yang belum membayar retribusi. Banyaknya pedagang yang memiliki tanggungan retribusi ini karena sudah menutup usahanya. Ada juga pedagang beralih berjualan di Pasar Karangploso yang lebih banyak pembeli.
“Banyak pedagang yang mengaku bangunan kurang layak. Makanya mereka beralih berjualan di tempat lain,” imbuh Kuntariati.
Sebelumnya, adanya penarikan biaya hingga jutaan Rupiah yang dilakukan UPT Pasar telah membuat para pedagang sayur di Pasar Besar Batu resah. Jika tarikan ini merupakan retribusi, tentu jumlah yang ditarik kepada pedagang ini terlalu tinggi. Untuk setiap pedagang ditarik pungutan Rp5 juta sampai Rp7 juta. Dikhawatirkan jika tarikan ini adalah pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum.
Untuk memberi tahu adanya tarikan, pelaku mengirim surat ke masing-masing rumah pedagang pemilik lapak. Di surat tersebut diberitahukan agar penerima surat segera membayar retribusi dengan jumlah yang berbeda-beda.
“Para pedagang yang menerima surat tersebut mengaku resah atas kebijakan ini. Pihaknya akan segera menemui Kepala Disperindag untuk memperjelas masalah tersebut,” ujar Ketua Paguyuban Pedagang Sayur, Hari Danah W. Apalagi, lanjut dia, ada wacana surat-surat dan SK lama milik pedagang tidak diakui lagi. Sesuai data yang ada, terdapat 700-an lebih pedagang sayur yang berjualan di Pasar Besar Batu.
“Tiga hari lalu saya dikabari sama pedagang. Kami mau saja bayar, asal ada koordinasi sejak awal. Bukan malah lebijakan sepihak seperti ini,” jelas Hari.
Menurutnya, sejak tahun 1995 kondisi pasar sayur sudah drop, sehingga banyak pedagang gulung tikar. Hal ini lantaran buruknya bangunan dan infra struktur pasar. Untuk tarikan retribusi per hari, setiap pedagang beragam, mulai Rp1000, Rp2000 dan Rp3000.
“Retribusi yang ditarik untuk buka lapak, sampah dan keamanan. Tapi, karena tidak beroperasi masak masih ditarik, apalagi dibilang akumulasi. Kebijakan seperti ini tidak malah membantu rakyat, justru semakin membebani pedagang,” tegas Hari. [nas]

Tags: