Urbanisasi Jadi Masalah dan Peluang

Agus SamiadjiOleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senor Anggota PWI Jatim

Urbanisasi atau yang terkenal dengan sebutan perpindahan penduduk dari desa ke kota khususnya ke kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung dan Denpasar Bali. Urbanisasi yang dahulu selalu menjadi masalah bagi pemerintah daerah, namun dalam situasi sekarang menjadi fenomena sendiri dalam beberapa tahun ini, justru akan menjadi peluang.
Daerah yang paling padat sebagai tujuan dari para penduduk desa ke kota adalah Surabaya dan Jakarta. Karena tanah serta mahalnya kontrakan rumah maka di kolong jembatan layang maupun di beberapa sungai yang penting menjadi perumahan sementara, tetapi terpaksa di huni bertahun-tahun. Demikian juga kota Surabaya yang pada tahun ini penduduknya sudah mencapai 3,2 juta orang termasuk penduduk musiman. Pemerintah kota Surabaya terpaksa memberi kartu penduduk khusus musiman. Penduduk musiman atau penduduk urbanisasi selalu merepotkan pemerintah daerah. Bahkan pemerintah Kota Surabaya menerjunkan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk merazia KTP. Walikota Surabaya meminta kepada para pemudik jika balik kota Surabaya jangan membawa teman atau keluarga bila belum mempunyai tujuan atau memperoleh pekerjaan. Yang dikhawatirkan di kota Surabaya akan menjadi gelandangan atau pengemis. Sebab sampai saat ini Liponsos Dinas Sosial Kota Surabaya sudah penuh penghuni.
Para gelandangan dan pengemis di jalan yang terkena razia Satpol PP ditempatkan di tempat penampungan Keputih, diberi jatah makan dan minum juga diberi ketrampilan dari Pemerintah Kota Surabaya. Diberi ketrampilan membuat kue, menjahit, memotong rambut dan lain-lain. Bila penghuni Liponsos Keputih sudah bisa berdikari akan dipulangkan ke rumahnya masing-masing agar bisa mandiri mendapatkan penghasilan.
Bagi yang mempunyai keahlian bisa berjualan goreng-gorengan, nasi pecel, nasi bungkusan. Kalau mempunyai keahlian dan modal sedikit bisa berjualan sebagai pedagang kaki lima di lahan yang sudah disediakan oleh Pemkot. Dengan adanya pedagang kaki lima di Surabaya dan di Jakarta, mereka bisa meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Selain itu, juga bisa mengurangi pengangguran dan meringankan pemerintah kota maupun pemerintah provinsi.
Tantangan Jadi Peluang
Tjipto Hariyanto dalam bukunya Urbanisasi, Mobilitas dan Perkembangan Perkotaan di Indonesia 2008, Dia menyatakan bahwa urbanisasi bukanlah semata persoalan perpindahan penduduk pedesaan ke perkotaan saja. Dikatakan, urbanisasi tidak boleh dimaknai perpindahan penduduk dari desa ke perkotaan saja.
Perpindahan penduduk ke kota hanyalah satu penyebab terjadinya urbanisasi, masih ada sejumlah penyebab lain seperti pertumbuhan alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah, perubahan status wilayah dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan. Dan gaya hidup serta ketersediaan lapangan kerja. Proses urbanisasi juga terjadi akibat kebijakan dan peraturan daerah perkotaan, terutama bidang ekonomi yang dikembangkan pemerintah kota. Fasilitas di desa yang kurang memadai, upah rendah, serta tanah di desa yang semakin tidak subur menyebabkan warga desa mencari penghidupan baru. Akibatnya, penduduk perkotaan pun semakin besar.
Menurut penulis, urbanisasi di Indonesia tersebut sangat unik dan lain dibandingkan dengan negara lainnya. Sebagai contoh pada saat momentum lebaran dan hari natal biasanya banyak penduduk kota ke desa dan membelanjakan uang sampai triliunan rupiah.
Sementara itu, menurut catatan BPS (Badan Pusat Statistik) penduduk kota setiap tahun terus meningkat. Tahun 1971 dari jumlah penduduk 119 juta jiwa ada 17,6 juta jiwa penduduk urban. Sepuluh tahun kemudian tahun 1980 urban meningkat menjadi 25,6 juta jiwa dari total penduduk sebanyak 147,5 juta. Bahkan pada tahun 2015 penduduk Indonesia sekitar 255,5 juta penduduk. Urban meningkat sekitar 136,2 juta atau sebanyak 53,3 persen.
Dengan demikian, maka urbanisasi di Indonesia perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah Jokowi – JK. Sebab urbanisasi di Indonesia menimbulkan ketimpangan sosial, karena persebaran penduduk di Jawa di di luar Jawa tidak seimbang yang ujung-ujungnya menimbulkan kesenjangan sosial serta lingkungan juga menjadi masalah. Apalagi kalau tingkat pendidikan kurang, kesadaran tentang lingkungan juga berkurang. Para urban kurang sadar, maka sangat mengkhawatirkan. Namun, beruntung pada akhir tahun ini telah turun program Dana Desa, yang tujuannya mengarahkan semua desa untuk membangun desanya sendiri dan bisa mandiri. Sehingga urbanisasi yang semula menjadi masalah akan menjadi suatu peluang besar untuk menyejahterakan rakyat di pedesaan.
Menurut penulis, pembangunan dana desa yang baru dua tahun berjalan tidaklah bisa dengan cepat desa bisa mandiri. Pembangunan di pedesaan mulai dari infrastruktur jalan memerlukan waktu lama, paling cepat memakan waktu sekitar 10 tahun. Karena itu, untuk memanfaatkan dana desa terpaksa ditangani oleh dua Kementerian yakni Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal.
Selain pembangunan infrastruktur jalan, juga membangun irigasi dan memelihara irigasi untuk melancarkan pengairan yang banyak dibutuhkan oleh para petani. Jembatan dan jalan menuju obyek wisata. Agar dana desa tepat sasaran, maka Gubernur Jatim DR. Soekarwo jauh-jauh hari mempersiapkan tenaga pendamping yang ditempatkan di seluruh desa di Jawa Timur. Tenaga pendamping tersebut yang sangat diperlukan adalah masalah pelaporan dan rencana pembangunan serta bidang administrasi keuangan dan akuntansi. Penggunaan anggaran pembangunan desa harus tepat sasaran dan laporan yang tepat pula. Karena mengelola keuangan, kalau tidak hati-hati dan sesuai dengan rencana, maka bisa berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan dan Kepolisian.
Penulis optimis dengan pembinaan dari pemerintah Provinsi Jawa Timur serta para bupati dan walikota serta instansi yang terkait, maka diharapkan pelaksanaan dana desa di Jawa Timur bisa berjalan dengan lancar dan bisa bermanfaat bagi masyarakat desa.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadi Muljono menyatakan bahwa urbanisasi adalah kendaraan berubah bagi mobilisasi sosial dan ekonomi. Karena itu, semua pemangku kepentingan harus mencari jalan dan mengambil peran positif agar urbanisasi bermakna dan menjadi berkualitas. Ada tiga hal yakni menegakkan regulasi tentang rencana tata ruang, memiliki rencana pembiayaan supaya kota bisa membiayai sendiri dan proses perencanaan urbanisasi baik. Mengarahkan urbanisasi berkualitas dan memberikan dampak positif.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat salah satu pemangku kepentingan telah melakukan regulasi tata ruang dan juga melakukan pembangunan layanan persediaan air bersih di daerah. Semoga sukses dan menjadi Desa Mandiri dan Sejahtera.

                                                                                                             ——— *** ———-

Rate this article!
Tags: