Urgensi Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

Oleh :
Asri Kusuma Dewanti
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Kasus kekerasan seksual pada anak ini ibarat gunung es, karena disinyalir masih banyak yang tidak terungkap. Kondisi ini bisa jadi karena orang tua memang menutupinya, atau minimnya pemahaman terkait penanganan hukum kasus kekerasan seksual pada anak. Logis adanya, jika kekerasan seksual dalam dunia pendidikan masih menjadi persoalan yang tidak kunjung tuntas. Melalui tulisan inilah, penulis mencoba untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam upaya mencari solusi mencegah kekerasan seksual yang masih terus marak terjadi di negeri ini.

Peran pemerintah

Banyaknya kasus kekerasan seksual di negeri ini sungguh memprihatinkan dan menjadi fenomena gunung es yang sulit tercairkan atau teruraikan. Ironisnya lagi, maraknya kasus kekerasan seksual kebanyakan terjadi di instansi berbasis keagamaan yang pada dasarnya akhlak menjadi pilar utama. Bukan hanya itu, bahkan dari beberapa kasus kekerasan seksual dilakukan oleh orang terdekat korban. Orang yang seharusnya melindungi dan memberikan kasih sayang pada anak malah melakukan kejahatan dan menjadi pelaku pada kekerasan anak itu sendiri.

Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlingdungan Anak (PPPA), jumlah anak korban kekerasan seksual sepanjang tahun 2019 hingga 2021 mengalami peningkatan. Bahkan, tahun 2021 tercatat sebagai tahun dengan jumlah kasus kekerasan seksual tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Jumlah kekerasan seksual anak pada 2019 sebanyak 6.454 kasus dan meningkat menjadi 6.980 di 2020. Selanjutnya pada 2021, jumlahnya melonjak menjadi 8.730 kasus. Dan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada sejumlah kasus kekerasan berupa perundungan dan kekerasan fisik di dunia pendidikan pada semester pertama 2022.

Berlatar belakang dari fakta tersebut, maka perlu adanya tindakan preventif dari pemerintah maupun dari diri sendiri untuk mengantisipasi kekerasan seksual yang mungkin saja bisa terjadi kapanpun dan oleh siapapun. Peran pemerintah, ulama, dan semua kita sangat penting dalam hal ini. Oleh karena itu, kami meminta agar pemerintah melalui dinas atau lembaga terkait agar intensif melakukan kampanye pencegahan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak. Itu artinya, melindungi anak-anak agar terhindar dari perilaku menyimpang dan tindak kekerasan seksual menjadi tanggung jawab kita bersama. Dibutuhkan, komitmen yang kuat dari semua stakeholder sesuai dengan tupoksi dan kewenangannya masing-masing, utamanya dalam mendukung program pencegahan pelecehan dan eksploitasi seksual pada anak di dunia maya.

Selain itu, ada baiknya selain memberikan payung hukum untuk melindungi masyarakat Indonesia dari kekerasan seksual. Pemerintah juga perlu mengambil sikap untuk mau dan mampu mencegah serta melawan kekerasan seksual pada anak. Upaya tersebut, bisa dilakukan melalui berbagai cara dengan menyemaikan nilai-nilai moral, etika, dan spiritual.

Komitmen anti kekerasan seksual

Anak merupakan mahluk yang Lemah hingga harus dilindungi lingkungan disekitarnya. Menurut Undang undang, setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, anak merupakan aset negara yang akan menjalankan kehidupan bangsa. Anak akan menjadi generasi yang meneruskan bangsa pada masa yang akan datang.

Logis jika, posisi anak inipun mendapat perlindungan dari pemerintah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi atau Permen PPKS. Langkah ini merupakan komitmen serius Kemendikbudristek dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Indonesia untuk memastikan terpenuhinya hak dasar atas pendidikan bagi seluruh warga negara.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk perwujudan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta Tujuan Pembangunan Berkelanjutan khususnya Tujuan 4 mengenai Pendidikan dan Tujuan 5 mengenai Kesetaraan Gender, dengan memastikan upaya menghentikan kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan berjalan tanpa menghambat warga negara dalam mengakses dan melanjutkan pendidikannya. Regulasi tersebut, selaras dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 1 tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan.

Itu artinya, upaya untuk memberikan perlindungan kepada anak Indonesia agar terhindar dari tindak kasus kekerasan seksual memang perlu terus diupayakan dan dilakukan oleh pemerintah dan semua pihak. Lebih jelasnya, berikut inilah beberapa kontribusi pemikiran sekaligus komitmen guna mengantisipasi tindak kekerasan seksual pada anak.

Pertama, menjalin komunikasi dan kehangatan dengan anak. Komunikasi dapat menjadi upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak. Melalui komunikasi, orang tua bisa memberikan informasi kepada anak terkait edukasi seksual. Sebaliknya, komunikasi juga dapat memberikan gambaran kepada orang tua mengenai dengan siapa anaknya berinteraksi dan apa saja yang dialami olehnya. Melaui komunikasi dua arah antara anak dan orang tua itulah sekiranya bisa menjadi ajang diskusi.

Kedua, memberikan edukasi seks pada anak. Meskipun edukasi seks masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat, hal ini dapat menjadi langkah utama dalam mencegah kekerasan seksual pada anak. Edukasi seks ini dapat memberikan pengertian bagi anak bahwa tubuhnya merupakan ranah privat yang tidak bisa disentuh oleh orang lain tanpa persetujuannya dan mereka berhak merasa tidak nyaman apabila ada orang lain yang menyentuh tubuhnya.

Ketiga, mengajarkan anak untuk membuat batasan. Batasan atau boundaries perlu dibicarakan dengan anak. Dalam konteks ini, idealnya anak perlu diajarkan untuk mengatakan tidak atau menolak secara tegas apabila ada orang lain yang ingin menyentuh tubuhnya. Anak juga perlu diajari untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan.

Demikianlah, ketiga pemikiran sekaligus komitmen guna mengantisipasi tindak kekerasan seksual pada anak. Dan, besar kemungkinan jika diaplikasikan oleh semua pihak, pemerintah dan para orang tua akan sangat membantu mencegah kekerasan seksual pada anak. Sebab, bagaimanapun juga setiap anak maupun orang tua perlu untuk lebih waspada mengenai kekerasan seksual.

——— *** ———–

Tags: