Urgensi dan Tantangan Layanan Kesehatan di Era Digital

Oleh : Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo meresmikan salah satu rumah sakit swasta di Bandung. Dalam sambutannya Presiden Jokowi menyinggung banyaknya orang Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk berobat yang mencapai hampir 2 juta orang. Dengan rincian, 1 juta orang berobat ke Malaysia, 750.000 ke Singapura, sisanya ke Jepang, Amerika Serikat, Jerman, dan lainnya. Kondis tentu berakibat banyak devisa keluar (capital out flow) mencapai 165 triliun. Makna lainnya adalah belum sepenuhnya muncul kepercayaan sebagaian masyarakat terutama kalangan atas terhadap kualitas layanan kesehatan (medis) di negeri ini. Harus diakui, saat ini dunia layanan kesehatan merupakan bagian dari mekanisme pasar dalam perekonomian global dimana ditandai dengan maraknya kompetisi dengan berbagai inovasi, kemudahan dan aspek kenyamanan serta tentu mengedepankan kualitas layanan yang serba plus. Bukti paling nyata adalah kemampuan sistem kesehatan kita dalam menghadapi pandemi Covid-19 dimana mampu keluar dari tekanan akibat pandemi, meski harus diakui banyak menelan korban tenaga kesehatan yang tidak sedikit.

Fenomena Wisata Medis
Wisata Medis (Medical Tourism) adalah suatu konsep baru di bidang medis yang diprediksi akan menjadi lifestyle dan mempunyai potensi besar. Pada dasarnya medical tourism yaitu perjalanan seseorang ke luar negeri untuk tujuan mendapatkan perawatan kesehatan baik general check up, treatment, maupun rehabilitasi. Sasaran wisata medis adalah pasien yang mencari layanan kesehatan hingga lintas negara adalah pangsa pasar utama dari konsep medical tourism. Dengan kata lain, Medical tourism adalah perjalanan seseorang ke luar negeri untuk tujuan mendapatan perawatan kesehatan baik general check up, treatment, maupun rehabilitasi. Dalam industri kesehatan, pasien akan lebih cenderung mencari pelayanaan yang aman, nyaman dan berkualitas. Pencarian pelayanan kesehatan lintas negara sudah menjadi trend saat ini. Pasien dari negara berkembang mencari pelayanan medis ke negara maju biasanya untuk mendapatkan kualiatas pelayanan yang lebih berteknologi tinggi.
Di sisi lain, adanya motivasi liburan dimana para wisatawan medis melakukan perjalanan yang didasari pada perolehan akses dan perawatan medis yang berkualitas. Saat melakukan wisata medis, mereka akan mencari perawatan dengan biaya terjangkau yang mungkin tidak didapat di domisili asalnya. Kemudian, pelaku wisata kesehatan melakukan perjalanan berdasarkan keinginannya untuk hidup sehat, dan mencegah penyakit. Tidak hanya itu, mereka juga melakukan perjalanan untuk mengurangi stres, mengelola kebiasaan gaya hidup yang buruk, dan/atau mendapat pengalaman yang berkesan. Potensi wisata medis yang dikembangkan beberapa negara untuk memikat dan meningkatkan kedatangan wisatawan memang membuat Indonesia kehilangan devisa. Meski lebih dari dua juta WNI setiap tahunnya lebih memilih berobat di luar negeri ketimbang memanfaatkan fasilitas kesehatan di Indonesia. Konsep ini memang tengah dikembangkan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kini mulai merancang wilayah Sanur sebagai lokasi pertama wisata medis. Hal itu ditunjukkan dengan membangun sebuah rumah sakit bertaraf Internasional bekerjasama dengan RS di Amerika Serikat untuk menarik wisatawan lokal.

Ketersediaan SDM Kesehatan
SDM kita saat ini akan mengahadapi persaingan dunia digital yang luar biasa, maka dari itu dibutuhkan revitalisasi dan penguatan karakter agar mampu beradaptasi, memiliki daya manusia, transformasi digital, dan tidak berhenti untuk berinovasi. Di sektor kesehatan, masih banyak pekerjaan rumah dan problem SDM tenaga kesehatan terutama dokter spesialis dan sub spesialis. Hal ini selaras dengan upaya pemerintah melakukan transformasi Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan dimana merupakan salah satu pilar transformasi sistem kesehatan yang dicanangkan Kementerian Kesehatan. Pada transformasi ini, Kementerian Kesehatan akan fokus menambah jumlah dokter, dokter spesialis-subspesialis dan dokter gigi untuk memenuhi standar kuantitas, kualitas dan distribusi tenaga kesehatan secara merata. Menurut WHO, rasio ideal antara dokter dan masyarakat adalah 1:1000 orang. Artinya satu dokter untuk melayani 1000 penduduk di satu wilayah. Sementara itu, ketersediaan dokter di Indonesia saat ini hanya 101.476 dokter, dengan jumlah populasi sekitar 273.984.400 jiwa, maka perlu ada fast track penambahan jumlah dokter untuk memenuhi rasio tenaga kesehatan. Selain itu juga mendorong percepatan penambahan dokter dilakukan dengan menambah jumlah fakultas kedokteran, memberikan bantuan pendidikan (beasiswa), adaptasi tenaga kesehatan di luar negeri serta meningkatkan produksi tenaga kesehatan.

———– *** ————-

Tags: