Urgensi Kebijakan Perencanaan Inovasi Berbasis Riset

M. Amir HTOleh:
M. Amir HT
Peneliti Kebijakan Publik Balitbang Provinsi Jatim

Dalam menyikapi berbagai kebijakan yang kadangkala tidak bersinergi dengan berbagai kebijakan lainnya, membuat para pengambil keputusan ragu-ragu menetapkan langkah pengambilan kebijakan dalam mewujudkan implementasi berbagai program di era pemerintahan baru. Dan untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang dapat memahami apa kebutuhan masyarakat juga belum bisa terwujud maksimal, karena belum berbasis pada data dan fakta, sebagai contoh implementasi kebijakan kompensasi BBM, kaum masyarakat miskin, data orang miskin dengan kreteria miskin juga tidak jelas, data orang miskin tahun 2011 jadi acuan menyisikan konflik baru di era permerintahan Jokowi-JK.
Perencanaan partisipatif selalu disuarakan sebagai model terbaik, dari hasil perencanaan bottom-up, program yang diusulkan masyarakat, dengan versus hasil perencanaan top-down, program yang diusulkan pemerintah. Namun  kedua model perencanaan tersebut sama-sama tidak memiliki basis data yang cukup kuat dan lengkap (speculative conjecture) untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang berkualitas.
Sekelumit persoalan yang dialami selama ini, dapat diselesaikan dengan pendekatan berbasis penelitian dan kajian, untuk mencari model-model kebijakan berkualitas terkait pencapaian arah pembangunan yang jelas dan terukur. Dalam konteks tersebut, telah ditetapkan pengganti UU 32 Tahun 2004, yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 219, menyatakan lembaga penunjang meliputi: (1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, (2) Badan Keuangan Daerah, (3) Badan Kepegawaian serta Pendidikan dan Pelatihan, dan (4) Badan Penelitian dan Pengembangan.
Badan-badan dimaksud diatas bertipe A yang dibentuk untuk mewadahi pelaksanaan fungsi penunjang urusan pemerintahan dengan beban kerja yang besar, disamping itu amandemen UU No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, membuka nuansa baru bagi insan-insan riset, dan lembaga riset yang ada.
Tentu hal tersebut disambut baik oleh pemerintah daerah, terutama kalangan profesi riset, kalau kebijakan ini betul-betul diwujudkan, maka tugas Badan Penelitian dan Pengembangan, semakin berat kedepan, dan saatnya sudah harus memikirkan kelembagaan litbang berbasis fungsional yang didukung oleh person-person yang mumpuni serta handal di bidangnya, tidak lagi lembaga yang dibentuk dukungan kebijakan Permendagri No.20 Tahun 2011 tentang pedoman pembentukan lembaga penelitian dan pengembangan di lingkungan pemerintahan daerah, seperti sekarang ini, yang kaya struktur, miskin fungsi.
Dengan menyikapi kegiatan selama ini, hasil-hasil rekomondasi penelitian dan kajian yang sulit diaplikasikan di tengah-tengah masyarakat, bahkan kalangan bisnismen-pun selaku pengguna hasil riset yang diharapkan tidak dapat menggunakannya, disinilah faktor dilematis insan-insan riset, karena karyanya sulit searah dengan kebijakan perencanaan dengan hasil riset yang dihasilkan, maka dengan fenomena yang ada, yang didukung kebijakan baru, selayatnya sekarang sudah merubah mandset person-person yang ada, agar dapat selaras kebutuhan masyarakat yang dilayani.
Untuk itu, agar fungsi-fungsi riset dapat berjalan maksimal, dalam mendukung kebutuhan masyarakat, maka hasil-hasil penelitian dan kajian bisa di depusi ke daerah lokus penelitian, sebagaimana harapan pemerintah saat ini, bahwa rekomondasi hasil penelitian bisa diaplikasikan, dan diharapkan juga bahwa semua perencanaan penelitian dan kajian, diharapkan memakai model sistem satu pintu yaitu di Badan Penelitian dan Pengembangan yang ada saat ini.
Sebagai perbadingan di Negara-negara yang menghargai hasil riset buat perencanaan, dapat disimak model penganggaran di Amerika Serikat yang mengacu kepada model Congressional Budget Office (CBO), permasalahan masyarakat ditangkap melalui berbagai kajian ilmiah atau berbagai penelitian terkait permasalahan yang ingin diselesaikan. Persoalan tersebut kemudian dibawa ke sebuah badan yang terdiri dari para pakar di bidangnya untuk dicarikan solusi terbaik dan kemudian diformulasikan menjadi sebuah kebijakan publik berbasis data dan ilmu pengetahuan. Dalam konteks ini, mereka memahami benar bahwa jika suatu urusan tidak diserahkan kepada ahlinya, maka tunggu waktu kehancurannya.
Di Korea, proses perencanaan dan penganggaran harus melalui saringan ketat oleh sebuah badan, National Assembly Budget Office (NABO). Badan ini terdiri atas berbagai kalangan profesional yang ahli di bidangnya. Setiap kebijakan yang ingin diimplementasikan di ruang publik harus melewati saringan lembaga ini. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah untuk memastikan bahwa setiap tetes uang yang berasal dari rakyat harus digunakan dengan tepat dan juga opini publik harus tercermin dalam setiap kebijakan publik yang di-implementasikan.
Dengan demikian data dan inovasi adalah dua hal penting yang harus dimiliki untuk menghasilkan sebuah kebijakan pembangunan yang berkualitas. Data diperlukan untuk melihat dan memetakan berbagai persoalan yang muncul di lapangan, sedangkan inovasi diperlukan untuk mencari solusi cerdas untuk menyelesaikan persoalan yang ada di-lapangan tersebut untuk mencapai target pembangunan seperti yang telah ditetapkan.
Terkait ulasan di atas, research perlu diberi tempat strategis untuk menentukan arah kebijakan daerah ke depan, tidak cukup hanya Bappeda sebagai lembaga perencana pembangunan daerah dan dinas sebagai eksekutor program-program pembangunan yang telah disepakati oleh eksekutif dan legislatif. Tanpa riset, hanya bisa menjangkau “ukuran berapa besar anggaran yang dihabiskan”. Namun, tidak akan pernah mampu mengukur seberapa besar dampak positif/negatif program pembangunan tersebut kepada masyarakat.
Oleh karena itu, Pemerintah sebaiknya memiliki tiga pilar lembaga pembangunan yang dapat kita sebut sebagai Model 3 Pilar Pembangunan, yaitu Bappeda dan Dinas yang didukung penuh oleh Badan Penelitian dan Pengembangan sebagai unsur penunjang pemerintah daerah. Badan penelitian dan pengembangan ini, akan memberikan masukan terkait kebijakan-kebijakan berbasis riset untuk Bappeda dalam proses perencanaan berdasarkan pemetaan masalah yang diperoleh dari dinas terkait di lingkup Pemerintahan daerah.

                                                      ———————— *** ————————

Tags: