Urgensi Kemandirian Masyarakat Berbudaya K3

Oleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa
Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang berlangsung sejak 12 Januari lalu akan segera berakhir pada 12 Februari mendatang. Segenap stakeholders yang terkait dengan implementasi K3 akan diuji konsistensi dan kesungguhannya dalam pelaksanaan K3 setelah Bulan K3 berakhir. Kita tentu berharap bahwa kemeriahan dan totalitas untuk mewujudkan K3 di lingkungan kerja bukan hanya terlihat saat Bulan K3 saja, tetapi memang sudah menjadi budaya di lingkungan kerja masing masing.
Dalam memeriahkan Bulan K3, berbagai pihak berlomba unjuk diri dalam menggelorakan Bulan K3 melalui beragam acara mulai dari acara seremonial, pemberian penghargaan K3 bagi perusahaan, sosialisasi dan penyuluhan K3, diskusi dan seminar hingga penghargaan bagi kepala daerah yang dinilai berhasil sebagai pembina K3 dan sebagainya. Semua kegiatan yang begitu semarak dalam masa Bulan K3 ini tentu bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan serta menjamin perlindungan pada setiap kegiatan industri.
Dengan digelarnya berbagai kegiatan pada bulan K3 2020 diharapkan akan mampu meningkatkan partisipasi semua pihak baik kalangan industri maupun masyarakat dalam upaya mewujudkan pada setiap kegiatan baik formal maupun informal sehingga pada akhirnya diharapkan mampu mewujudkan SDM yang unggul dan berdaya saing. Dengan peningkatan jumlah perusahaan yang menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) maka jumlah perusahaan yang mengalami kecelakaan menjadi nihil sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja.
Menumbuhkan Kemandirian
Angka kecelakaan kerja memang cenderung menunjukkan tren penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun demikian masih perlu terus usaha bersama untuk menumbuhkan kesadaran berperilaku selamat dan sehat yang tidak hanya diberlakukan pada pekerjaan formal dalam sebuah badan usaha atau perusahaan namun juga pada pekerjaan sektor informal.
Perlu peran dan dukungan seluruh pihak baik manajemen perusahaan maupun pekerja dan masyarakat untuk berupaya melakukan pencegahan guna meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja. Dari data kecelakaan kerja yang ada, di dalamnya terdapat angka kejadian kecelakaan lalu lintas yang jumlahnya terbilang cukup tinggi. Dengan demikian, pekerja juga harus diedukasi agar budaya K3 tersebut bukan hanya selama di lingkungan kerja namun juga saat perjalanan menuju maupun meninggalkan tempat kerja (safety riding).
Menumbuhkan budaya K3 (safety culture) menjadi penting untuk diperhatikan guna meminimalkan risiko cedera dan terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan tindakan/perilaku berbahaya yang saat ini masih menjadi mendominasi. Data kecelakaan kerja yang tercatat selama ini masih banyak dalam lingkup pekerjaan formal pada perusahaan. Masih banyak pekerja sektor informal yang hingga saat ini belum mendapatkan perhatian atas keselamatannya dalam bekerja, seperti pedagang (UMKM), petani, peternak, tukang tambal ban, tukang las, tukang ojek. Saatnya kita menggairahkan kembali kampanye bersama untuk berperilaku selamat, karena orang lain dan masyarakat di sekitar kita juga membutuhkan keselamatan.
Tema bulan K3 yang diusung tahun ini yakni ‘Optimalisasi Kemandirian Masyarakat Berbudaya K3 pada Era Revolusi Industry 4.0 Berbasis Teknologi Informasi’ sangat tepat dan strategis untuk mendorong semua pihak agar berpartisipasi aktif dalam membudayakan K3, baik di tempat kerja maupun tempat tinggal. Selain itu diharapkan seluruh masyarakat bisa terlibat dalam kegiatan ini, agar dapat mengikuti dengan sungguh-sungguh dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehar-hari.
Kita tentu berharap penerapan K3 secara mandiri dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. karena kegiatan ini secara tidak langsung telah membantu pemerintah dalam meningkatkan kewaspadaan, keamanan, keselamatan serta perlindungan kepada masyarakat. Membangun budaya K3 di tempat kerja tidak boleh berhenti. Berbagai upaya dan pendekatan perlu dilakukan untuk menekan jumlah kecelakaan dan penyakit akibat kerja sekaligus bisa menjadikan K3 sebagai budaya kerja. Budaya K3 dapat diimplementasikan dimana saja, entah itu perusahaan berskala internasional, lokal maupun pekerja rumahan. Singkatnya, semangat menjaga keselamatan dan kesehatan pekerja harus menjadi perhatian kita semua.
Safety culture atau budaya K3 yaitu sikap yang mengutamakan nilai-niai kesehatan dan keselamatan kerja ditandai dengan dipatuhinya kebijakan atau peraturan yang berlaku oleh semua anggota organisasi. Kunci utama untuk dapat menumbuhkan dan menerapkan budaya K3 adalah komitmen dari top manajemen karena hal ini akan berpengaruh pada pembuatan kebijakan atau peraturan ditempat kerja yang akan menjadi acuan atau arahan bagi pekerja dalam bekerja.
Kesungguhan Berubah
Kita acap membandingkan, mengapa di Jepang atau Singapura kedisiplinan dalam berbagai hal termasuk dalam hal budaya K3 bisa begitu mudah diterapkan? Tapi, kenapa di bangsa Indonesia ini kita belum bisa membudayakannya? Kecelakaan (kerja) masih terjadi. Bahkan yang sederhana, seperti tempat kerja atau lingkungan yang bersih dan rapi, belum dapat dilihat dan dirasakan secara umum. Padahal K3 merupakan keharusan. Pertanyaan selanjutnya, apakah manusianya yang berbeda? Atau sistemnya belum berjalan? Bisakah kita setara bahkan lebih baik pengelolaan K3 dibanding negara lain ? Bisakah membangun budaya keselamatan? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu bisa jadi sering kali jadi pembahasan di ajang diskusi dan seminar seminar.
Di Jepang, sebelum tahun 1960-an, tren kecelakaan tinggi. Sejak tahun 1973, tingkat kecelakaan industri yang berakibat fatal dan hilangnya hari kerja lebih dari 4 hari menunjukan tren menurun hingga sekarang. Keberhasilan mengurangi angka kecelakaan tersebut tentunya hasil dari upaya perbaikan dalam hal K3 yang dapat Kita lihat baik di dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan. Apa yang membuat Jepang bisa seperti itu? K3 sudah menjadi budaya dalam keseharian seluruh pemangku kepentingan. Implementasi K3 tidak lagi pendekatan keharusan, tapi pendekatan sukarela melalui partisipasi para pengusaha dan para pekerja.
Di Inggris, khususnya industri pertambangan batubara, tahun 1995 tren kecelakaan sangat buruk, dari tidak pernah terjadi kecelakaaan berakibat meninggal selama 7 tahun, sampai pada posisi 7 orang meninggal pada periode 2006 – 2009 diiringi dengan tingkat insiden serius meningkat. Inggris berupaya memperbaiki kinerja K3 melalui pendekatan budaya. Model budaya K3 telah dikembangkan di industri pertambangan di Inggris untuk menilai tingkat pemenuhan dan keefektifan implementasi K3 berbasis sistem manajemen.
Berkaca dari pengalaman pengalaman negara negara di dunia tersebut, maka menjadi tugas kita bersama untuk membangun budaya K3 dalam upaya melindungi para pekerja/warga negara dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, amanah membangun negara ini sejajar bahkan lebih baik lagi dibanding negara lain sebagai negara yang menjungjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia melalui praktik K3 di berbagai bidang.
Tantangan K3 di Era 4.0
Hari ini kita tengah memasuki era yang biasa disebut sebagai revolusi industri keempat atau yang lebih dikenal dengan istilah Industri 4.0. Era ini banyak ditandai dengan meluasnya jaringan cyber yang secara fisik didukung oleh beragam kemajuan teknologi digital. Revolusi industri 4.0 sangat mempengaruhi dunia bisnis. Bahkan, revolusi ini berdampak pada semua aspek kehidupan manusia, termasuk pada bdang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Bahwa dengan adanya Revolusi Industri 4.0, tentu akan menuntut adanya perubahan dalam penerapan K3 yang dulunya secara konvensional beralih lebih modern. Tentunya K3 pada era sekarang harus dapat disesuaikan dengan teknologi informasi dan komunikasi, pengetahuan, dan juga aplikasi digital karena itu adalah tuntutan zaman. Dengan adanya otomatisasi ini, peluang bagi peneraapan K3 akan jauh lebih advance. Otomatisasi sebagai nyawa dari Industri 4.0 ini juga akan sangat berpengaruh bagi K3. Seperti pencatatan informasi atau data hasil analisis observasi K3 yang realtime, sehingga permasalahan dapat segera teratasi. Selain itu, dengan adanya otomatisasi penyesuaian, stasiun kerja akan jauh lebih ergonomis karena lebih cepat mengatasi permasalahan dengan tools yang ada.
Industri 4.0 memang masih belum banyak diterapkan di Indonesia, khususnya untuk bidang K3. Namun, pemerintah dituntut untuk segera menyesuaikan perubahan melalui peraturan perundangan atau regulasi yang adaktif dan kolaboratif di bidang K3 agar tidak menjadi hambatan. Sebaliknya, dapat menjadi pendorong bagi kemajuan industri dan ekonomi di Indonesia.
——– *** ———

Tags: