Urgensi Pemenuhan Hak Sipil Anak

Dr Andriyanto SH MKes

Oleh :
Andriyanto
Kepala Dinas P3A dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur

Hadirnya seorang anak di dalam keluarga menjadi harapan orangtua dan karunia tak terhingga dari Tuhan Yang Mahaesa. Anak juga menjadi investasi, aset dan penerus cita-cita bangsa yang harus kita lindungi. Hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi, perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi tetap harus terus terjaga keutuhannya.

Negara bersama pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup anak seutuhnya. Anak dari sisi perkembangan fisik dan psikis manusia merupakan pribadi yang lemah, belum dewasa dan masih membutuhkan pengasuhan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah anak harus mendapatkan haknya yang paling mendasar yakni hak sipil dengan mendapatkan pencatatan kelahirannya.

Anak sebagai Aset Bangsa

Berdasarkan Konvensi Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November 1989 dan diratifikasi Indonesia ada tahun 1990, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1 juga menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Undang-undang tersebut merupakan bentuk dari hasil ratifikasi Convention on the Rights of the Child (CRC). Konvensi ini merupakan instrumen internasional di bidang hak asasi manusia dengan cakupan hak yang paling komprehensif. CRC terdiri dari 54 pasal yang hingga saat ini dikenal sebagai satu-satunya konvensi di bidang Hak Asasi Manusia khususnya bagi anak-anak yang mencakup baik hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Lingkungan yang kondusif untuk anak nampaknya masih jauh dari harapan. Merebaknya berbagai masalah perlindungan anak telah memprihatinkan kita semua. Keluarga sebagai institusi utama dalam perlindungan anak ternyata belum sepenuhnya mampu menjalankan peranannya dengan baik. Kasus perceraian, disharmoni keluarga, perilaku ayah atau ibu yang salah, keluarga miskin sampai kepada upaya pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak dalam berbagai permasalahan lainnya menjadi salah satu pemicu terabaikannya hak-hak anak dalam keluarga. Sedangkan anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga negara berkewajiban memenuhi hak setiap anak tersebut.

Dengan melihat anak sebagai aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Anak merupakan salah satu modal utama sumber daya manusia, jika dipenuhi semua kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan kebutuhan sosial ekonomi lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini akan membentuk anak tumbuh menjadi manusia berkualitas. Sebaliknya jika kebutuhan anak tidak terpenuhi, dikhawatirkan akan menurunkan kualitas hidup anak atau sebagian dari mereka akan menimbulkan masalah bagi keluarga, masyarakat maupun negara.

Dalam perspektif CRC, negara harus memberikan pemenuhan hak dasar kepada setiap anak, dan terjaminnya perlindungan atas keberlangsungan, tumbuh kembang anak misalnya dibidang kesehatan dan pendidikan termasuk hak atas nama dan kewarganegaraan. Hak atas nama dan kewarganegaraan merupakan hak dasar yang melekat pada setiap anak yang wajib diberikan negara. Identitas anak diberikan segera setelah anak itu lahir secara gratis. Negara wajib memberikan identitas anak sebagai bentuk pengakuan dan bukti hukum bahwa seseorang itu ada serta untuk mengenalinya diperlukan nama. Sementara kewarganegaraan merupakan alat bukti hukum bahwa seseorang adalah warga negara yang akan terkait dengan status, perlindungan dan hak serta kewajiban anak yang bersangkutan.

Akte Kelahiran, Identitas Anak

Kepemilikan akte kelahiran juga merupakan salah satu bukti telah terpenuhinya hak memiliki identitas sebagai anak. Pasal 9 konvensi PBB mengenai hak-hak anak menentukan bahwa semua anak harus didaftarkan segera setelah kelahirannya dan juga harus mempunyai nama serta kewarganegaraan. Konvensi ini menghimbau agar dilaksanakan pendaftaran kelahiran gratis bagi semua anak dan merupakan tujuan yang dapat dicapai oleh semua negara. Konvensi itu diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990. Namun sampai saat ini masih ada anak Indonesia yang identitasnya tidak atau belum tercatat dalam akta kelahiran, sehingga secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara.

Dengan ketiadaan kepemilikan akta kelahiran ini, menyebabkan ketidakjelasan identitas anak, yang akan membawa sejumlah implikasi seperti diskriminasi, tidak memiliki akses terhadap pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan, rawan menjadi korban perdagangan manusia, mudah dijadikan pekerja anak, rawan menjadi korban kejahatan seksual, dan lain-lain. Rendahnya kepemilikan akte menunjukkan kepedulian tentang hak anak oleh orang tua dan pemerintah perlu ditingkatkan.

Beban tugas kepada pemerintah tidaklah mudah dan harus melibatkan semua pihak oleh karenanya harus ada kerjasama dan koordinasi yang sinergi untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang terbaik bagi anak-anak di Indonesia. Fakta ini menunjukkan bahwa upaya penanganan perlindungan anak melalui percepatan kepemilikan akta kelahiran bersifat multi-sektoral dan memerlukan partisipasi dan koordinasi antar satuan kerja pemerintah baik pusat maupun daerah.

Kinerja Dinas Dukcapil

Sejatinya, Direktorat Dukcapil Kemendagri sudah menjadikan cakupan pemberian Akte Kelahiran Anak sebagai kinerja Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota. Bahkan juga mengatur tentang pelayanan terintegrasi, dimana ketika seorang anak lahir akan mendapatkan layanan kependudukan dengan didapatkannya akte kelahiran, Kartu Identitas Anak, dan Kartu Keluarga baru yang didalamnya sudah tercantum NIK dan Nama Anak tersebut. Meskipun, masih ada beberapa keluarga yang kurang memahami esensi manfaat akte kelahiran dan hak sipil anaknya.
.
Ada beberapa alasan bagi orang tua yang mempengaruhi cakupan pencatatan kelahiran. Alasan yang paling banyak adalah tidak adanya biaya untuk mengurus akte kelahiran padahal Pemerintah telah menggratiskan biaya kepengurusan dengan menetapkan biaya pembuatan akta kelahiran secara gratis . Sementara itu terungkap bahwa ada orang tua yang tidak tahu cara mengurus akte kelahiran atau tidak tahu jika kelahiran anaknya harus dicatat. Faktor lain yang juga menjadi alasan tidak terurusnya akte kelahiran adalah karena status anak yang berada tidak di pernikahan yang sah atau juga di luar pernikahan. Padahal sudah ada mekanisme pencatatan untuk anak yang berada di pernikahan siri, atau juga diluar pernikahan. Akan tetapi, masih saja ada orangtua yang enggan mengurus akte kelahirannya.
.
Cukup memprihatinkan memang jika melihat kondisi pencatatan hak sipil anak saat ini, ternyata masih ada orang tua yang tidak menganggap penting keabsahan anaknya, padahal pembuatan akta kelahiran bagi anak adalah sebuah kewajiban para orang tua karena akta kelahiran selain dapat berfungsi sebagai identitas anak, administrasi kependudukan (KTP, KK) juga dapat berfungsi untuk pengurusan sekolah, pendaftaran pernikahan di KUA, mencari pekerjaan yang layak, sebagai persyaratan pembuatan paspor, dapat untuk mengurus hak ahli waris, pengurusan asuransi, tunjangan keluarga, mengurus hak dana pensiun dan yang terpenting bagi umat muslim di Indonesia sebagai syarat untuk pengurusan pelaksanakan ibadah haji dan lain sebagainya.

Karena begitu pentingnya pencatatan hak sipil bagi anak, sesungguhnya Pemerintah Daerah melalui Dinas Dukcapilnya terus melakukan upaya dan sosialisasi secara efektif kepada masyarakat, serta menginformasikan prosedur dan apa saja syarat-syarat yang dibutuhan sehingga hak sipil anak dapat terpenuhi. Bahkan dilakukan jemput bola dengan bekerja sama dengan Rumah Sakit, Ikatan Bidan Indonesia, dan lain-lainnya. Dalam kepengurusannya pun di masa pandemi ini, beberapa Dinas Dukcapil melakukan pelayanan secara online, bahkan hasilnya diantar langsung ke rumah.

Untuk itu memang kolaborasi dan sinergi semua pihak harus selalu terjalin. Pemerintah tidak bisa berdiri sendiri, harus didukung oleh masyarakat, lembaga masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha, media, dan lain-lain. Mudah-mudahan persoalan hak sipil Anak sebagai Penerus cita-cita bangsa semuanya teratasi dan terus terjaga.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: