Urgensi Pendidikan Anti Kekerasan

Oleh :
Masyhud
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.

Kasus penganiayaan yang berujung tewasnya santri pondok pesantren (Ponpes) Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Telah menyisakan duka dan keprihatinan kolektif publik, pasalnya kekerasan yang dilakukan di lingkungan satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik. Oleh sebab itulah, berbagai upaya pencegahan atau mitigasi sebagai bentuk antisipasi meski segera dilakukan agar kejadian serupa tidak berulang kembali.

Kekerasan di Lembaga Pendidikan
Kemunculan kasus kekerasan di lembaga pendidikan agama seperti yang terjadi di Ponpes Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur yang berujung pada meninggalnya santri bernama AM (17) yang wafat pada 22 Agustus 2022 lalu, memang sebuah insiden yang sangat disayangkan. Mestinya, kekerasan dalam bentuk apapun dan dimanapun tidak dibenarkan. Norma agama dan peraturan perundang-undangan jelas melarangnya.
Untuk itu, membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan meski dilakukan oleh pihak pengelola sekolah berinap atau pondok, antara lain dengan melakukan kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan. Singkat kata, pihak pengelola sekolah wajib menjamin keamanan, keselamatan dan memberikan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan, dan wajib segera melaporkan kepada orangtua dan wali ketika ada tindak kekerasan yang terjadi pada peserta didik.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dengan kenyataan dan problem sosial yang terjadi. Bila hal ini dilakukan,sudah tentu para peserta didik yang dihasilkan dari pendidikan akan gagap menghadapi kehidupannya sendiri. Bahkan, proses pendidikan seakan menjadi tidak berarti. Oleh karena itu, konsep Problem Possing Education dalam pendidikan membebaskan yang diterapkan meski perlu tersajikan agar sebuah pendidikan yang dikonsep berpotensi mampu menghadapi masalah yang terjadi dan selebihnya agar anak didik mampu menghadapi realitas sosial.
Adapun tindakan pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan yaitu, menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindakan kekerasan. Pasalnya, kekerasan dalam bentuk apa pun dan di manapun tidak dibenarkan. Norma agama dan peraturan perundang-undangan jelas melarangnya. Sehingga, besar harapan Rancangan Peraturan Menteri Agama tentang Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan mudah-mudahan tidak dalam waktu lama dapat segera disahkan.
Tindakan pecegahan meski dilakukan di lembaga pendidikan, pasalnya lembaga pendidikan bukan sekadar tempat untuk menuntut ilmu, melainkan pula untuk menanamkan karakter pada anak didiknya. Pendidikan karakter menjadi penting untuk ditanamkan mengingat orang yang berilmu tanpa berkarakter adalah sumber malapetaka dan kerusakan di negara kita.
Selain itu, ideal adanya jika semua lembaga pendidikan agama dan keagamaan, dapat melakukan langkah-langkah penyadaran dan pencegahan tindak kekerasan sejak dini. Salah satunya, melalui edukasi kepada semua pihak diperlukan, pengasuh dan pengola guna meningkatkan pengawasan dan pembinaan, agar tindak kekerasan tidak terulang lagi.

Mitigasi kekerasan di Lembaga Pendidikan
Maraknya kekerasan fisik yang muncul ke publik di lingkungan satuan pendidikan, termasuk di sekolah-sekolah dibawah Kementerian Agama sungguh menyisakan duka dan lara tersendiri bagi korban dan publik pada umumnya. Wajar adanya, jika berbagai solusi sebagai langkah antisipasi dan mitigasi perlu disungguhkan oleh semua pengelola pondok pesantren yang ada di negeri ini.
Langkah konkretnya, semua lembaga pendidikan agama dan keagamaan, dapat melakukan langkah-langkah penyadaran dan pencegahan tindak kekerasan sejak dini . salah satunya, dengan memberikan edukasi kepada semua pihak. Termasuk terpahami oleh pengasuh dan pengola sekaligus sebagai bentuk upaya meningkatkan pengawasan dan pembinaan, agar tindak kekerasan tidak terulang lagi. Detailnya, berikut inilah, beberapa bentuk gagasan dari penulis terkait langkah antisipasi atau mitigasi dalam mencegah terjadinya kekerasan di lembaga pendidikan yang disuguhkan sebagai langkah membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan.
Pertama, penerapan pengasuhan alternatif yang layak dan ramah anak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2017 tentang Pengasuhan anak. Untuk itu, pemerintah mesti harus memastikan bahwa peraturan-peraturan tersebut diterapkan di pondok-pondok pesantren.
Kedua, menghadirkan sistem pengawasan yang ketat dan Ponpes mesti perlu dievaluasi, karena manajemen ponpes umumnya memanfaatkan santri senior untuk melakukan pengawasan rutin. Apalagi ketika jumlah santrinya sangat banyak, tidak hanya ratusan, bisa ribuan maka seoptimal mungkin evaluasi sistem pengawasan dalam sebuah Ponpes mutlak perlu dilakukan.
Ketiga, mendorong Kementerian Agama untuk segera membuat regulasi selevel Peraturan Menteri Agama terkait pencegahan dan penanggulang tindak kekerasan di lingkungan Madrasah dan pondok pesantren. Semua itu, sebagai wujud pemberian upaya perlindungan bagi anak yang dimulai dengan membangun sistem pencegahan.
Keempat, perlu dihadirkan upaya edukasi kepada semua pihak. Termasuk pada masyarakat, agar partisipasi masyarakat dalam memberikan pengawasan bisa menekan terjadinya kekerasan. Begitu halnya, dengan pola pengasuh dan pengola perlu meningkatkan pengawasan dan pembinaan, agar tindak kekerasan tidak terulang lagi.
Merujuk dari keempat gagasan dari penulis di atas, besar kemungkinan jika teraplikasikan secara maksimal maka besar kemungkinan akan membantu memberikan kontribusi dalam menekan terjadinya kekerasan yang berpotensi terjadi di lingkungan pendidikan Ponpes. Yang selebihnya, mampu menciptakan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan.

———— *** ————

Rate this article!
Tags: