Urgensi Pendidikan Mitigasi Kebencanaan

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair 

Sepanjang tahun 2018 tercatat sudah ribuan bencana dilaporkan terjadi di sejumlah di Indonesia. Selain menimbulkan banyak korban jiwa juga berdampak parah pada infrastruktur dan menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat secara luas. Tanpa mengecilkan makna bencana, setidaknya ada tiga bencana yang berskala besar dan masif yang melanda beberapa wilayah antara lain tsunami Selat Sunda di wilayah Banten dan Lampung dengan jumlah korban tewas telah mencapai 430 orang, 1.495 luka-luka, 159 orang hilang dan 21.991 orang mengungsi. Sebelumnya terjadi gempa dahsyat disertai tsunami di Palu dan Donggala yang menewaskan lebih dari 2.000 jiwa serta gempa di Lombok yang menimbulkan korban 564 jiwa. Dari berbagai fenomena bencana tersebut masyarakat dibekali pemahaman tentang kebencanaan, salah satunya adalah melalui pendidikan mitigasi bencana.
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya. Resiko bencana di suatu wilayah dapat dihitung berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan dan kapasitas wilayah.
Terdapat beberapa upaya untuk meminimalisir dampak bencana antara lain : melakukan relokasi penduduk dari daerah rawan bencana, misal memindahkan penduduk yang berada dipinggir tebing yang mudah longsor atau menghindari sepanjang pantai dalam radius tertentu, melakukan penguatan dan mendorong berbagai pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi penduduk di sebuah daerah. Pengkondisian rumah atau sarana umum yang tanggap bencana. Upaya mendesain bangunan rumah, gedung, kantor dan lain-lain yang relatif lebih kuat jika dilanda gempa serta mendorong penciptaan dan penyebaran kearifan lokal tentang kebencanaan. Mengapa mitigasi bencana kini sangat fundamental dan bersifat mendesak?
Setidaknya ada beberapa argumen dasar yaitu : pertama, secara fisosofi terjadinya bencana pastilah menimbulkan gangguan, ketidaknyamanan dan menjurus pada situasi chaos dimana bencana erat kaitannya dengan ancaman kesehatan, keselamatan bahkan nyawa seseorang dan masyarakat secara luas. Salah satu karakterisitik bencana adalah bersifat kemassalan, tak peduli tempat dan sewaktu-waktu muncul dan tanpa memandang kasta sosial dan status ekonomi siapapun. Berdasarkan data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) merilis bahwa masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah rawan bencana, ada 150 juta penduduk yang terpapar oleh ancaman bencana gempa, 60 juta banjir, 40 juta longsor, 4 juta ancaman badai tsunami dan, 1,1 juta tinggal di daerah rawan ancaman erupsi.
Kedua, secara geografis dan geologis wilayah Indonesia adalah rawan bencana maka pendidikan sejak dini atas bencana menjadi salah satu prioritas yang wajib dan urgen diajarkan pada anak didik di bangku sekolah. Peran sekolah menjadi titik awal pendidikan kebencanaan (disaster education) dalam upaya memberikan pengetahuan dan pemahaman sejak dini termasuk simulasi bencana, praktik evakuasi, penanganan psikis dan persiapan apa saja yang dibutuhkan bila bencana benar-benar terjadi. Pembelajaran berbasis kearifan lokal dapat dilaksanakan melalui pendekatan kurikulum pendidikan bencana dengan mengidentifikasi kearifan lokal dalam mitigasi bencana dan mengintegrasikan dalam pembelajaran.
Sejak usia dini anak didekatkan dengan bencana dan menjaga serta memperlakukan lingkungan dengan baik, maka akan membentuk anak yang tangguh dalam menghadapi bencana dan mencintai lingkungan untuk kehidupan yang berkelanjutan. Terlebih tantangan kedepan terhadap resiko bencana kian besar mengingat setiap tahunnya kejadian bencana terus meningkat sehingga menjadi keniscayaan bahwa pendidikan mitigasi bencana terus dilakukan diberbagai lini dan aspek kehidupan masyarakat. Ketiga, secara nasional sudah sepatutnya konsep pembangunan yang dikembangkan tetap memprioritaskan pembangunan berwawasan kebencanaan sehingga dapat meminimalisir dampak kerugian maupun dampak lain yang justru mengurangi esensi dari pembangunan.
Dalam konteks politik kekinian sudah saatnya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden mendatang harus mampu mengelola potensi dan resiko bencana di tanah air sekaligus meyakinkan pemilih bagaimana misi, strategi dan desain para calon terhadap keberadaan dan ancaman bencana kedepan. Selain dibutuhkan secara mutlak strategi kolaborasi antar berbagai lini dan semua pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat sebagai subyek sekaligus obyek pelaku pembangunan. Di sisi lain perlu pembaharuan, alih dan transfer teknologi untuk memantau secara berkelanjutan. Potensi bencana longsor misalnya, dapat dipantau melalui penerapan teknologi peringatan dini longsor atau Landslide Early Warning System (LEWS).
Teknologi peringatan dini longsor ini selain memberikan peringatan kepada masyarakat setempat, juga dipantau oleh pusat kebencanaan baik daerah maupun pusat sehingga langkah-langkah pengamanan dapat segera diterapkan. Alat pendeteksi tsunami biasanya digunakan teknologi Deep-Ocean Tsunami Detection Buoys. Perangkat ini digunakan untuk mendeteksi perubahan permukaan air laut. Tsunami sendiri sebenarnya bisa dideteksi kedatangannya, melalui sistem yang disebut dengan Tsunami Early Warning System (TEWS), alatnya diberi nama buoy tsunami. Alat tersebut untuk mengamati terjadinya gelombang pasang dan tsunami yang mungkin terjadi di kawasan tersebut. Sedangkan alat pendeteksi banjir adalah Global Flood Monitory System atau GFMS. Alat ini berupa peta bencana yang memetakan banjir dalam skala global melalui perolehan data secara real-time melalui satelit. Data yang diterima kemudian diolah sedemikian rupa dan ditampilkan melalui peta yang bisa digunakan para pembuat kebijakan untuk. mengantisipasi banjir.

——— *** ———–

Tags: