Urgensi Pendidikan Sadar Lingkungan

Oleh: Nur Chasanah
Guru SDN Prajuritkulon 1 Kota Mojokerto

Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi permasalahan musiman yang selalu saja melanda negara Indonesia. Ini terjadi hampir di seluruh wilayah, termasuk Provinsi Jawa Timur. “Dinas Kesehatan Provinsi Jatim baru saja merilis jumlah penderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), pada musim penghujan ini meningkat hingga 47 persen dibanding bulan yang sama tahun lalu, Bhirawa (24/1/2019).
Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terpapar virus DBD. Bahkan Seluruh wilayah daerahnya merupakan endemis penyakit DBD. Hal ini dikarenakan letak geografis Indonesia yang berada pada wilayah beriklim tropis. Artinya, wilayah Indonesia medapat penyinaran matahari sepanjang tahun. Dampaknya adalah, suhu udara cenderung tinggi, dan curah hujan tinggi. Perubahan cuaca yang sangat signifikan memberikan peluang pesat pada perkembangbiakan nyamuk Aides Aegyti.
Nyamuk Aides Aegyti merupakan jenis nyamuk yang membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Nyamuk ini membutuhkan waktu 7-8 hari untuk melalui proses daur hidupnya. Dari mulai bertelur berubah menjadi larva. Kemudian larva menjadi pupa. Dan tahap terakhir adalah pupa menjadi nyamuk dewasa. Habitat nyamuk Aides Aegyti ini sendiri bertengger di genangan air bersih.
Mewabahnya virus DBD yang terjadi setiap tahun, selayaknya menjadi pelajaran yang sangat berharga baik masyarakat maupun pemerintah. Masyarakat harus tahu dan paham bagaimana nyamuk penyebab DBD ini, berkembangbiak dan bersarang dimana. Sedangkan untuk menekan angka kejadian DBD, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes ) sudah menggalakkan berbagai program.
Di antaranya pelaksanaan fogging yang biasa dilakukan diperkampungan. Fogging adalah tindakan pengasapan yang dilakukan di pemukiman penduduk guna memebrantas nyamuk-nyamuk. Tetapi tindakan ini dirasa masih belum efektif. Karena, fongging hanya bisa mematikan nyamuk dewasa saja. Sedangkan telur dan juga larva masih bisa bertahan hidup dan berkembangbiak. Kegiatan fogging jika dilakukan terlalu sering, juga akan berefek resistensi vektor (nyamuk yang menularkan penyakit) terhadap insektisida. Selain itu, fogging juga bisa memberikan dampak yang berbahaya bagi pernafasan mahluk hidup (manusia dan hewan), keracunan pada penduduk, serta menyebabkan pencemaran lingkungan.
Pencanangan program PSN 3M Plus telah digalakkan oleh pemerintah. Program ini adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk menekan angka penyakit DBD. Adapun bentuk kegiatan pemberantasan sarang nyamuk tersebut sebagai berikut : 1) Menguras/membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain 2) Menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida (lebih dikenal dengan abate) pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain
Bentuk program lain yang juga getol pemerintah sosialisasikan adalah program 1 rumah 1 jumantik (juru pemantau jenktik). Dalam program ini, diharapkan satu anggota keluarga menjadi jumantik di rumahnya sendiri. Sehingga diharapkan tidak ada lagi jentik-jentik yang tumbuh dan berkembangbiak. Pada akhirnya harapan penekanan nilai kasus DBD menurun hingga mencapai nilai nol persen.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, masyarakat saat ini dirasa sudah mempunyai pengetahuan dan akses informasi yang tak terbatas. Dengan adanya sarana teknologi yang saat ini semakin berkembang pesat, semestinya bisa menjadi konektor antara pemerintah dan masyarakat. Teknologi bisa digunakan seluas-luasnya untuk mensosialisasikan program-program yang sudah dicanangkan oleh pemerintah itu.
Namun demikian, program akan selalu menjadi program yang direncanakan. Hasilnya akan nol besar tanpa adanya sinergi yang baik dari berbagai pihak. Dalam hal ini pemerintah dan masyarakat harus berkolaborasi untuk mengatasi mewabahnya virus DBD. Semua rencana yang sudah pemerintah buat akan menjadi sia-sia, jika masyarakat masih enggan dan bersikap apatis terhadap lingkungan.
Diperlukan kesadaran tingkat tinggi dalam mengatasi kasus ini. Sikap mau dan peduli terhadap lingkungan sangat dibutuhkan, agar segera bisa memutus mata rantai daur hidup nyamuk mematikan ini. Pemerintah tidak bisa melakukan semuanya sendiri. Maka dari itu, kita semua sebagai masyarakat harus mau membantu dan menjalankan semua program yang telah dicanangkan pemerintah.
Selain itu, Pendidikan adalah cara tepat yang bisa dijadikan senjata untuk memberantas penyakit DBD ini. Dengan cara merevitalisasi pendidikan sadar lingkungan di lingkup sekolah, seperti menggalakkan kembali kegiatan dokter kecil dan kader tiwisada, serta menggiatkan kembali UKS (Unit Kesehatan Sekolah).
Secara umum UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) bertujuan meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik. Selain itu juga menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas. Sedangkan secara khusus tujuan UKS adalah menciptakan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat, meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan membentuk perilaku masyarakat sekolah yang sehat dan mandiri.
Di samping itu juga meningkatkan peran serta peserta didik dalam usaha peningkatan kesehatan di sekolah dan rumah tangga serta lingkungan masyarakat, meningkatkan keteramplan hidup sehat agar mampu melindungi diri dari pengaruh buruk lingkungan. Program dokter kecil (Kader Tiwisada) merupakan upaya pendekatan edukatif dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut.
Berdasarkan paparan di atas, akan lebih mengena jika peserta didik bisa berperan aktif mengimplementasikan informasi yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan di sekolah. Harapannya kelak peserta didik di masa mendatang akan menjadi agen penggerak gerakan sadar lingkungan di masyarakat . Sehingga Indonesia akan terbebas dari penyakit Demam Berdarah ini.

————- *** ————

Rate this article!
Tags: