Urgensi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Oleh :
Satria Sukananda
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia

Pertanian merupakan salah satu sektor kunci perekonomian Indonesia setelah sektor industri. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2018, sekitar 28,79 persen penduduk Indonesia bekerja pada sektor pertanian sebagai pekerjaan utama. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari bertani. Sektor pertanian menjadi salah satu tumpuan pembangunan nasional, khususnya dalam penyediaan pangan. Pasokan pangan lokal menjadi tumpuan bagi penyediaan pangan nasional. Namun, seiring dengan peningkatan kebutuhan pangan menyebabkan upaya mencapai ketahanan pangan nasional di masa mendatang menjadi semakin berat. Apalagi ditambah dengan kenyataan bahwa penyediaan pangan lokal belum mampu memenuhi permintaan pangan nasional akibat semakin banyaknya permintaan yang kurang diimbangi dengan produktivitas pangan ditambah dengan adanya fenomena iklim yang tidak menentu sebagai akibat terjadinya perubahan iklim (climate change).
Menyinggung masalah pertanian erat kaitannya dengan lahan sebagai salah satu faktor utama dalam pengembangan pertanian. Semakin tergerusnya lahan-lahan pertanian oleh aktivitas ekonomi manusia, terutama untuk pemukiman, pembangunan infrastruktur, ataupun sektor industri merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh sektor pertanian. Pembangunan tersebut menyebabkan banyak lahan pertanian yang harus beralih fungsi menjadi nonpertanian. Alih fungsi lahan semakin masif terjadi di wilayah perkotaan.
Data dari Direktorat Pengendalian dan Pemantauan Pertahanan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menunjukkan bahwa alih fungsi lahan pertanian setiap tahunnya terjadi kurang lebih seluas 150.000 hingga 200.000 Ha, sedangkan program Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk cetak lahan pertanian baru hanya berkisar pada luas 60.000 Ha per tahun. Hal ini menyebabkan potensi kehilangan lahan pertanian seluas 40.000 Ha pada setiap tahun. Harga lahan yang cukup tinggi menjadi salah satu faktor pemicu para petani untuk melepas kepemilikan lahannya ke investor untuk dialihfungsikan.
Menurut jurnal Evaluasi Implementasi Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diterbitkan oleh Direktorat Pangan dan Pertanian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 2015, motif ekonomi menjadi penyebab utama dari alih fungsi lahan. Para petani kerap memanfaatkan hasil penjualan lahannya tersebut untuk berbagai keperluan hidupnya, seperti pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, warisan, membeli lahan baru di wilayah yang jauh dari perkotaan, dan lain sebagainya. Akibatnya, keadaan ini menyebabkan kemampuan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan makanan bagi penduduk semakin berkurang. Apabila hal ini dibiarkan maka akan terjadi penurunan produksi pangan, khususnya padi, yang akan berimbas pada kemampuan produksi pangan lokal yang semakin tidak mampu memenuhi tekanan demand pangan yang cukup tinggi. Apabila hal itu terjadi, pemerintah akan melakukan impor atas komoditas pangan yang memiliki dampak dominonya berupa semakin besar anggaran pemerintah yang dikeluarkan untuk pengadaan pangan impor atau terjadi pengeluaran sumber daya kapital ke luar negeri (capital flight).
Terlepas dari pandangan diatas sesungguhnya dampak lebih luas dapat juga terjadi seperti hilangnya kesempatan kerja, kerugian ekologi seperti banjir, penurunan permukaan tanah dan terganggunya keseimbangan ekosistem, serta lebih jauh dapat mengancam stabilitas politik, ekonomi, dan sosial.
Implementasi alih fungsi lahan pertanian sesungguhnya dapat dilakukan selama tidak merugikan dan dapat ditekan serta dinetralisasi. Ada tiga strategi yang dapat ditempuh dan harus dilaksanakan secara sertentak. Strategi itu adalah (1) memperkecil peluang terjadinya alih fungsi lahan pertanian dengan mengurangi intensitas faktor yang dapat mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian; (2) mengendalikan kegiatan alih fungsi lahan pertanian dalam rangka menekan potensi dampak negatif yang ditimbulkan; dan (3) menanggulangi atau menetralisir dampak negatif alih fungsi lahan pertanian.
Namun demikian, strategi Pemerintah untuk menanggulangi dampak alih fungsi lahan pertanian tersebut menemui berbagai macam kendala sehingga Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tidak dapat terlaksana dengan baik. Saat ini masih terdapat berbagai permasalahan terkait pengendalian alih fungsi lahan pertanian seperti: (1) Belum semua Provinsi dan Kabupaten/Kota menyelesaikan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagaimana diamantkan oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional; (2) Rencana Pembangunan di daerah khususnya infrastruktur dasar yang memerlukan tanah semakin intensif dan kompetitif; (3) Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam Perda Rencanta Tata Ruang Wilayah (RTRW) baru dilakukan 225 dari 554 Kabupaten Kota di seluruh Indonesia, dengan luasan sawah yang ditetapkan dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) tidak didukung dengan data secara geospasial; (4) Maraknya alih fungsi secara mandiri/tanpa perizinan yang ditetapkan.
Fenomena keengganan Pemerintah daerah untuk tidak menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dapat disebabkan oleh faktor: (1) terdapat persepsi Pemerintah Daerah bahwa penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dapat menganggu investasi dan tidak memberikan tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD); (2) Konsekuensi diterapkannya Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah daerah harus menyediakan anggaran untuk pemberian insentif; (3) Pemerintah Daerah merasa terikat dan sulit membangun wilayah daerahnya jika sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (menjadi tidak fleksibel); (4) Tidak ada konsekuensi bagi Kepala Daerah yang tidak menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B); (5) Tidak adanya anggaran untuk melakukan pemetaan; (6) Persepsi pertanian adalah kawasan pengembangan, bukan area yang harus dipertahankan; (7) Keberpihakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sangat kurang; (7) Mekanisme pasar yang mengorbakan lahan pertanian, bahkan Proyek Strategis Nasional (PSN)/Pembangunan yang masif atau investasi.
Menilik persoalan di atas seharusnya kebijakan Pemerintah lebih diarahkan untuk menciptakan pengamanan terhadap lahan pertanian. Hal ini sesungguhnya telah diatur di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa perlindungan alih fungsi lahan pertanian di Indonesia mutlak diperlukan. Adapun cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah sebagai upaya pengamanan alih fungsi lahan pertanian antara lain: (1) Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) agar kendala utama penyebab tidak jalannya penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus menjadi fokus perhatian sehingga permasalahan-permasalahan tersebut dapat diselesaikan; (2) Melakukan koordinasi kembali terkait pelaksanaan kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), terutama di tingkat pusat, yang dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional untuk melakukan reposisi kembali atas tugas dan fungsi masing-masing pada kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B); (3) Kementerian Pertanian harus melakukan sosisalisasi lebih intensif terkait pentingnya penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) agar pemerintah daerah tergerak untuk menjalankan Program tersebut; (4) Pemerintah Daerah dan DPRP melakukan revisi atas peraturan-peraturan daerah yang tidak sesuai dengan regulasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Dengan adanya perbaikan kebijakan Pemerintah di bidang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) Indonesia dapat meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang.
——— *** ———-

Tags: