Urgensi Sertifikasi Hadapi Serbuan Pekerja Asing

Oleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) per 31 Desember 2015, selain melahirkan perdagangan bebas di antara negara di Asia Tenggara, juga membuka peluang bekerja di lintas negara. Dalam konteks pemberlakuan MEA, seluruh negara anggota ASEAN telah menyepakati konsep aliran bebas tenaga kerja terampil (free flow of skilled labor) selain aliran bebas jasa (free flow of services) dan aliran bebas barang (free flow goods). Adapun tenaga terampil yang disepakati negara-negara ASEAN sesuai Mutual Recognition Arrangement (MRA) ada delapan profesi yakni insinyur, perawat, arsitek, tenaga survei, dokter gigi, akuntan, jasa wisata, dan dokter.
Bagi pemerintah, delapan profesi tersebut diharapkan akan berdampak positif dalam urusan ketenagakerjaan karena akan melahirkan iklim kompetisi yang kuat. Jangan membayangkan bahwa Indonesia hanya akan menjadi tujuan para TKA, tetapi sebaliknya pekerja Indonesia juga bisa berkiprah di negara lain. Tidak ada yang salah dengan harapan tersebut. Hanya masalahnya, tingkat pendidikan tenaga kerja di Indonesia tergolong masih rendah di antara para pekerja di kawasan ASEAN.
Kementerian Ketenagakerjaan mengakui angkatan kerja di Indonesia didominasi lulusan sekolah menengah atas (SMA) ke bawah. Akibat tingkat pendidikan yang rendah itu, penyerapan tenaga kerja berjalan lambat karena tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan perusahaan. Persoalan pendidikan yang rendah itu berimplikasi terhadap daya saing yang tidak kompetitif dengan negara ASEAN lainnya. Padahal, untuk bertarung di dalam MEA, para tenaga kerja tidak hanya dibutuhkan kemampuan yang tinggi, tetapi harus juga disertai sertifikasi dalam pengakuan keahlian. Jadi, tantangan ketenagakerjaan di Indonesia bukan sekadar bagaimana menyiapkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Namun, yang lebih substansial adalah sejauh mana upaya pemerintah membekali para pekerja di bidang pendidikan yang memadai serta melaksanakan sertifikasi keahlian yang kredibel sehingga bisa bersaing dalam era MEA yang penuh tantangan.
Urgensi Sertifikasi Profesi
Berkaca dari realitas yang terjadi, maka percepatan sertifikasi tenaga kerja di tanah air menjadi keniscayaan. Terlambat memang, tetapi itulah yang memang harus dilakukan kalau tidak ingin semakin terlambat. Kita tentu tidak ingin geliat pembangunan khususnya infrastruktur dan manufaktur yang tengah digenjot pemerintah ini hanya akan jadi kue lezat para tenaga kerja asing yang mungkin lebih siap dalam hal kompetensi. Badan Standardisasi Nasional (BSN) dituntut melakukan percepatan sertifikasi profesi di tanah air. Bukan hanya sertifikasi berstandar nasional, tetapi berkelas internasional.
Harus diakui, selama ini masih banyak sertifikasi profesi yang bersifat individu atau personel belum diakui secara internasional. Artinya, lembaga sertifikasi personel (LSP) belum mengantongi akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Komite Akreditasi Nasional (KAN) adalah lembaga nontsruktural yang bertugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. KAN sendiri telah diakui secara internasional oleh sejumlah asosiasi akreditasi internasional.
Dengan demikian, sertifikasi yang dilakukan LSP terakreditasi KAN juga diakui di negara-negara yang menandatangani kesepakatan, yakni di Asia Pasifik. Banyaknya LSP yang belum diakreditasi, tentu akan berdampak sertifikasi yang dikeluarkan tidak powerful. Hal ini pula yang dikeluhkan di lapangan. Dengan demikian, kalau sertifikasi yang dikeluarkan jika sudah diakreditasi KAN tentu akan lebih bermakna.
Menurut data BSN, dari ribuan LSP yang ada baru enam LSP yang mengantongi akreditasi internasional dari KAN. Sebagian besar adalah lembaga badan usaha milik negara (BUMN) dan pemerintahan. Dengan demikian BSN dituntut segera memacu akreditasi internasional lembaga sertifikasi profesi dan jasa untuk memastikan tenaga kerja ahli domestik terserap maksimal di proyek-proyek investasi asing yang tengah mengalir deras ke Indonesia.
Kasus banyaknya Tenaga Kerja Asing asal Tiongkok di proyek Petrokimia Gresik dan beberapa proyek di tanah air ditengarai juga karena faktor ini. Artinya ketika ada proyek industri yang kontraktornya dari Tiongkok, lalu dengan alasan kompetensi, mereka memboyong tenaga kerja juga dari sana. Gap ini lah yang sebenarnya harus difasilitasi sehingga tenaga kerja kita bisa bersaing dan mengisi posisi di proyek investasi. Jika masalah ini tak segera diselesaikan, maka derasnya aliran investasi ke dalam negeri takkan mampu menyerap tenaga kerja secara maksimal. Jangan sampai lapangan kerja yang ada, terutama di tataran ahli, justru diambil alih oleh tenaga kerja asing.
Pengawasan Tenaga Kerja Asing
Serbuan tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia pascapemberlakuan MEA memang belum begitu signifikan. Menurut Kementerian Tenaga Kerja jumlah tenaga kerja asing Indonesia yang tercatat sebanyak 74.183 orang pada 2016. Angka tersebut bukan yang tertinggi dalam catatan sejarah mengingat pada 2011 jumlah tenaga kerja asing pernah mencapai 77.307 orang. Jumlah rata-rata nasional tenaga kerja asing kita itu 70 ribuan setiap tahun. Dengan demikian, jumlah TKA sepanjang 2016 yang tercatat sesungguhnya sangat tidak signifikan dibandingkan tenaga kerja Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan ribu di berbagai negara seperti Singapura, Taiwan, Hong Kong, dan Malaysia. Meski demikian, pemerintah tidak boleh lengah soal serbuan TKA.
Rendahnya daya serap TKA di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejumlah regulasi pemerintah yang sangat ketat sebagai bagian dari upaya melindungi tenaga kerja domestik. Di antaranya, selain memenuhi kompetensi untuk sebuah pekerjaan, pengajuan izin juga harus dilakukan dengan sistem sponsorship yakni calon TKA harus mendapat rekomendasi dari perusahaan pemberi kerja. Maka tidak mudah melibatkan pekerja asing di Indonesia. Ketentuannya, diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal 42 ada ketentuan tentang Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA). Dalam pasal 43, mengatur tentang persyaratan adanya tenaga kerja lokal (Indonesia) sebagai pendamping. Serta pasal 44 merinci kompetensi jenis kerja yang masih terbuka di Indonesia.
Kegelisahan terhadap masuknya tenaga kerja asing (TKA) khususnya dari Tiongkok membuat atmosfer politik menghangat. Suasana ini tentu tidak bisa dikaitkan dengan suasana politik mutakhir yang memang sedang ‘sensi’ terhadap segala hal yang berbau Tiongkok termasuk dalam hal tenaga kerja asing. Kondisi diperburuk, dengan berbagai kasus yang menunjukkan banyaknya tenaga asing asing Tiongkok yang melanggar ketentuan ketenagakerjaan.
Persoalan ini perlu perhatian serius pemerintah, yakni membenahi sistem yang memberi kelonggaran masuknya TKA secara ilegal. Sebab dari beberapa kasus menggambarkan ada unsur kesengajaan oknum memanfaatkan kelemahan sistem yang diterapkan. Keinginan pemerintah menarik wisatawan luar negeri berkunjung ke Indonesia telah dimanfaatkan orang-orang yang mengejar keuntungan sesaat.
Indonesia memang sudah memberlakukan bebas visa kunjungan terhadap 169 negara. Kebijakan itu berdasarkan Peraturan Presiden No21/2016 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2016. Sebelumnya hanya ada 45 negara yang bebas visa. Peraturan Presiden No21/2016 juga mengatur masa tinggal warga negara asing di Indonesia, selamat 30 hari. Peraturan tersebut juga menjelaskan hal-hal yang boleh dilakukan warga negara asing selama kunjungannya di Indonesia. Di antaranya kunjungan ke keluarga, kunjungan sosial, seni dan budaya, tugas pemerintahan, memberikan ceramah atau mengikuti seminar, mengikuti pameran internasional, mengikuti rapat yang diadakan dengan kantor pusat atau perwakilan di Indonesia, dan untuk meneruskan perjalanan ke luar negeri.
Kita berharap pemerintah segera mengambil kebijakan untuk mengembalikan tujuan mulia kerja sama bebas visa kunjungan. Jika dibiarkan, sudah pasti menimbulkan masalah di dalam negeri. Pengawasan harus diperketat. Bukanya hanya tugas pemerintah. Kita semua, seluruh warga negara berkewajiban mengawasi. Laporkan ke pihak terkait jika ada TKA yang dicurigai ilegal. Kebersamaan ini terbukti cukup ampuh untuk mendeteksi masuknya TKA ke industri industri di tanah air.
———– *** ————-

Tags: