Urgensi Validasi Kependudukan

E-KTPKeterusterangan pejabat teritorial (Camat) beberapa wilayah di Surabaya, patut diapresiasi. Sudah banyak Camat menemukan tidak validnya data kependudukan. Lalu bergerak cepat mengadakan validasi. Selama ini banyak pejabat menutup-nutupi kekurangan pelaksanaan pemerintahan, bagaikan aib. Padahal kekurangan mestilah diumumkan agar ditemukan solusinya. Termasuk validasi terhadap DAK-2 (Data Agregat Kependudukan per-Kecamatan).
DAK2 (Data Agregat Kependudukan per-Kecamatan), merupakan hasil perekaman e-KTP, yang dilaksanakan oleh Kementerian Dalam  Negeri. Sebagai data base kependudukan terbaru, DAK2 telah diserahkan kepada seluruh Pemerintah Daerah (33 Gubernur dan 491 Bupati/Walikota) se-Indonesia. Selanjutnya, Kepala Daerah menyerahkan DAK2 kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) di masing-masing daerahnya.
E-KTP merupakan proyek nasional dengan nilai investasi sebesar Rp 5,8 trilyun. Sasarannya meliputi 170 juta penduduk seluruh Indonesia. Jadi untuk setiap e-KTP harganya sebesar Rp 34 ribu lebih. Terkesan sangat mahal, walau perangkat rekamnya bisa digunakan berkelanjutan (dalam APBN sebagai Belanja Modal). Berdasarkan hitungan proyek, setiap kecamatan dijatah 2 paket senilai Rp 39,2 juta.
Namun proses pencetakan e-KTP masih terpusat. Seolah-olah program itu pure proyek milik pemerintah pusat (Kementerian Dalam Negeri). Program ini merupakan langkah mundur ke-KTP-an. Dan seharusnya sudah bisa dilayani di tingkat desa serta kelurahan. Maka, prinsip desentralisasi KTP menjadi terciderai. Itulah yang menyebabkan kekisruhan pembuatan e-KTP, sampai terselipnya hak 5,9 juta penduduk Jawa Timur.
Apapun kisruh e-KTP terselip pula hikmah. Yakni, pemerintah kini menyadari benar bahwa urusan KTP merupakan kewajiban konstitusi. Pemerintah wajib memberikan KTP secara gratis dan harus mudah. Kelak urusan lainnya, KSK, Akte Kelahiran, akte kematian juga harus gratis se-meriah e-KTP. Sehingga up-date data kependudukan semestinya menjadi rutinitas yang mudah dilakukan seluruh staf teritorial (kelurahan, desa dan kecamatan).
Up-date data kependudukan pada pemerintahan moderen, seharusnya tinggal satu langkah, klik. Tetapi kenyataannya, pemerintah daerah (propinsi, dan kabupaten serta kota) sering tergagap-gagap dalam up-date data kependudukan. Padahal untuk mengurus kependudukan telah ditempat pejabat eselon II. Namun sampai saat ini administrasi kependudukan masih selalu menjadi problem, seolah-olah tak pernah dikenali.
Secara umum, hampir seluruh masyarakat masih mengeluhkan pengurusan KTP, Akte Kelahiran, Akte Kematian dan surat pindah domisili.  Berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah pasal 14 ayat (1), dinyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten dan Kota memiliki urusan wajib berupa pelayanan kependudukan dan catatan sipil (huruf l).
Begitu pula dalam UU Kependudukan dinyatakan, bahwa administrasi kependudukan merupakan kewajiban pemerintah. Sedangkan bagi penduduk merupakan hak. Artinya, pemerintah daerah mestilah aktif meng-update data penduduk melalui struktur formal pemerintahan paling bawah (desa dan kelurahan). Juga melalui struktur sosial (RT dan RW). Bahkan pada tingkat kampung (RT) sudah dapat diketahui mutasi penduduk.
Update kependudukan paling menyulitkan dikota-kota besar, sebenarnya bukan menyangkut penduduk tetap, melainkan warga musiman. Umumnya di tempat kos dan rumah kontrakan. Karena itu Pemerintah Kota lebih memberdayakan struktur sosial ke-RT-an ke-RW-an. Itulah ujung tombak pemerintahan daerah, namun bukan struktur formal. Maka seyogianya peningkatan peran RT dan RW dilakukan melalui peningkatan kesejahteraan pengurus kampung.
Saat ini di Surabaya, setiap Ketua RT memperoleh insentif sebesar Rp 150 ribu per-bulan. Menilik fungsi strategis ke-RT-an dan ke-RW-an, seharusnya bukan hanya Ketua RT (dan RW) yang  memperoleh insentif. Melainkan juga secara teritorial. Yakni, semacam nomenklatur biaya administrasi kependudukan per-RT dengan alokasi dari APBD. Maka struktur sosial ke-RT-an tidak bisa tidak, mestilah dinaikkan “kelasnya” menjadi sub-ordinasi pemerintahan desa (kelurahan). Dengan cara itu Pemerintah Kota bisa memiliki hak instruksi sampai ke tingkat RT.

   ————– 000 —————-

Rate this article!
Tags: